Translate

Selasa, 01 Oktober 2024

Kajian Wulangreh (175-177): Datan Eling Ing Mulane

 Pada (bait) ke-175-177, Pupuh ke-10, Mijil, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Nanging arang ing mangsa samangkin,
kang kaya mangkono.
Kang wus kaprah iyo salawase,
yen wis ana lungguhe sathithik,
apan nuli lali,
ing wiwitanipun.

Pangrasane duweke pribadi,
sabarang kang kanggo,
datan eling ing mula mulane.
Awiting sugih sangkaning mukti,
panrimaning ati,
kaya nggone nemu.

Tan ngrasa kamurahaning Widdhi,
jalaran Sang Katong.
Jaman mengko ya iku mulane,
arang turun wong lumakweng kardi,
tyase tan saririh,
kasusu ing angkuh.

 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Tetapi jarang pada zaman kini,
yang seperti demikian.
Yang sudah lazim selama ini,
kalau sudah mendapat kedudukan sedikit saja,
segera lupa,
pada awal mulanya.

Anggapannya kepunyaan sendiri,
semua yang dipakai,
tidak ingat pada awal mulanya.
Awal dari kekayaan dan asal mulanya hidup berkecukupan,
penerimaan hatinya,
seperti dirinya menemukan saja.

Tidak merasa sebagai kemurahan Tuhan,
karena perantaraan sang Raja.
Zaman sekarang itu awalnya,
jarang terlahir orang yang melakukan (seperti itu) dalam pekerjaan,
hatinya tidak halus,
tergesa-gesa bersikap angkuh.


Kajian per kata:

Nanging (tetapi) arang (jarang) ing (pada) mangsa (zaman) samangkin (kini), kang (yang) kaya (seperti) mangkono (demikian). Tetapi jarang pada zaman kini, yang seperti demikian.

Pada kajian yang lalu disebutkan tentang sikap menerima ketentuan yang baik, yakni dengan menerima keadaan yang ada lalu berupaya untuk mencapai yang lebih baik. Sesudah itu perlihatkanlah rasa penerimaan dengan penuh kegembiraan kepada Tuhan dan kepada yang membantu dalam usaha itu. Itulah yang disebut bersyukur. Tetapi di zaman sekarang sikap seperti ini jarang ditemukan.

Kang (yang) wus (sudah) kaprah (lazim) iya (iya) salawase (selamanya), yen (kalau) wis (sudh) ana (ada) lungguhe (kedudukan, jabatan) sathithik (sedikit), apan nuli (segera) lali (lupa), ing (pada) wiwitanipun (awal mulanya). Yang sudah lazim selama ini, kalau sudah mendapat kedudukan sedikit saja, segera lupa, pada awal mulanya.

Yang umum dilakukan orang manakala sudah mendapat kedudukan barang sedikit saja kemudian lupa asal muasalnya. Lupa bahwa yang dicapainya berkat pertolongan orang lain, juga atas anugrah Yang Kuasa.

Pangrasane (anggapannya) duweke (kepunyaan) pribadi (sendiri), sabarang (semua) kang (yang) kanggo (dipakai), datan (tidak) eling (ingat) ing (pada) mula (awal) mulane (mulnya). Anggapannya kepunyaan sendiri, semua yang dipakai, tidak ingat pada awal mulanya.

Dianggapnya semua miliknya sendiri. Tak ingat lagi jika itu semua adalah anugrah  dari Tuhan dan dari Raja. Lupa bahwa kedudukannya kini juga diperoleh atas ijin dari para atasan dan usulan dari mereka. Ibarat kacang lupa pada kulitnya.

Awiting (awal dari) sugih (kaya) sangkaning (asal mulanya) mukti (berkecukupan), panrimaning (penerimaan) ati (hati), kaya (seperti) nggone (dirinya) nemu (menemukan). Awal dari kekayaan dan asal mulanya hidup berkecukupan, penerimaan hatinya seperti dirinya menemukan saja.

Kata mukti dari bukti yang artinya pangan, mukti artinya berkecukupan dalam pangan. Gatra ini menyorot tentang perilku terhadap kekayaan dan kecukupan akan kebutuhan. Mereka tidak ingat lagi dari mana mendapatkan itu semua. Bagaimana dia sampai pada kedudukannya kini, mereka lupa. Seolah-olah apa yang mereka punya kini hanya yang menemukan saja. Karena hanya menemukan lantas berlaku seperti rejeki nomplok, berhambur-hambur dalam membelanjakannya, tanpa ingat amanat yang menyertainya.

Tan (tidak) ngrasa (merasa) kamurahaning (kemurahan) Widdhi (Tuhan), jalaran (karena perantaraan) Sang Katong (Raja). Tidak merasa sebagai kemurahan Tuhan, karena perantaraan sang Raja.

Tidak menampakkan hartanya sebagai kemurahan Tuhan dengan perantaraan Raja. Jika dia menyadari bahwa semua kekayaan adalah anugrah dari Tuhan lewat sang Raja, tentu akan lain cara membelanjakannya. Dia akan membelanjakan sebagaimana yang sudah disebutkan dalam bait yang lalu, yakni bermanfaat kepada anak-istri dan orang-orang di sekitarnya. Tetapi karena dia merasa hanya “menemukan” maka membelanjankannya pun sekehendak hatinya.

Jaman (zaman) mengko (sekarang) ya iku (yaitu) mulane (awalnya), arang (jarang) turun (keturunan, terlahir) wong (orang) lumakweng (melakukan dalam) kardi (pekerjaan), tyase (hatinya) tan (tidak) saririh (sabar, halus), kasusu (tergesa-gesa) ing (dalam) angkuh (angkuh). Zaman sekarang itu awalnya, jarang terlahir orang yang melakukan (seperti itu) dalam pekerjaan, hatinya tidak halus, tergesa-gesa bersikap angkuh.

Zaman sekarang memang jarang terlahir orang yang melakukan itu dalam pekerjaannya. Yang ada adalah orang yang hatinya tidak halus, tergesa-gesa bersikap angkuh. Tak sabar untuk mempertontonkan kekuasaan, umuk dan sok kuasa, sok kaya, sok hebat. Mereka lupa hanya seorang abdi.

Zaman sekarang yang dimaksud dalam bait ini adalah pada masa serat Wulangreh ini ditulis, bukan zaman now!


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/10/kajian-wulangreh-175-177-datan-eling-ing-mulane/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...