Translate

Sabtu, 27 Juli 2024

Kajian Darmaduhita (1-3)

 Tiga Sifat Wajib Istri

Pupuh Kinanthi (metrum: 8u, 8i, 8a, 8i, 8a,(8i), bait 1-3, Serat Darmaduhita.

Dene ta pitutur ingsun, marang putraningsun èstri, dèn eling ing aranira. Sira pan ingaran putri, kang aputih kang sanyata, tri têtêlu têgêsnèki.

Bêkti nastiti ing kakung, kaping têlune awêdi, lair batin aja êsak, nglakoni tuduhing laki. Laki ciptanên bêndara, mapan wong wadon puniki,

wajib manut marang kakung. Aja pisan amapaki, marang karêpe wong lanang. Sanadyan atmajèng aji, alaki lan panakawan, sayêkti wajib ngabêkti.

Kajian per kata

Dene ta (adapun) pitutur (nasihat) ingsun (aku), marang (kepada) putraningsun (anakku) èstri (perempuan), dèn eling (ingatlah) ing (pada) aranira (sebutanmu). Adapun nasihatku, kepada anakku yang perempuan, ingatlah dengan sebutanmu.

Harap engkau ingat wahai anak-anak perempuanku, akan sebutanmu, yakni engkau disebut putri. Nama itu bukan sekedar nama tetapi mengandung makna yang tersirat. Kata putri berasal dari suku kata put dan tri.

Sira (engkau) pan ingaran (disebut) putri (putri), kang (yang) aputih (artinya putih) kang (yang) sanyata (sebenarnya), tri (tri) têtêlu (tiga) têgêsnèki (artinya). Engkau disebut putri, yang artinya putih yang sebenarnya, tri artinya tiga.

Engkau dinamakan putri, artinya put adalah aputih, yakni bermakna suci, bersih dari noda. Tri berarti tiga, karena seorang perempuan harus memiliki tiga sifat berikut ini.

Bêkti (berbakti) nastiti (teliti, berhati-hati) ing (pada) kakung (suami), kaping têlune (yang ketiga) awêdi (takut), lair (lahir) batin (batin) aja (jangan) êsak (sakit hati), nglakoni (menjalani) tuduhing (petunjuk) laki (suami). Berbakti dan teliti berhati-hati pada suami, ketiganya takut, lahir dan batin jangan sakit hati, menjalani petunjuk suami.

Sifat yang pertama adalah bekti terhadap suami. Arti bekti sudah kita uraikan dalam kajian serat Darmarini, yakni tak berani serta menghargai, tidak lancang, tidak berani mendahuluinya. Nastiti artinya sangat berhati-hati dan teliti dalam segala hal, agar tidak teledor atau cewet (ketinggalan). Sedangkan arti dari wedi adalah takut dalam pengertian menghormat dan patuh.

Laki (suami) ciptanên (anggaplah) bêndara (tuan), mapan (karena) wong (seorang) wadon (wanita) puniki (itu), wajib (harus) manut (menurut) marang (kepada) kakung (suami). Suami anggaplah tuan, karena seorang wanita itu, wajib menurut kepada suami.

Suami anggaplah sebagai tuan yang setiap perintahnya wajib engkau patuhi. Tentu saja dalam hal ini tetap berlaku prinsip paling tinggi, yakni sepanjang perintah itu tidak berlawanan dengan kewajiban syariat. Misalnya, seorang suami menyuruh istrinya untuk tidak shalat di masjid, yang demikian itu boleh karena shalat di masjid bagi perempuan tidak wajib. Namun jika suami melarang istrinya shalat, itu baru batil dan tak perlu dipatuhi, karena shalat merupakan kewajiban  syariat.

Demikian besar kuasa seorang suami pada istrinya, maka bagi lelakipun hendaknya dapat menunaikan amanat yang diembannya dengan benar. Tidak boleh kemudian menyuruh istri sekehendaknya sendiri. Namun hal itu tidak kita bahas kali ini, karena topik kajian kita adalah tentang wanita.

Aja (jangan) pisan (sekali-kali) amapaki (mencela, meremehkan), marang (kepada) karêpe (kehendak) wong (seorang) lanang (lelaki). Jangan sekali-kali mencela, kepada kehendak seorang lelaki (suami).

Setelah mengetahui kedudukan seorang lelaki maka hendaklah istri mengerti sikap apa yang tidak patut baginya. Jangan sekali-kali membantah, mencela atau meremehkan kehendak lelaki (suaminya). Hal itu tidak baik. Seorang istri hendaknya selalu menuruti kemauan suami, sepanjang itu bukan untuk melakukan suatu kebatilan. Jika seorang istri diperintah suami untuk melakukan hal yang batil, maka berlaku hukum yang lain, yakni segala yang batil tidak perlu diikuti. Namun jika perintah suami tidak melanggar aturan apapun, baik agama, norma dalam masyarakat dan undang-undang yang berlaku, maka wajib dipatuhi.

Sanadyan (walaupun) atmajèng (anak dari) aji (seorang raja), alaki (bersuami) lan (dengan) panakawan (pembantu), sayêkti (benar-benar) wajib (harus) ngabêkti (berbakti). Walau anak dari raja, bersuami dengan pembantu, benar-benar wajib baginya berbakti.

Hal tersebut berlaku pada pasangan suami istri yang manapun. Walau misalnya, seorang istri kedudukan asalnya lebih tinggi dari suaminya, kalau sudah berumah tangga harus tunduk dan patuh pada suami. Misalnya andai ada kasus seorang anak perempuan raja yang menikah dengan pembantu, maka si istri yang anak raja tersebut benar-benar harus berbakti pada suaminya.

Demikian nasihat leluhur berkaitan dengan kepatuhan seorang istri kepada suami. Jika ditimbang dengan ajaran agama apa yang telah disampaikan di atas tidaklah bertentangan dengan syariat, bahkan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi sangat menekankan kepatuhan istri kepada suaminya.

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” At Tirmidzi, no 1159.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2019/04/22/kajian-darmaduhita-11-3-tiga-sifat-wajib-istri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...