Translate

Sabtu, 27 Juli 2024

Kajian Darmaduhita (7-10)

 Sampai Kakek-Nenek

Pupuh Kinanthi (metrum: 8u, 8i, 8a, 8i, 8a,8i), bait 7-10, Serat Darmaduhita.

Iku poma wêkas ingsun, anggonên pitutur iki, dèn wêdi ing kakungira, aja dumèh sutèng aji. Yèn sira nora bêktia, ing laki tan wurung dadi,

gêgawa mring rama ibu, kurang pamuruking siwi, iku tarkane ngakathah. Panêdhaning sun sadêmi, maring Allahutangala, miwah mring Rasullollahi.

ing sakèhe putraningsun, èstri kanggoa ing laki, kinasihana ing priya, lan padha bêktiyèng laki, padha lakia sapisan. Dipun kongsi nini-nini,

maksih angladèni kakung, sartane dipun wêlasi, aoyoda arondhona , warêga amomong siwi, lan nini pitutur ingwang, estokêna lair batin.

Kajian per kata:

Iku (itu) poma (ingatlah) wêkas (pesan) ingsun (saya), anggonên (pakailah) pitutur (nasihat) iki (ini), dèn (harap) wêdi (takut) ing (pada) kakungira (suamimu), aja (jangan) dumèh (karena, mentang-mentang) sutèng (anak dari) aji (raja). Itu ingatlah pesanku, pakailah nasihat ini, harap takut pada suamimu, jangan mentang-mentang anak raja.

Itulah nasihatku, ingat-ingatlah selalu, pakailah nasihat ini. Takutlah kepada suamimu. Jangan mentang-mentang sebagai anak raja, lalu menggunakan kekuasaan untuk menguasai suami. Karena dalam rumah tangga yang baik, suamilah yang menjadi pemimpinnya, artinya yang mengarahkan, yang berwenang mempertimbangkan dan yang mengambil keputusan. Jikalau wanita yang mengambil peran itu, akan timpanglah rumah tangganya.

Yèn (kalau) sira (engkau) nora (tidak) bêktia (berbakti), ing (pada) laki (suami) tan (tak) wurung (urung) dadi (menjadi), gêgawa (terbawa) mring (pada) rama (ayah) ibu (ibu), kurang (kurang) pamuruking (mendidik) siwi (anak), iku (iku) tarkane (tebakan, anggapan) ngakathah (orang banyak). Kalau engkau tidak berbakti, pada suami tak urung menjadi, terbawa nama ayah-ibu, dikira kurang mendidik anak, itu anggapan orang banyak.

Jika engkau, wahai anak-anak perempuanku, tidak berbakti kepada suamimu, tak urung nama orang tua akan terbawa-bawa. Orang tuamu akan dianggap sebagai orang tua yang kurang mendidik anak. Akan dikira tidak memperhatikan anak-anaknya dahulu ketika masih gadis. Tidak diajar tatakrama dan diberi pengetahuan rumah tangga. Itulah anggapan orang banyak. Jika engkau tak berbakti kepada suamimu, orang tuamulah yang akan kena getahnya.

Panêdhaning (permintaan) sun (aku) sadêmi (sedikit), maring (kepada) Allahutangala (Allah Ta’ala), miwah (dan) mring (kepada) Rasullollahi (rasulullah), ing (pada, bagi) sakèhe (semua) putraningsun (anak-anakku), èstri (sebagai istri) kanggoa (bagi) ing laki (suaminya), kinasihana (dikasihi) ing (oleh) priya (suami), lan (dan) padha (semua) bêktiyèng (berbakti pada) laki (suami), padha (semua) lakia (menikahlah) sapisan (sekali saja). Permintaanku hanya sedikit kepada Allah Ta’ala, dan syafaat kepada Rasulullah: bagi semua anak-anakku, sebagai istri bagi suaminya, dikasihi oleh suami, dan semua berbakti pada suami, semua menikahlah sekali saja.

Permintaanku kepada Allah Ta’ala, dan syafaat kepada Rasulullah. Semoga semua anak-anakku yang perempuan, sebagai istri dari suaminya, selalu dikasihi dan semoga semua berbakti kepada suami. Semoga mereka menikah sekali saja, langgeng sampai kaki-nini.

Itulah doa kepada Allah Ta’ala yang dipanjatkan oleh sang penggubah serat Darmaduhita ini. Beliau juga mohon syafaat atau pertolongan Rasulullah, melalui syariat yang dijalankannya agar diberi kemudahan dalam mencapai itu semua.

Makna syafaat adalah sebentuk pertolongan, tetapi karena Rasulullah sudah wafat maka beliau tidak dapat menolong kita di dunia ini secara fisik. Namun syariat yang beliau tinggalkan akan selalu menolong kita mendapatkan petunjuk dan kemudahan dalam hidup. Dan kelak sesudah hari kiamat syafaat Rasulullah akan menolong kita di akhirat.

Dipun (diupayakan) kongsi (sampai) nininini (nenek-nenek), maksih (masih) angladèni (melayani) kakung (suami), sartane (serta) dipun (di) wêlasi (kasihi), aoyoda (mengakar) arondhona (lebat daunnya, kuat), warêga (puas) amomong (mengasuh) siwi (anak), lan (dan) nini (anakku) pitutur (nasihat) ingwang (aku), estokêna (laksanakan) lair (lahir) batin (batin). Sampai nenek-nenek, masih melayani suami, serta dikasihi, mengakar kuatlah (keluarganya), puas mengasuh anak, dan anakku nasihatku ini, laksanakan lahir dan batin.

Dalam bait sebelumnya ada harapan agar anak cucu menikah sekali saja, diupayakan sebuah pernikahan bisa langgeng sampai nini-nini atau nenek-nenk (bagi perempuan). Kalau sampai nenek-nenek masih bisa melayani suami artinya ada harapan pernikahannya bahagia sampai tua. Apalagi jika mereka (para anak perempuan tersebut) mau menerapkan ajaran dalam serat ini, yakni agar selalu patuh dan berbakti kepada suami.

Jika demikian itu sudah dilakukan, mereka akan selalu dikasihi oleh suaminya, kekeluargaan mereka berakar kuat, ibarat pohon yang akarnya kuat daunnya lebat (angoyod arondhon). Sampai tua puas mengasuh anak, tidak kekurangan kasih sayang suami dan anak-anaknya. Keluarganya akan menjadi keluarga yang sakinah (penuh ketenangan), mawadah (penuh kasih sayang) dan insya’ Allah turun rahmah dari Allah SWT.

Inilah nasihat dari sang penggubah serat. Kepada anak cucu perempuan, dan siapapun yang membaca, laksanakan secara lahir dan batin, agar tercapai kebahagiaan rumah tangga.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2019/04/22/kajian-tematik-darmaduhita-3-sampai-kakek-nenek/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...