Translate

Senin, 22 Juli 2024

Paribasan 11-20

 

Paribasan (11): Kacang môngsa ninggala lanjaran

Arti harfiahnya adalah pohon kacang tidak dapat meninggalkan lanjaran agar dapat hidup. Maknanya seorang anak tidak dapat meninggalkan watak dari orang tuanya, walau mungkin anak tersebut tidak dididik langsung oleh orang tuanya, tetepi sifatnya dapat menurun.

Yoko seorang anak kecil yatim piatu di desa Wangon. Walau begitu tak ada orang yang mau merawat. Dia hidup hanya dari belas kasih orang yang ditemui hari itu. Keadaannya ini membuat prihatin seorang konglomerat dari kota, Baba Chen. Oleh Baba Chen si Yoko diambil sebagai anak angkat dan disekolahkan. Orang desa pun senang karena Yoko akhirnya menemukan orang yang mau merawatnya.

Yoko akhirnya tumbuh besar sebagai anak muda yang cerdas. Setelah lulus dari universitas dia diserahi mengelola sebuah supermarket milik Baba Chen. Tapi belum dua tahun supermarket itu bangkrut. Baba Chen kemudian menyuruh Yoko mengelola Bank. Baru satu tahun bangkrut juga. Baru kemudian diketahui kalau si Yoko ini sangat glamour hidupnya. Suka membeli barang mahal dan berjudi, juga suka main perempuan.

Orang-orang desa yang mendengar nasib Yoko berkata, “Oh, itu kelakuannya seperti bapaknya dulu, suka mencuri, mabuk-mabukan dan menganggu istri orang. Makanya setelah mati anak keturunannya tak ada yang mau merawat. Watak anak kok sama dengan watak bapaknya. Kacang mangsa ninggala lanjaran!”

Paribasan (12) Awor sambu

Arti harfiahnya adalah bersama-sama baunya, maknanya adalah menyamar dengan cara bergabung sehingga tak dikenali.

Ada seorang polisi yang ditugaskan untuk mengungkap perdagangan narkoba. Dia berusaha menangkap bandar besar yang terkenal licin. Sudah berbagai cara dia lakukan, menghadang, mencegat dan mengejar bandar itu. Tapi hasilnya nol besar. Bandar itu selalu lolos karena tak ditemukan barang bukti.

Dia kemudian punya akal dengan berpura-pura menjadi pecandu. Memakai narkoba beneran dan begabung dengan anak muda pecandu lainnya. Suatu hari dia menemui bandar itu untuk membeli narkoba. Si Bandar tidak curiga karena perangainya sudah seperti pecandu beneran. Si Bandar berkata, “Jangan sekarang kalau mau narkoba. Nanti sore di jembatan, temui saya di tiang lampu nomer tiga.”

Sore harinya polisi itu benar ke jembatan. Si Bandar benar-benar bawa narkoba. Setelah transaksi dan terbukti bahwa si Bandar mempunyai narkoba polisi memanggil temannya yang sudah menunggu di ujung jembatan untuk menangkap si Bandar.

Si Bandar terkena tipudaya orang yang awor sambu.

Paribasan (13): Kalah cacak mênang cacak

Cacak artinya mencoba-coba. Makna paribasan ini adalah orang yang mencoba-coba sesuatu yang sebenarnya peluangnya tak diketahui.

Bagong adalah pemuda desa yang sederhana. Tidak ganteng juga tidak jelek. Ayah Bagong juga bukan orang kaya, meski juga tidak miskin. Bagong sudah bekerja sebagai pegawai hornorarium kecamatan. Maka statusnya juga menjadi bekerja juga tidak, wong gajinya kecil. Namun juga tidak nganggur, wong nyatanya tiap hari dengan rajin Bagong berangkat pagi-pagi memakai baju seragam dan menenteng tas.

Satu hal yang belum dipunyai Bagong adalah pacar. Walau demikian sudah umum diketahui kalau si Bagong ini sudah lama menyimpan hati untuk Jamilah putri Pak Kades Wangon yang cuantiikk dan shalihah itu.

Oleh Pak Camat si Bagong diberi saran, “Gong kamu segera lamar saja si Jamilah itu!”

Bagong menjawab sambil gugup, “Eh tapi Pak.Kami kan tidak pacaran Pak!”

Pak Camat menjawab, “Ah tak apa Gong. Siapa tahu karena ketulusanmu dan kejujuranmu si Jamilah menerima lamaranmu. Kalah cacak menang cacak Gong! Patut dicoba!”

Paribasan (14): Ambanyu mili

Arti harfiahnya seperti air mengalir. Paribasan ini biasa untuk menyebut kebaikan yang datang berurutan bertubi-tubi. Atau juga sering dipakai untuk menyebut hidangan yang keluar bertubi-tubi dalam sebuah jamuan.

Suatu hari Kyai Jalil dan beberapa muridnya dari Funduk Al Ikhlas sedang melakukan safar ke daerah Bayat untuk berziarah ke makam Sunan Tembayat. Setelah selesai ziarah Kyai Jalil bermaksud hendak pulang. Namun baru sampai di tempat parkir rombongan Kyai Jalil dicegat oleh seseorang yang tampaknya tidak asing dengan Kyai Jalil.

“Saya Hasan Kyai, dahulu santri Kyai di Funduk Al Ikhlas. Bila berkenan sudilah Kyai mampir di rumah saya untuk memberi barokah. Saya baru saja terpilih sebagai kepala desa di sini!”

“Oh ya. Saya ikut senang Hasan. Bolehkah saudara-saudaramu ini ke rumahmu juga?”

“Tentu saja Kyai, dengan senang hati!”

Mereka kemudian mampir ke rumah Kades Hasan. Di sana sedang ada acara syukuran dari para pendukung Hasan. Kyai kemudian diminta untuk memberi nasihat-nasihat kepada Kades Hasan dan para aparat desa. Sementara murid-murid Kyai Jalil sibuk melahap hidangan yang tersedia. Pertama ada sop, kemudian keluar sate, setelah itu buah-buahan, kemudian makan besar, dan setelahnya masih keluar es krim nan lezat.

Sepulang dari acara itu, seorang murid berkata kepada Kyai Jalil, “Kyai kami kenyang dan puas. Hidangannya keluar seolah mbanyu mili!”

Kyai Jalil menjawab, “Ya tapi nanti sampai di Funduk kalian harus menebusnya dengan puasa tiga hari ya? Supaya kalian tidak lalai dari hidup prihatin. Kalian kan baru belajar!” 

Para murid tertawa bersama…

Paribasan (15): Sadawan-dawane lurung isih dawa gurung

Arti harfiahnya adalah sepanjang-panjangnya jalan masih lebih panjang kerongkongan. Maknanya omongan orang bisa nebjalar dari mulut ke mulut, mengular ke mana-mana mengalahkan panjangnya jalan.

Mr Lionel seorang ekspatriat yang bekerja sebagai kepala Divisi Produksi di sebuah pabrik mebel di Jogja. Pabrik itu bekerja sama dengan perajin lokal sebagai supplier. Suatu hari dia kedatangan tamu seorang yang menawarkan kerajian souvenir dengan maksud agar diterima sebagai supplier di pabrik tersebut. Oleh Mr Lionel si perajin tersebut disuruh menunggu, dia akan ke belakang sebentar untuk mendapat persetujuan Direktur.

Ketika Mr Lionel ke belakang, si perajin mengambil laptop dan tas Mr Lionel yang berisi uang kontan 50 juta. Rupanya si perajin adalah perampok yang berpura-pura. Maka gegerlah seluruh pabrik. Kabar Lionel kena rampok menyebar dengan cepat.

Keesokan harinya Mr Lionel banyak mendapat ucapan keprihatinan atas nasibnya itu. Termasuk dari seorang perajinnya Pak Kusen, yang rumahnya jauh di Klaten, 50 km dari rumah Lionel. Tentu saja Lionel kaget bukan kepalang, “Rumahmu 50 km jauhnya dan kamu tahu kabar ini? Mustahil!”

Pak Kusen menjawab, “Di sini orang saling bertukar informasi secara lisan tentang apa saja. Jarak yang jauh bukan halangan karena: sadawa-dawane lurung isih dawa gurung!”

Paribasan (16): Calak ora pacak

Calak artinya menyela-nyela perkataan orang. Pacak artinya pantas, maka orang yang berhias sering disebut sedang macak. Makna paribasan ini adalah orang yang menyela-nyela pembicaraan tidak pada tempatnya.

Pak Wangsa punya anak namanya Peyang. Si Peyang ini punya kebiasaan suka ikut-ikutan pembicaraan orang. Kalau ada orang ngobrol dia selalu nimbrung. Suatu hari Pak Wangsa kedatangan kakaknya, Pak Sura, dengan maksud meminta pertimbangan.

Pak Sura berkata, “Dik keponakanmu, anakku si Lindri sudah dilamar orang desa sebelah yang namanya Surata. Bagaimana pendapatmu tentang anak muda itu dan asal keturunan dari bapak-bapaknya dulu apakah seorang yang baik?”

Belum lagi Pak Wangsa menjawab si Peyang sudah mendahului, “Pakdhe, kalau menurut saya jangan diterima karena Surata itu baru jadi pekerja magang di kelurahan. Belum berpenghasilan, kasihan mbakyu Lindri nanti, tidak dapat uang belanja.”

Pak Wangsa marah mendengar perkataan Peyang dan mengusirnya, “Hush sana pergi. Kamu ini menyela-nyela orang bicara saja. Tidak patut ikut-ikutan pembicaraan orang-orang tua. Itu namanya: calak ora pacak!”

Peyang mengeloyor pergi sambil kukur-kukur kepala yang tak gatal.

Paribasan (17): Angon môngsa

Arti harafiahnya adalah menggembala waktu. Maksudnya menunggu saat yang tepat untuk bertindak.

Di gardu ronda Si Suta berkata kepada Si Naya, “Pencuri yang membobol rumah Ki Bekel Kramayuda kemarin kok bisa pas waktunya ya kang? Biasanya rumah Ki Bekel selalu dijaga ketat oleh Jagabaya dan anak buahnya. Kok kemarin pas hujan deras itu apa semua penjaganya pada ngantuk atau gimana. Kebetulan Ki Bekel tertidur pulas karena siangnya baru mengantar tamu ke kotaraja.”

Si Naya menjawab, “Ya, namanya pencuri itu tidak bodoh. Dia mengamat-amati saat semua orang lengah. Si Pencuri tampaknya sudah beberapa hari mengintai dan angon mangsa.”

“Iya kang, tampaknya si pencuri menunggu saat yang tepat untuk masuk!” Jawab Si Suta.

Paribasan (18): Ora ngubêngake jôntra, têka kêdhayohan wong edan

Jantra adalah roda atau cakra. Maksud paribasan ini adalah tidak melakukan apa-apa kok kedatangan orang yang mengungkit-ungkit kelemahannya.

Suatu hari Pak Dhadhap mengadakan acara kenduri di rumahnya. Acara itu sebagai ungkapan syukur atas lulusnya anak Pak Dhadhap sebagai aparat desa. Setelah acara makan-makan selesai para tamu berbincang dengan santai sekendaknya. Salah seorang tamu berkata kepada Pak Dhadhap.

“Pak, itu di desa sebelah ada seorang aparat desa yang ditangkap polisi karena korupsi dana desa. Lha menurut saya anakmu itu berbakat untuk mencuri juga. Wong sejak kecil sudah nakal kok. Sekarang malah jadi aparat desa yang megang uang banyak. Salahmu sendiri sih Pak memanjakan anak. Harus diawasi selalu Pak anakmu itu. Sebelum terlanjur mencuri.”

Tentu saja Pak Dhadhap marah mendengar perkataan tamunya. Wong belum-belum kok sudah su’udzan kepada anaknya, “Kamu ini ngomong apa kok sembarangan menuduhkan sesuatu yang belum terjadi!”

Pak Dhadhap mengelus dada sambil berguman, “Mimpi apa aku semalam. Ora ngubengke jantra kok kedhayohan wong edan!”

Paribasan ini mempunyai varian lain yang pengertiannya sama. Car-Cor kaya wong kurang jangan. Arti harfiahnya berkali-kali mengucurkan kuah seperti orang kurang sayuran (makanan). Maknanya sama dengan paribasan di atas.

Paribasan (19): Kakèhan galudhug kurang udan

Arti harfiahnya adalah kebanyakan petir tapi tak pernah hujan. Maknanya; orang yang terlalu mengumbar janji atau perkataan tetapi tidak pernah terwujud.

Peyang sering kali menjanjikan kepada teman-temannya sesuatu, tapi seringkali janjinya tak terwujud. Suatu kali dia menjadi kader pencari suara salah seorang calon kepala desa. Dia berkata pada teman-temannya saat mereka berkumpul di gardu ronda.

“Kalau kalian memilih ketela nanti saya bagi masing-masing satu bungkus rokok. Juga besok saya ajak piknik ke Parang Tritis satu bus!”

Teman-temannya tidak percaya karena dia sudah sering berjanji akan memberi ini itu tapi tak satupun janji itu dipernuhi. Mereka kompak menjawab, “Kami tak percaya. Kamu itu: kakehan gludhug kurang udan!”

Paribasan (20): Kêriga têkan cindhile abang

Arti harfiahnya berbarislah sampai anak-anak tikus yang masih merah.  Maknanya, majulah seluruh pasukan atau balanya, yang masih anak-anak pun suruh maju sekalian.

Arya Penangsang adalah prajkurit yang gagah berani. Dia punya cita-cita hendak menguasai kasultanan Demak. Penguasa sekarang adalah sang paman sendiri, Sultan Adiwijaya. Dia selalu mencari gara-gara agar dapat berperang dengan Sultan dari Kadipaten Pajang itu.

Suatu ketika dia dinasehati agar berhati-hati karena lawannya bukan orang sembarangan. Selain mantan prajurit juga orang yang suka bertapa dan prihatin. Maka Arya Penangsang pun disuruh untuk berpuasa juga oleh sang Guru, Sunan Kudus selama empat puluh hari.

Belum genap puasanya mendadak dia menerima surat tantangan yang isinya membuat panas hati Arya Penangsang. Surat itu dari Danang Sutawijaya, seorang senapati yang masih anak-anak.

“Ayo Arya Penangsang kalau kamu ksatria sejati lawanlah aku Danang Sutawijaya. Jangan maju sendirian, seluruh Jipang majulah bersama-sama. Bila perlu: keriga tekan cindhile abang! Aku tidak takut!”

Arya Penangsang amat murka dan tanpa persiapan langsung menyterang pasukan musuh. Dalam pertempuran itu Arya Penangsang tewas.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2019/04/23/paribasan-11-kacang-mongsa-ninggala-lanjaran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...