Translate

Sabtu, 27 Juli 2024

Kajian Darmaduhita (11-20)

Isyarat Jari Yang Lima

Pupuh Kinanthi (metrum: 8u, 8i, 8a, 8i, 8a,8i), bait 11-20, Serat Darmaduhita.

Lawan ana kojah ingsun, saking eyangira swargi, pawèstri elinga sira, lamun ginawan dariji, lêlima puniku ana, dununge sawiji-wiji.

Jêjêmpol ingkang rumuhun, panuduh kang kaping kalih, panunggul kang kaping tiga, kaping pat dariji manis, dene ta kang kaping lima, wêkasan aran jêjênthik.

Kawruhana karsanipun, mungguh sêmune Hyang Widhi, wong wadon wus ginawanan, dalil panggonaning èstri, iku wajib kinawruhan, karêpe sawiji-wiji.

Mula ginawan sirèku, jêjêmpol marang Hyang Widhi, dèn kayêm pol manahira, yèn ana karsaning laki, têgêse pol dèn agampang, sabarang karsaning laki,

Mula ginawan panuduh, aja sira kumawani, nikêlkên tuduhing priya, ing satuduh anglakoni, panunggul pan ginawanan, iku sasmita sayêkti.

Mrihên ta karyane unggul,miwah lamun apêparing, iya sira unggulêna, sanadyan amung sathithik, wajib sira unggulêna, mring guna kayaning laki.

Marmane sira puniku, ginawan dariji manis, dipun manis netyanira, yèn ana karsaning laki, apa maning yèn angucap, ing wacana kudu manis.

Aja dhoso amarêngut, nora mêrakakên ati, ing netya dipun sumringah, sanadyan rêngu ing batin, yèn ana ngarsaning priya, buwangên ajana kari.

Marmane ginawan iku, iya dariji jêjênthik, dipun athak aithikan (= thak thik),yèn ana karsaning laki, karêpe athak ithikan, dèn tarampil barang kardi.

Kalamun ngladèni kakung, dèn kêbat nanging dèn ririh, aja kêbat garobyagan, drêg-êdrêgan sarwi cincing, apan iku kêbat nistha, rada angoso ing batin.

 

Kajian per kata:

Lawan (dan) ana (ada) kojah (dari kata hujjah, perkataan) ingsun (aku), saking (dari) eyangira (mbh, kakek-nenek) swargi (almarhum), pawèstri (para wanita) elinga (ingatlah) sira (engkau), lamun (kalau) ginawan (diberi) dariji (jari), lêlima (berlima) puniku (itu) ana (ada), dununge (pengertiannya) sawiji-wiji (satu per satu). Dan ada perkataanku, dari kakek-nenekmu almarhum, kalau kita diberi jari, ada lima jumlahnya, ada pengertiannya satu per satu-satu.

Ada satu lagi nasihat, yang akan disampaikan, yang berasal dari kakek-nenek. Nasihat ini sederhana dan sudah diturunkan antar generasi sejak lama, yakni tentang perlambang atau isyarat dari 5 jari tangan. Kit mempunyai lima jari tangan yang masing-masing mempunyai nama sendiri-sendiri.

Jêjêmpol (jempol) ingkang (yang) rumuhun (pertama), panuduh (panuduh) kang (yang) kaping kalih (kedua), panunggul (panunggul) kang (yang) kaping tiga (ketiga), kaping pat (keempat) dariji manis (jari manis), dene ta (adapun) kang (yang) kaping lima (kelima), wêkasan (terakhir) aran (disebut) jêjênthik (jenthik). Jempol yang pertama, panuduh yang kedua, panunggul yang ketiga, keempat jari manis, adapun yang kelima, terakhir disebut jenthik.

Yang pertama adalah ibu jari, atau jari yang paling besar. Dalam bahasa Jawa disebut jempol. Lalu berikutnya adalah jari kedua yang disebut panuduh (bukan panudhuh lho..). Disebut jari panuduh karena sering dipakai untuk menuduh (menunjukkan). Misalnya ada orang bertanya, di mana rumah Pak Suta, maka yang ditanya akan menunjukkan letaknya, “Di sana!” sambil menunjuk memakai jari kedua ini.

Yang ketiga adalah jari panunggul (pan unggul), disebut demikian karena memang pan unggul (memang unggul), maksudnya jari ini paling unggul atau tinggi daripada jari yang lain. Yang keempat disebut jari manis, karena sering dipakaikan cincin sehingga tampak manis. Yang kelima disebut jenthik karena paling kecil.

Masing-masing jari tersebut memuat isyarat yang berkaitan dengan peran dan tugas wanita dalam rumah tangga. Tentu saja ini hanya othak-athik gathuk, tapi setidaknya dapat dipakai untuk pengingat dan merupakan kearifan lokal dalam mengajarkan suatu hikmat dengan media yang mudah dan ramah dengan lingkungan sehari-hari.

Kawruhana (ketahuilah) karsanipun (maksudnya), mungguh (dalam hal) sêmune (isyarat) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), wong (seorang) wadon (wanita) wus (sudah) ginawanan (disertai), dalil (alasan) panggonaning (tempat sebenarnya) èstri (bagi istri), iku (itu) wajib (wajib) kinawruhan (diketahui), karêpe (maksudny) sawijiwiji (satu per satu). Ketahuilah maksudnya, dalam hal isyarat dari Tuhan Maha Benar, seorang wanita sudah disertai, alasan tempat sebenarnya bagi seorang istri, itu wajib diketahui, maksudnya satu per satu.

Ketahuilah, bahwa maksud dari isyarat yang disampaikan Tuhan Yang Maha Benari berkaitan dengan tempat wanita dalam rumah tangga adalah seperti perlambang dari nama-nama jari tangan kita. Maka ketahuilah satu per satu sebagai pengingat agar mudah dihapal.

Mula (maka) ginawan (diberikan) sirèku (bagimu), jêjêmpol (jempol) marang (oleh) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), dèn (agar) kayêm (ayem) pol (mentok, maksimal) manahira (hatimu), yèn (kalau) ana (ada) karsaning (kehendak) laki (suami), têgêse (artinya) pol (maksimal) dèn agampang (dimudahkan), sabarang (semua) karsaning (kehendak) laki (suami). Maka diberikan bagimu, jempol oleh Tuhan Maha Benar, agar ayem maksimal hatimu, kalau ada kehendak suami, artinya maksimal dimudahkan, semua kehendak suami.

Makanya engkau, wahai wanita, diberikan jari jempol agar kayem pol, artinya rasa ayem (tenang) dalam hati maksimal. Itu hanya dapat dicapai jika engkau menuruti kehendak suamimu. Gampangkan segala permintaannya, bila perlu berikan kesukaannya sebelum dia meminta. Jika demikian suami akan kalegan, puas dan semakin sayang pada istri.

Namun jika suatu butuh sesuatu suami harus berkali-kali memberi perintah baru engkau turuti, menginginkan sesuatu harus memakai banyak bujukan, atau harus memakai proposal bertele-tele, maka bisa jadi suamimu mendongkol dalam hatinya. Bukan hal yang mustahil kalau kemudian dia mempunyai wanita idalam lain dalam hatinya. Maka gampangkanlah segala permintaannya, agar engkau disayang dan hatimu merasa ayempol. Jempol!!

Mula (makanya) ginawan (diberikan) panuduh (panuduh), aja (jangan) sira (engkau) kumawani (lancang berani), nikêlkên (melipatgandakan) tuduhing (petunjuk) priya (suami), ing (dalam) satuduh (petunjuk itu saja) anglakoni (menjalankannya). Makanya diberikan panuduh, jangan engkau lancang berani, melipatgandakan petunjuk suami, dalam satu petunjuk itu saja menjalankannya.

Yang kedua, engkau diberi jari panuduh dengan maksud patuhilah pituduh suami. Jangan sekali-kali lancang dengan melipat-gandakan petunjuk tadi. Maksudnya kalau petunjuknya satu ya diselesaikan satu, lalu minta petunjuk lagi dalam hal lain yang belum mengerti. Jangan sampai petunjuknya satu, kok yang dikerjakan banyak sekali. Pasti yang selainnya dilakukan dengan lancang, atau tanpa petunjuk. Jangan seperti itu.

Panunggul (panunggul) pan ginawanan (diberikan serta), iku (itu) sasmita (isyarat) sayêkti (sebenarnya), prihên ta (upayakan) karyane (pekerjaannya) unggul (unggul, bermutu), miwah (serta) lamun (kalau) apêparing (dalam pemberian), iya (juga) sira (engkau) unggulêna (unggulkanlah, perlihatkanlah), sanadyan (walau) amung (hanya) sathithik (sedikit), wajib (wajib) sira (bagimu) unggulêna (mengunggulkannya), mring (pada) guna kayaning (nafkah pemberian) laki (suami). Panunggul diberikan serta, itu isyarat sebenarnya, upayakan pekerjaannya unggul, serta kalau dalam pemberian, juga engkau unggulkan, walau hanya sedikit, wajib bagimu mengunggulkannya, terhadap nafkah yang diberikan suami.

Di sini ada pelajaran tentang etos kerja dan bersyukur. Dalam pekerjaan lakukan secara unggul atau utama. Jjika melayani suami layanilah dengan senang hati. Kalau mencuci bajunya ya yang bersih, jangan mau-mau tidak mau, lakukan pekerjaan secara sempurna. Kalau masak ya yang enak, jangan asal-asalan saja. Dan dalam pekerjaan lain, juga lakukan seperti itu.

Kemudian, jika diberi sesuatu perlihatkanlah. Orang Jawa bilang ngetok-etokke, artinya diterima dengan rasa syukur dan senang hari lalu diperlihatkan. Misalnya suamimu memberimu cincin besi, maka terimalah dengan senang hati dan pakailah seolah itu cincin emas. Pakai untuk kondangan, atau jagong, sebagai tanda kalau engkau senang diberi sesuatu. Orang itu kalau sangat senang itu pasti pamer kemana-mana. Misalnya kita sering juga melihat orang memposting foto lagi di Mekkah atau Madinah. Mereka tak tahan untuk pamer karena sangking senangnya. Seperti itulah kira-kira.

Walau sebenarnya engkau mungkin kecewa tapi kalau dihadapan suami harus diperlihatkan rasa senang itu, syukur-syukur kalau sudah mencapai tingkat ikhlas sehingga apapun yang diberikan suami akan diterima dengan rasa senang yang benar-benar. Misalnya dalam kasus cincin besi tadi, walau hatimu masygul dan jengkel setengah mati, tetap pakailah. Jangan sampai kok malah bilang, “Wah apa ini cincin besi, berlian dong! Dasar suami miskin!” Yang seperti itu jangan lakukan. Cincin besi juga bagus kok, asal yang memakai sambil senyum gembira. Daripada cincin emas dipakai wanita yang mecucu bin mbesengut. Halah, preett!!

Marmane (makanya) sira (engkau) puniku (itu), ginawan (diberikan) dariji (jari) manis  (manis), dipun (harap di) manis (maniskan) netyanira (mukanya, wajahnya), yèn (kalau) ana (ada) karsaning (kehendak) laki (suami), apa (apa) maning (lagi) yèn (kalau) angucap (berucap), ing (dalam) wacana (percakapan) kudu (harus) manis (manis). Makanya engkau itu, diberikan jari manis, harap dimaniskan wajahnya, kalau ada kehendak suami, apa lagi dalam berucap, dalam percakapan harus manis.

Yang keempat, mengapa engkau diberi jari manis adalah agar sikapmu selalu manis kepada suami. Raut mukanya dan wajahnya yang manis agar suami tertarik hatinya, suka berdekatan dengan istrinya. Manis dalam sikap dan bicara, tidak menunjukkan kesan angker dan kecewa. Dengan sikap seperti itu suami akan sayang dan makin cinta, terkintil-kintil dan emoh pisah lama-lama. istri  yang selalu cerah wajahnya dan manis raut mukanya tak mungkin ditinggal karambol di gardu atau main bilyar. Pasti suami betah di rumah.

Aja (jangan) dhoso (kasar) amarêngut (merengut), nora (tidak) mêrakakên (menarik) ati (hati), ing (dalam) netya (raut muka) dipun (di) sumringah (yang gembira), sanadyan (walau) rêngu (kecewa) ing (di) batin (hati), yèn (kalau) ana (ada di) ngarsaning (depan) priya (suami), buwangên (buanglah) ajana (jangan ada) kari (yang tertinggal). Jangan kasar merengut, tidak menarik hati, dengan raut muka yang gembira, walau kecewa di hati, kalau ada di depan suami, buanglah jangan ada yang tertinggal.

Akan berbeda dengan suami yang istrinya mecucu sejak bangun tidur sampai ketiduran lagi. Percaya deh suamimu akan dongkol setengah mati. Dalam hati sebenarnya ingin menampar wajah angkermu itu. Tapi mungkin juga dia, daripada dongkol dan kecut, akan memilih mengambil jatah lembur. Uang lemburnya bukan untuk si angker di rumah. Paling dihabiskan di kedai kopi sambil cekakakan sama teman-temannya. Itulah lelaki terbaik yang istrinya angker, kalau si lelaki pekok bin tolol, sudah bisa ditebak dia lari kemana. Jangan anggap remeh yang seperti ini, wahai anak-anakku perempuan.

Lebih baik layani suami dengan raut muka gembira (sumringah), walau mungkin memendam kecewa tapi buanglah kekecewaan itu jauh-jauh. Dengan demikian engkau akan menerima imbal baik yang sepadan. Seoran suami yang baik takkan menyiakan istri yang sayang padanya. Jangan sungkan untuk mengungkap sayang dengan perhatian, wong orang berumah tangga itu memang untuk saling berkasih sayang kok!

Marmane (makanya) ginawan (diberikan) iku (itu), iya (iya) dariji (jari) jêjênthik (jenthik), dipun (di) athak aithikan (otak-atik), yèn (kalau) ana (ada) karsaning (kehendak) laki (suami), karêpe (kahendaknya) athak ithikan (diotak-atik, direkayasa), dèn (agar) tarampil (terampil) barang (sembarang) kardi (pekerjaan). Makanya diberikan itu, iya jari manis, agar diotak-atik, kalau ada kehendak dari suami, kehendaknya agar diotak-atik, agar trampil sembarang pekerjaan.

Makanya diberikan jari jentik adalah agar seorang istri terampil mengotak-atik, merekayasa, mereka-reka sesuatu agar manfaatnya maksimal. Maksud dari otak-atik adalah agar istri dapat merekayasa kehendak suami agar terlaksana dengan peralatan yang ada. Di maksimalkan fungsinya agar tujuannya tercapai tanpa harus mengadakan yang belum terjangkau. Hal ini biasanya berkaitan dengan urusan rumah tangga dan dapur. Misalnya jika suami ingin makan enak, tetapi tidak mempunyai bahan yang mewah, bagaimana reka-reka istri agar dapat menyajikan hidangan enak yang murah. Bisa dengan membuat menu baru, atau menciptakan resep bumbu yang maknyusss..

Istri yang terampil mengotak-atik keperluan rumah tangga akan menyelesaikan banyak masalah. Bisa keluar dari sekian problem yang diakibatkan persoalan klasik, kantong cekak. Berumah tangga memang butuh kreatifitas karena keperluan seorang yang berumah tangga banyak sekali. Apalagi kalau anak-anak sudah mulai tumbuh besar, semakin banyak persoalan perlu diselesaikan secara kreatif dan terampil.

Kalamun (kalau) ngladèni (melayani) kakung (suami), dèn (harap) kêbat (cepat) nanging (tetapi) dèn ririh (halus), aja (jangan) kêbat (cepat) garobyagan (berantakan, kocar-kacir), drêgêdrêgan (bertindak kasar) sarwi (dengan) cincing (menarik kain), apan iku (yang seperti itu) kêbat (cepat) nistha (nista), rada (agak) angoso (mendongkol) ing (dalam) batin (hati). Kalau melayani suami, harap cekatan tetapi halus, jangan cepat tapi berantakan,  bertindak kasar sambil menarik kain, yang seperti itu cepat nista, agak mendongkol di dalam hati.

Yang terakhir, ini bagian dari sikap terampil di atas, dalam melayani suami hendaklah cekatan. Cepat tapi tidak berantakan. Dalam menyiapkan keperluan tumah tangga kerjanya sistimatis dan tenang. Terpogram sehingga tidak kebingungan mana yang didahulukan dan diakhirkan. Jangan sampai cepat tapi malah garobyagan.

Garobyagan adalah sebutan untuk orang yang kerja cepat tapi sering menunjang-nunjang, kerja tidak sistimatis sehingga berantakan. Apalagi kalau cepatnya disertai buru-buru, bahkan sampai mengangkat kain segala (cincing). Wanita yang bekerja dengan cara seperti itu pasti dalam hatinya mendongkol dan mulutnya selalu ribut mengeluh. Wah saru, tak elok itu!

Cukup sekian anak-anak perempuanku. Ingat-ingatlah dan amalkanlah filosogi lima jari ini. Semoga kelak engkau berhasil menjadi wanita yang melakukan sesuatu dengan cara yang utama.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2019/04/22/kajian-darmaduhita-111-20-isyarat-jari-yang-lima/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...