Translate

Jumat, 26 Juli 2024

Serat Walisana (5) :

 Negeri Semarang diserang pasukan Pengging

Alkisah ada seorang paman Sunan Ampel yang bernama Syekh Suba Bangip, juga sesama keturunan Rasulullah. Ketika itu Syekh Suba sudah mendarat di Jawa dan mendatangi Ampeldenta. Sunan Ampel kemudian menunjuknya sebagai imam di tanah pedalaman, tepatnya di Ponorogo dan sekitarnya. Semua sudah berjalan baik tanpa ada halangan apapun.

Sementara itu, imam di Semarang mendapat serangan dari negeri Pengging. Sebab serangan itu karena mereka berdakwah melintasi negeri Pengging sehingga banyak penduduk Pengging yang masuk Islam. Prabu Andayaningrat di Pengging kemudian mengerahkan pasukan menggempur Semarang. Panglima yang memimpin pasukan Pengging adalah Raden Jaka Sinumbaran, Arya Dewata dan Arya Tala. Ketiganya merupakan panglima yang berani dan tangguh. Dengan pasukan bersenjata lengkap sejumlah sepuluh ribu mereka mendatangi Semarang.

Imam Semarang Maulana Waliul Islam beserta para putra bersiap menghadapi serangan dari Pengging. Pasukan Semarang dipimpin Syekh Suta Maharaja, kakak dari Adipati Semarang. Ikut mendampingi sang panglima perang para putra Semarang Syekh Kalkum, Syekh Jatiswara dan para sanak saudara. Terjadi pertempuran sengit antara pasukan Semarang dan pasukan Pengging. Orang pengging mengamuk seperti macam, tak kenal takut dan mati. Tak hendak mundur dari medang perang, sepak terjangnya mengerikan tak takut kepada marabahaya. Banyak prajurit Pengging yang tewas termasuk tiga panglima perangnya. Prajurit yang tewas tak terhitung. Sisa-sisa pasukan yang masih hidup kembali ke Pengging dan melapor kepada Sri Andayaningrat bahwa pasukan Pengging dipukul mundur pasukan Semarang.

Sri Andayaningrat ketika mendengar panglima perangnya tewas seketika bangkit kemarahannya. Dasar raja pemberani, tak perlu menunggu lama segera mengerahkan pasukan. Pasukan dari Pengging bergerak bergerombol, seperti gelombang samudera tumpah ruah di sepanjang jalan yang dilalui.

Sesampai di Semarang Sang Raja Andayaningrat segera mengamuk seperti banteng terluka. Pasukan Semarang gugup mendapat serangan dahsyat sehingga tercerai berai. Pasukan Semarang terdesak, Sang Syekh Waliul Islam gugur di medang perang oleh serangan balasan musuh.

Syekh Suta Maharaja ketika mendengar sang adik gugur segera mengamuk membabi buta. Pasukan Pengging terdesak sehingga hancur berlarian. Akan tetapi karena kalah jumlah Syekh Suta Maharaja terpaksa mundur. Beserta pasukannya lalu mengungsi ke Demak. Sampai di Demak Syekh Suta Maharaja kecapaian dan meninggal dunia di situ.

Sementara itu para putra Semarang sepeninggal sang ayah dan sang uwak bubar tak karuan. Syekh Kalkum kemudian menetap di Benggala. Syekh Jatiswara kemudian melarikan diri di kaki gunung Merbabu dan menetap di situ. Adapun Syekh Abdurahman bingung mencari kedua saudaranya, lalu kembali ke Atas Angin, tempatnya yang lama. Negeri Semarang telah takluk oleh pasukan Pengging. Sang Raja Andayaningrat lega hatinya, lalu kembali ke Pengging.

Sementara itu seorang putri Syekh Waliul Islam yang bernama Siti Umi Kamsun berlari mengungsi bersama putri Syekh Suta Maharaja yang bernama Siti Zainab. Mereka berdua sangat menderita di dalam pelarian. Ke arah barat mereka nekat menerabas hutan, menuruni jurang, mendaki perbukitan dan merambah rawa-rawa. Setelah berhari-hari mengarungi penderitaan sampailah mereka di Cirebon. Di Cirebon mereka menuju ke tempat saudara tua mereka Kangjeng Sunan Gunung Jati.

Kedatangan dua putri dari Semarang membuat sang kakak kaget. Apalagi dibarengi kabar duka atas gugurnya sang paman Syekh Waliul Islam dan Syekh Suta Maharaja. Sebagai saudara sepupu yang lebih tua Sunan Gunung Jati merasa berkewajiban bertanggung jawab. Dua putri Semarang kemudian menceritakan apa yang terjadi di Semarang sampai dengan gugurnya kedua ayah mereka.

Sunan Gunung Jati menghibur kedua putri sang paman. Semua sudah menjadi kehendak dari Allah SWT. Lebih baik berserah diri kepada segala ketetapanNya. Barangkali kelak akan menjadi sebab mencapai kemuliaan dalam hidup. Lama-lama kedua putri Semarang dapat menerima ketatapan Allah yang terjadi atas mereka. Kedua putri untuk sementara tinggal di Cirebon dan larut dalam ibadah kepada Allah.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/04/07/serat-walisana-5-negeri-semarang-diserang-pasukan-pengging/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...