Translate

Jumat, 26 Juli 2024

Serat Walisana (7) :

 Raden Satmata berguru kepada Maulana Ishaq di Malaka

Di lain tempat, Raden Kusen dan Syekh Sabil yang hendak mengabdi kepada raja Majapahit telah sampai di kotaraja. Mereka merasa bingung karena tidak ada kenalan yang bisa dituju. Keduanya lalu melakukan pepe di alun-alun. Pada hari pisowanan mereka duduk di bawah beringin kembar. Ketika sang raja keluar di bangsal pertemuan, terlihat olehnya kedua pemuda yang sedang pepe. Sang Raja kemudian memerintahkan agar keduanya dipanggil menghadap. Patih Gajahmada segera melaksanakan perintah. Kedua pemuda ditanya dari mana asalnya dan apa keperluannya.

Raden Kusen berkata, “Hamba dari Palembang, putra dari adipati Arya Damar. Kedatangan hamba ke sini ingin mengabdi kepada Sang Raja Prabu Brawijaya.”

Setelah Ki Patih Gajahmada mengetahui asal-usul dan maksud Raden Kusen, lalu menanyai pemuda satunya.

Berkata Syekh Sabil, “Hamba datang dari Malaka. Hamba adalah anak dari Khalifah Kusen dari ibu asal Madura, anak dari Arya Baribin. Adapun maksud hamba datang ke sini adalah untuk mengabdi kepada Sang Raja. Bila berkenan mengambil hamba sebagai pesuruh pun hamba merasa cukup.”

Patih Gajah Mada segera melaporkan identitas kedua pemuda tersebut dan maksud keduanya melakukan pepe. Sang Raja sangat bersukacita dan segera memerintahkan keduanya untuk dipanggil menghadap. Ketika sudah menghadap Sang Raja merasa berkenan melihat pembawaan kedua pemuda tersebut. Mereka lalu diterima sebagai abdi di Majapahit.

Setelah beberapa lama mengabdi keduanya dinilai bagus dalam pengabdian. Semakin lama Sang Raja semakin menaruh kepercayaan yang besar. Berbagai tugas diberikan kepada keduanya dan selalu berhasil dilaksanakan dengan baik. Raja sangat bersukahati, lalu berkenan mengangkat mereka pada kedudukan yang lebih tinggi. Raden Kusen diangkat sebagai adipati di Terung dengan nama Adipati Pecattanda. Adapun Syekh Sabil karena berasal dari kalangan ulama yang mumpuni dalam ilmu agama, kemudian disuruh menghadap Sunan Ampel untuk meminta penempatan.

Adipati Pecattanda kemudian berangkat menunaikan tugas yang baru dengan diserta sepasukan prajurit dari Majapahit. Bersamaan waktunya Syekh Sabil menuju pesantren Kangjeng Sunan Ampel untuk meminta petunjuk selanjutnya. Sesampai di Surabaya Syekh Sabil segera menghadap Kangjeng Sunan Ampel. Oleh Sunan Ampel Syekh Sabil diterima dengan sukacita. Selain masih keponakan sendiri Syekh Sabil yang punya pengetahuan agama juga sangat membantu dakwah Kangjeng Sunan. Maka oleh Kangjeng Sunan Syekh Sabil ditempatkan sebagai iman di tanah Ngudung. Syekh Sabil tak menolak dan segera melaksanakan perintah. Desa Ngudung menjadi desa yang sejahtera di bawah pimpinan Syekh Sabil. Kelak Syekh sabil juga dikenal dengan sebutan Sunan Ngudung.

Di Ampeldenta pengabdian Raden Patah mendapat penilaian yang baik dari Sunan Ampel. Kangjeng Sunan sangat berkenan dan semakin tercurah rasa kasihnya. Tak berapa lama Raden Patah diambil menantu dengan dijodohkan dengan putri Kangjeng Sunan yang bernama Ratu Panggung. Keduanya membina rumah tangga dengan harmonis tanpa kurang suatu apapun.

Kangjeng Sunan Ampel juga mempunyai seorang putra yang telah dewasa, namanya Makdum Ibrahim. Oleh Sunan Ampel sang putra kemudian ditempatkan sebagai penghulu dan imam di Benang. Sudah terlaksana dengan baik Benang dipimpin Makdum Ibrahim menjadi desa yang sejahtera. Kelak Makdum Ibrahim juga dikenal dengan sebutan Sunan Benang.

Ganti cerita, dari Benang dahulu Raden Satmata pergi dengan maksud hendak naik haji ke tanah Arab. Sesampai di Malaka Raden Satmata mendengar ada seorang alim bernama Syekh Maulana Ishaq yang menetap di Pasai. Raden Satmata ingin berhenti dulu untuk berguru kepada Syekh Maulana Ishaq. Raden Satmata tidak tahu kalau Syekh Maulana Ishaq adalah kakeknya sendiri, ayah dari ayahnya.

Sesampai di Pasai Raden Satmata bertemu dengan sang guru Maulana Ishaq. Maulana menyambut hangat kedatangan anak muda dari Jawa tersebut. Syekh Ishaq tidak mengetahui kalau Raden Satmata adalah cucunya sendiri. Setelah saling memberi salam keduanya duduk berbincang.

Berkata sang guru Maulana Ishaq, “Duhai ksatria utama, si bapak ini belum pernah mengenalmu. Izinkan bertanya siapakah dirimu dan dari mana asalmu, serta apa maksud kedatanganmu ke gubug si bapak ini?”

Raden Satmata berkata pelan, “Duhai sang mulia, kedatangan saya hendak berguru kepada paduka. Adapun kalau tuan bertanya silsilah keluarga hamba, asal dari desa Benang. Yang mau menyebut nama saya Satmata, putra dari Syekh Wali Lanang, seorang alim dari negeri Atas Angin. Di manakah itu ayah saya tidak menjelaskan. Adapun ibu dahulunya seorang putri dari Blambangan. Maksud saya sebelumnya ingin ke tanah Arab untuk naik haji.”

Maulana Ishaq ketika mendengar penuturan Raden Satmata segera merangkul lehernya dan berkata manis, “Ternyata si bocah ini anak si Wali Lanang. Sunguh tak menyangka bisa sampai di sini. Nak, engkau adalah cucuku sendiri. Engkau sudah dewasa sekarang. Baru kali ini kita bisa bertemu. Sungguh kehendak Allah yang telah menggerakkan hatimu untuk datang ke Malaka ini.”

Raden Satmata ketika mengetahu bahwa Syekh Maulana Ishaq adalah ayah dari ayahnya atau kakeknya sendiri maka segera memeluk dan mencium kaki.

Dengan terbata-bata Raden Satmata berkata, “Duhai kakek, sungguh tak mengira bisa bertemu di sini. Terbayar sudah penderitaan saya selama ini mencari ke sana ke mari.”

Sang kakek sangat bersukacita. Kepada sang cucu cinta kasihnya tercurah. Pada suatu malam, di hari Jumat Legi sang Maulana Ishaq duduk tafakur di hadap oleh sang cucu Raden Satmata.

Raden Satmata berkata, “Duhai kakek, karena saya masih muda dan bodoh, belum mengetahu sejatinya Tuhan, mohon kakek berilah saya pengertian agar hati saya terang, keluar dari kegelapan ini.”

Sang kakek berkata, “Bocah ini mendapat anugerah Tuhan, wajib bagi saya menerangkan. Kalau engkau anakku, mencari sejatinya Tuhan yang nyata, ayo pergi ke tempat sepi supaya bisa fokus.”

Sang cucu menurut kehendak sang kakek. Sang kakek lalu pergi diikuti sang cucu, sampai pada suatu tempat yang luas. Sang kakek lalu duduk di sebuah gundukan tanah yang agak pinggir dengan didampingi sang cucu.

Syekh Maulana Ishaq berkata pelan, “Aku jawab pertanyaanmu. Tuhan itu sudah ada di dalam dirimu. Jangan ragu engkau meyakini hal ini. Namun walau demikian engkau harus menutup rahasia ini.”

Sang cucu bertanya, “Bagaimana sabda kakek ini, mengapa harus mendua, mengakui adanya tetapi kemudian menutupinya. Nyata ada tetapi harus menutupi.”

Sang kakek menjawab, “Memang harus seperti itu penerapannya. Harus mempertimbangkan tempat, harus empan papan. Karena ini perkara ghaib.”

Sang cucu berkata, “Dan bagaimana sejatinya Muhammad dan Allah, bagaimana bentuk hubungan antara keduanya. Karena ada ucapan ya Allah Rasulullahi ulun kadunungena (aku ditempatinya). Mohon kakek sekalian jelaskan.”

Sang kakek menjawab, “Perkara itu termuat di dalam kitab Jauhar Mukin, tentang perkara yang ghaib. Dengarkan cucuku, barangkali terbuka pengetahuanmu. Ketahuilah riwayat Nukat Ghaib, ghaibnya Tuhan dan Rasul, sungguh elok. Berkumpul dan berpisahnya itu ada di dalam Nukat Ghaib, sungguh berada di dalam dirimu. Allah itu wujud muhal yang mustahil diketahui, itulah Allah yang sejati. Adapun a’yan kharijiyah itu adalah bayangan dari wujud Allah. Adapun yang disebut Allah itu adalah dzat, dzat itu adalah rahsa, rahsa itulah Dzat Allah. Dzat Allah itu adalah dzat Rasul, artinya Aku yang Menguasai, Langgeng kekuasaanku. Itulah sejatinya Nukat Ghaib.

Adapun letaknya asma yang tuju, ketahuilah itu sejatinya rupa Muhammad Rasulullah, adalah yang pertama angan-angan, yang kedua mata, yang ketika waktu, yang keempat niat, yang kelima iman, yang keenam tauhid dan yang ketujuh adalah syari’at. Pengertian ketujuh hal tersebut adalah; angan adalah nama, mata adalah penglihatan, wajah adalah keadaan, arti niat itu keadaan bersatu, iman artinya satu rahsa, tauhid adalah satu wujud dan syari’at adalah kesiapan keadaan satu yang sejati, yaitu shalat. Shalat yang lima waktu berdiri sebagai keadaan itu, adapun ruku’ bersatu dalam keadaan, sujud adalah kemuliaan di dalam keadaan itu, adapun duduk adalah sempurnanya keadaan yang sejati, yakni satu rahsa tunggal dengan keadaanku. Rahsa sejati kehendakku, kehendak menguasai diri, artinya sungguh kalau jasad ini tempat bagi yang haq, subhana wa ta’ala.

Adapun pengertian khalifat yang haq, khalifat Allah adalah Muhammad. Muhammad adalah khalifah dan Adam adalah penggantinya. Seorang mukmin adalah khalifah yang haq atau khalifah yang sejati. Jangan ragu yang mantap memegang pengertian ini. Adapun engkau anakku hendak bersusah payah naik haji, apa yang hendak engkau kejar sampai ke Mekkah dan Madinah, sedangkan ka’batullah sudah berada di dalam dirimu. Bila kamu sudah lurus beribadah, tidak peduli di sana atau di sini. Lebih baik engkau kembali ke Jawa menjadi pedoman bagi orang Jawa yang akan beribadah.”

Raden Satmata merasa mendapat pengertian yang dalam oleh sabda Syekh Maulana Ishaq. Percakapan cucu dan kakek tersebut berlangsung sepanjang malam hingga pagi menjelang. Syekh Ishaq dan sang cucu kemudian pulang ke kediamannya. Pagi harinya Raden Satmata berpamitan hendak kembali ke tanah Jawa. Sang kakek mendukung sepenuhnya dengan sukacita.

Singkat cerita Raden Satmana sudah kembali ke Jawa. Setelah sampai di rumahnya Raden Satmana lalu berpindah ke Jipang. Tak lama kemudian bermaksud berpindah lagi ke Tandes. Tetapi terhalang tidak punya kapal untuk berangkat. Namun tak lama kemudian datang seorang tukang perahu, Ki Panangsang namanya. Ki tukang perahu menyerahkan kapal miliknya yang tak punya atap. Raden Satmata tak mau menerima karena kapalnya tak punya atap, akan menimbulkan banyak kesulitan di jalan. Ki Panangsang segera memberi atap pada perahunya dan kembali menawarkan kepada Raden Satmata. Kali ini Raden Satmata menerima dengan sukacita.

Raden Satmata kemudian berlayar ke Tandes. Sesampai di Tandes Raden Satmata turun dari kapal dan menuju penguasa di Tandes yang bernama Pangeran Patih. Setelah saling memberi salam keduanya duduk berbincang. Raden Satmata mengutarakan keinginannya membimbing umat kepada Pangeran Patih. Pangeran Patih sangat bersukacita. Sang pangeran bahkan sangat menyukai Raden Satmata dan mengambilnya sebagai menantu. Tak lama kemudian diangkat sebagai penghulu dan imam dengan gelar Pangeran Khalifah.

Ada seorang menantu Pangeran Patih yang bernama Ki Ageng Balawi. Dia baru saja pulang dari berburu hewan hutan. Ki Balawi mengatakan bahwa di sebelah selatan Tandes ada bukit yang bagus, namanya gunung Gajah atau Giri Gajah. Kalau Pangeran Khalifah berkenan tempat tersebut sangat bagus dipakai untuk mendirikan pesantren.

Pangeran Khalifah tertarik dengan usulan Ki Ageng Balawi, lalu menghadap kepada sang ayah mertua untuk meminta izin bermukim di Giri Gajah. Sebagai pendahuluan Pangeran Khalifah bermunajat selama tujuh hari di puncak gunung. Setiap malam tak putus-putus mendaras Al Qur’an. Setelah tujuh hari Pangeran Khalifah dipanggil sang mertua untuk pulang ke Tandes. Namun hanya semalam Pangeran Khalifah berada di Tandes. Sehari kemudian Pangeran Khalifah kembali mohon pamit akan kembali bermunajat di Giri Gajah. Kali ini rencananya akan tinggal di sana selama empat puluh hari. Pangeran Patih sangat mendukung sang menantu yang hendak membuka pemukiman baru tersebut.

Setelah empat puluh hari bersemedi dan tak putus-putus membaca Al Qur’an, Pangeran Khalifah kembali dipanggil sang mertua untuk pulang ke Tandes. Namun kali ini Pangeran Khalifah tidak ingin pulang lagi, bahkan memberitahukan bahwa dirinya akan menggenapi sampai seratus hari. Para sahabat Pangeran Khalifah kemudian dipanggil untuk membuka lahan dan menyiapkan bakal pemukiman. Tak lama kemudian perumahan sudah berjajar membentuk sebuah pedukuhan. Pangeran Patih sangat suka melihat sang menantu telah mantap hatinya bermukim di Giri Gajah.

Setelah seratus hari tinggal di Giri Gajah Pangeran Khalifah mendengar bahwa di Ampeldenta ada seorang pendeta mumpuni yang menjadi imam agama Islam. Pangeran Khalifah menghadap sang mertua untuk meminta izin berguru ke Ampeldenta. Pangeran Patih sangat mendukung kehendak sang menantu. Maka Pangeran Khalifah segera berangkat ke Ampeldenta.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/06/14/serat-walisana-7-raden-satmata-berguru-kepada-maulana-ishq-di-malaka/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...