Pada (bait) ke-168;169, Pupuh ke-10, Mijil, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Poma (perhatikan) kaki (anakku) padha (harap semua) dipun (di) eling (ingat), ing (pada) pituturingong (nasihatku), sira (engkau) uga (juga) satriya (satria) arane (namanya). Perhatikan anakku, harap semua ingat, pada nasihatku, engkau juga seorang satria.
Perhatikan dan selalu ingatlah! Engkau adalah ksatria, bersikaplah layaknya seorang ksatria. Dalam setiap berpikir dan berbuat, dalam diam dan bicara, dalam memberi dan menerima, dalam segala tindak tanduk dan perilaku.
Kudu (harus) anteng (tenang) jatmika (halus) ing (dalam) budi (berpikir), luruh (sareh) sarta (serta) wasis (pintar), samubarang (sembarang, semua) tanduk (perbuatan). Harus tenang dan halus dalam berpikir, sareh serta pintar, dalam semua perbuatan.
Harus bisa bersikap tenang dan halus dalam berpikir, tidak tergesa-gesa memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan. Sabar, hati-hati, perlahan-perlahan serta pintar, tanggap cekatan, dalam semua perbuatan.
Dipun (di) nedya (ingin, kehendak) prawira (berani) ing (dalam) batin (hati), nanging (tapi) aja (jangan) katon (terlihat), Di upayakan keberanian dalam hati, tetapi jangan sampai terlihat.
Dipun nedya, artinya hendaknya dalam hati ada kehendak. Kehendak adalah niat yang hampir diwujudkan, artinya sudah ada gerak melaksanakannya. Prawira artinya keberanian, jadi dalam hati sudah ada kehendak untuk berani, tetapi jangan sampai kelihatan.
Sasabana (tutupilah) yen (kalau) durung (belum) masane (saatnya). Tutupilah kalau belum saatnya.
Keberanian dalam hati tadi tidak perlu diperlihatkan, karena seorang ksatria tidak perlu memamerkan keberanian. Bahkan semestinya ditutupi kalau belum saatnya diungkap.
Kekendelan (keberanian) aja (jangan) wani (berani) mingkis (perlihatkan), wiweka (berhati-hati) ing (dalam) batin (batin), den (di) samar (samarkan) ing (dalam) semu (isyarat, mimik muka). Keberanian jangan diperlihatkan, berhati-hatilah dalam batin, samarkan dalam isyarat.
Keberanian tadi cukup disimpan dalam hati sebagai sikap berjaga-jaga, tidak perlu diperlihatkan, namun batin harus selalu berhati-hati, siaga setiap saat. Adapun sikap lahirnya harus disamarkan dalam isyarat.
Jadi seorang ksatrian adalah orang yang selalu berani dalam hati dan selalu siaga terhadap ancaman yang mungkin timbul, tetapi secara lahir harus bersikap tenang. Tidak perlu petentang-petenteng, berlagak berani, melotot ke sana-sini.
Lha tapi kok kita sering melihat orang yang melotot dan petentang-petenteng? Itu jelas bukan ksatria, tetapi pengecut yang menyembunyikan ketakutannya.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/10/kajian-wulangreh-168169-watak-satriya-iku/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar