Translate

Selasa, 01 Oktober 2024

Kajian Wulangreh (172-174): Narima Kang Becik

 Pada (bait) ke-172-174, Pupuh ke-10, Mijil, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Yen wong bodho datan nedya ugi,
tetakon tetiron,
anarima ing titah bodhone,
iku wong narima norabecik.
Dene ingkang becik,
wong narima iku.

kaya upamane wong angabdi,
amagang Sang Katong.
Lawas-lawas katekan sedyane,
dadi mantri utawa bupati,
miwah saliyaning,
ing tyase panuju.

Nuli narima terusing batin,
tan mengeng ing Katong,
tan rumasa ing kanikmatane.
Sihing gusti tekeng anak rabi,
wong narima becik,
kang mangkono iku.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau orang bodoh tak berupaya juga,
bertanya-tanya atau meniru-niru,
hanya menerima pada takdir kebodohannya,
itu orang menerima yang tak baik.
Adapun yang baik,
orang menerima itu,

seperti seumpama orang mengabdi,
magang kepada Raja.
Lama-lama tercapai keinginannya,
menjadi mantri atau bupati,
serta selainnya,
sesuai yang diinginkan hatinya.

Kemudian menerima sampai ke batin,
tak membantah pada Raja,
dan mengakui kenikmatannya.
Belas kasih Raja sampai anak cucu,
orang menerima yang baik,
yang seperti itu.


Kajian per kata:

Yen (kalau) wong (orang) bodho (bodoh) datan (tak) nedya (berupaya) ugi (juga), tetakon (bertanya-tanya) tetiron (meniru-niru), anarima (hanya menerima) ing (pada) titah (takdir, ketetapan) bodhone (kebodohannya), iku (itu) wong (orang) narima (menerima) nora (tidak) becik (baik). Kalau orang bodoh tak berupaya juga, bertanya-tanya atau meniru-niru, hanya menerima pada takdir kebodohannya, itu orang menerima yang tak baik.

Kalau orang terlahir bodoh kemudian tidak berupaya juga, dengan cara bertanya-tanya mencari pengetahuan atau mencontoh orang lain yang sudah bisa, tetapi hanya menerima kebodohannya saja, itu adalah penerimaan yang tidak baik. Seperti yang sudah kami singgung dalam bait sebelumnya, penerimaan terhadap ketetapan Tuhan apabila tidak dibrengi usaha untuk memperbaiki keadaan adalah sebuah sikap yang tidak baik.

Dene (adapun) ingkang (yang) becik (baik), wong (orang) narima (menerima) iku (itu), kaya (seperti) upamane (seumpama) wong (orang) angabdi (mengabdi), amagang (magang) Sang Katong (raja). Adapun yang baik, orang menerima itu, seperti seumpama orang mengabdi, magang kepada Raja.

 Adapun sikap yang baik dalam menerima ketentuan Tuhan adalah sikap yang ditunjukkan orang yang mengabdi, atau magang pada Raja. Pengabdian pada raja diawali dari suwita yang artinya sudah kami jelaskan berulang kali pada bait yang lalu. Kemudian magang sebagai sarana latihan memikul tugas dan tanggung jawab. Setelah selesai magang kemudian diangkat menjadi abdi dalem kraton. Ini adalah proses yang sangat panjang dan memerlukan ketekunan luar biasa. Seseorang yang ditakdirkan terlahir sebagai wong cilik yang tidak berpangkat jika mau ikut mengabdi kepada raja dengan melalui suwita-magang akhirnya mendapat kedudukan yang sepantasnya. Inilah yang dimaksud mau berupaya untuk memperbaiki keadaan atau nasib yang telah ditetapkan Tuhan.

Lawaslawas (lama-lama) katekan (tercapai) sedyane (keinginannya), dadi (menjadi) mantri (mantri) utawa (atau) bupati (bupati), miwah (serta) saliyaning (selainnya), ing tyase (hati) panuju (diinginkan). Lama-lama tercapai keinginannya, menjadi mantri atau bupati, serta selainnya, sesuai yang diinginkan hatinya.

Setelah lama menjalani proses pengabdian kepada raja dan diangkat sebagai abdi dalem kemudian karena ketekunannya dapat diangkat menjadi mantri, kaliwon, panewu dan bupati. Bahkan menjadi pejabat tinggi sesuai dengan apa yang dituju oleh hatinya.

Nuli (kemudian) narima (menerima) terusing (sampai) batin (batin), tan (tak) mengeng (menolak, membantah) ing (pada) Katong (Raja), lan (dan) rumasa (mengakui) ing (pada) kanikmatane (kenikmatannya). Kemudian menerima sampai ke batin, tak membantah pada Raja, dan mengakui kenikmatannya.

Kemudian menerima dengan ikhlas sampai ke dalam batin. Tidak menolak atau membantah Raja dan mengakui berbagai kenikmatan yang diterimanya. Sadar bahwa semua itu adalah karena belas kasih raja yang telah memberi kesempatan kepadanya.

Sihing (belas kasih) gusti (Raja) tekeng (sampa pada) anak (anak) rabi (istri) , wong (orang) narima (menerima) becik (baik), kang (yang) mangkono (seperti) iku (itu). Belas kasih Raja sampai anak cucu, orang menerima yang baik, yang seperti itu.

Belas kasih raja dihargai dan dimanfaatkannya untuk keperluan yang baik, sampai kepada anak-istri, tidak diselewengkan untuk hal-hal lain. Yang demikian itu sebuah penerimaan yang baik. Inilah arti menerima dengan sukacita atau disebut juga bersyukur.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/10/kajian-wulangreh-172-174-narima-kang-becik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...