Translate

Senin, 22 Juli 2024

Paribasan 21-30

 

Paribasan (21): Kêrig lampit

Arti harfiahnya adalah bersama-sama sampai tikar pun dibawa. Maknanya adalah berangkat bersama-sama sampai membawa semua peralatan mereka.

Sudah lama di Desa Mireng tidak digelar bioskop misbar (gerimis bubar). Itulah pertunjukkan yang murah meriah sekaligus menghibur. Zaman dahulu seringkali diputar bioskop misbar oleh Departemen Penerangan dan BKKBN dengan acara pokok penyuluhan Keluarga Berencana. Kemudian dilanjutkan acara pemutaran film sebagai hiburan. Tapi itu sudah lama sekali, sebelum reformasi.

Baru-baru ini Karang Taruna setempat bermaksud menggelar bioskop misbar di lapangan Mireng. Pokok acara adalah penyuluhan program lingkungan dengan tujuan agar warga tidak membuang sampah sembarangan, tidak meracun sungai dan tidak menyulut petasan di bulan Puasa. Acara kemudian dilanjutkan dengan pemutaran film berjudul: Dilan!

Wah masyarakat sangat antusias menyambut film yang dibintangi Iqbal Ramadhan itu. Waktu film diputar, di perkampungan tidak ditemukan satu orang pun. Mereka semua kerig lampit menuju ke lapangan Mireng untuk menonton.

Paribasan (22): Kêbo nusu gudèl

Arti harfiahnya adalah kerbau menyusu kepada gudel (anak kerbau). Maknanya adalah orang tua yang belajar atau bertanya kepada anaknya karena anaknya lebih tahu.

Pakdhe Sur adalah seorang pensiunan pegawai pemerintah. Beberapa bulan ini Pakdhe Sur kesulitan mengambil gaji pensiun. Semua itu terjadi karena uang pensiun sekarang ditransfer ke rekening di Bank. Dan untuk mengambil uang itu harus melalui ATM.

Berhubung Pakdhe Sur tidak paham teknologi zaman now, maka dia bingung.

Ketika anaknya, bernama Khusen, pulang Pakdhe Sur minta untuk diantar ke ATM.

“Shen nanti antar aku ke ATM ya? Sambil nanti ditunjukkan cara untuk mengambil uang lewat ATM. Ya gak papa kamu mengajari bapakmu. Ini ibaratnya kebo nusu gudel.”

Akhirnya Pakdhe Sur berangkat ke ATM bersama gudel, eh…..Khusen!

Paribasan (23): Kere munggah bale

Arti harfiahnya orang fakir naik ke bala-balai. Maksudnya orang yang kedudukannya rendah ikut menikmati fasilitas untuk orang terhormat.

Juragan Sutrim adalah seorang kontraktor kelas atas yang kaya raya. Walau demikian jangan dikira dia keturunan orang kaya. Bapaknya hanyalah seorang petani desa yang yutun. Maka tak aneh kalau dia tidak bisa melanjutkan sekolah alias DO. Namun berkat ketekunannya dia menjadi orang yang sukses. Seringkali dia terlihat duduk-duduk bersama pejabat setempat, mulai tingkat kecamatan sampai propinsi. Juga seringkali dia terlihat bersama tentara dan polisi. Karena pergaulan yang luas itu kekayaannya bertambah-tambah. Orderan datang dari berbagai kalangan.

Namun ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya. Dia merasa bukan keturunan bangsawan sehingga penghargaan orang padanya berkurang. Maka dia sering menyumbang atau memberi hadiah kepada pejabat agar dia diundang ke berbagai acara penting. Tapi karena dia kurang dalam tatakrama dan etika, tingkahnya seringkali mengundang cemooh dan tawa.

Salah seorang pembesar dari istana negara melihat Sutrim yang dirasa agak kurang dalam hal tatakrama dan sopan santun. Dia kemudian bertanya, “Siapa orang desa itu? Dan mengapa dia bisa ikut bergabung dengan para pejabat?”

“Dia orang desa kaya raya yang bisa menyumbang acara-acara kita tuan!”

Sang pejabat mengangguk-angguk, dan berkata, “Oh pantas, rupanya dia kere munggah bale!”

Paribasan (24): Ninggal bocah ana ing waton

Arti harfiahnya adalah meninggalkan anak kecil di atas batu. Maknanya sangat-sangat khawatir karena sebab meninggalkan sesuatu yang bisa berakibat bahaya.

Sodrun adalah seorang guru wiyata bakti yang masih ngontrak. Karena bujang Sodrun mengusir kesepian dengan bermain kartu di gardu ronda. Ada banyak orang-orang tua yang sering nongkrong di sana, berbagi cerita dan pengalaman hidup.

Suatu malam Sodrun bergadang sampai larut malam. Esoknya dia kesiangan. Padahal dia mengajar di jam pertama. Dia kelabakan. Sambil mandi dia memasak air di kompor gas. Ketika selesai mandi jam sudah hampir pukul 7. Sodrun langsung lari sambil memakai baju. Akhirnya sampai juga ke sekolah tepat waktu.

Di tengah waktu mengajar mendadak Sodrun ingat kalau belum mematikan kompor gas yang menyala. Dia begitu khawatir kalau-kalau kompor meledak karena airnya habis menguap.

Sepanjang mengajar dia sangat was-was, khawatir sesuatu akan terjadi. Perasaannya seperti seorang ibu yang: ninggal bocah ana ing waton.

Paribasan (25): Nututi layangan pêdhot

Arti harfiahnya adalah mengejar layangan putus. Maknanya melakukan usaha untuk menyelamatkan sesuatu tetapi malah memakan biaya yang lebih banyak dari nilai barang yang hendak diselamatkan.

Si Jamil meminjam kamera digital dari Kusno. Namun malang bagi si Jamil karena kamera itu tiba-tiba rusak. Karena khawatir dianggap tidak bertanggung jawab si Jamil membawa kamera itu ke bengkel.

Oleh si bengkel diberitahu kalau kamera itu model lama, jadi onderdilnya langka, mungkin agak mahal. Karena khawatir dianggap tak bertanggung jawab akhirnya dia menyanggupi. Setelah dibongkar ternyata ditemukan komponen selain yang dicurigai rusak tadi, sehingga ongkosnya semakin bertambah. Lagi-lagi karena tidak enak hati dengan si pemilik Jamil menyanggupi.

Akhirnya jadi juga kamera itu setelah menghabiskan uang yang bila dipakai untuk membeli versi terbaru dari kamera itu akan dapat tiga kamera.

Ah, tak apa! Kata si Jamil sambil menenteng kamera itu.

“Hitung-hitung nututi layangan pedhot,” katanya sambil cengar-cengir.

Paribasan (26): Kurung munggah lumbung

Kurung artinya sengkeran atau seorang yang dalam perlindungan. Lumbung adalah gudang makanan. Makna paribasan ini adalah pembantu yang diambil sebagai istri.

Kyai Jafar mempunyai seorang gadis pembantu yang masih kecil. Karena Nyai Jafar tidak mempunyai anak pembantu tadi amat disayang, dianggap sebagai anak sendiri. Nyai Jafar sangat perhatian kepada si pembantu, diberi pakaian bagus dan diperlakukan sebagai anak sendiri.

Namun Kyai Jafar ternyata punya pandangan lain. Melihat keakraban dua orang perempuan itu Kyai Jafar mempunyai rencana yang disimpan dalam hati. dia berharap kelak apabila sudah menginjak usia remaja gadis kecil itu akan diambil sebagai istri muda.

Akhirnya setelah usianya cukup Kyai Jafar mengutarakan kepada Nyai Jafar maksudnya itu. Tentu saja Nyai Jafar kaget bukan kepalang karen si gadis sudah dianggap sebagai anak sendiri. Namun karena Nyai Jafar adalah istri yang patuh pada suami akhirnya dia merelakan suaminya mengambil gadis itu sebagai istri muda. Posisi si gadis inilah yang disebut kurung munggah lumbung.

Paribasan (27): Sulung malêbu ing gêni

Arti harfiahnya adalah laron masuk ke dalam api. Maknanya adalah segerombolan besar orang yang bersama-sama binasa akibat masuk dalam daerah yang berbahaya.

Cao Yen adalah seorang tukang pandai besi. Kegiatan sehari-harinya adalah membuat pisau dari baja. Suatu ketika anggota geng kapak merah memesan sebuah pisau panjang. Setelah selesai Cao Yen menyerahkan pisau itu beserta tagian ongkosnya. Tak disangka anggota kapak merah itu marah-marah dan menempeleng Cao Yen. Merasa haknya tidak diberikan dan malah mendapat pukulan Cao Yen membalas. Akhirnya keduanya berkelahi dan Cao Yen dapat mengalahkan anggota kapak merah itu, kemudian memaksanya memberikan ongkos dan pulang.

Malam harinya desa Thru Cuk, tempat kediaman Cao Yen dikepung oleh anggota kapak merah. Kepala geng kapak merah, Bha Gong, mengultimatum agar Cao Yen menyerahkan diri dan meminta maaf. Tidak ada rekasi apapun dari rumah Cao Yen. Bha Gong marah dan mengobrak-abrik rumah Cao Yen serta menghajarnya beramai-ramai.

Cao Yen yang kesakitan berteriak nyaring meminta tolong. Para tetangga berdatangan. Tak disangka oleh kapak merah, ternyata desa Thru Cuk penuh dengan para pendekar Kung Fu. Tanpa dikomando spontan mereka balik menghajar anggota kapak merah hingga tak bersisa. Nasib mereka seperti sulung malebu ing geni, hancur binasa!

Paribasan (28): Alingan wêkasan ngaton

Arti harfiahnya adalah bersembunyi di balik tabir, akhirnya menampakkan diri. Maknanya adalah orang yang semula menutupi kejahatan tapi akhirnya tidak tahan untuk menutupi sehingga membongkar aibnya sendiri.

Ada seorang pemuda gagah yang sifatnya buruk, malas dan tidak suka bekerja keras. Pemuda tadi pekerjaannya hanya meminta-minta untuk menyambung hidupnya. Karena dianggap masih mampu bekerja banyak yang enggam memberi.

Suatu ketika dia meminta-minta di rumah seorang pasangan muda. Oleh tuan rumah dia tidak diberi. Wong masih muda gagah perkasa kok minta-minta, kata si tuan rumah. Pemuda tersebut sakit hatinya dan merencanakan kejahatan.

Malam harinya dengan memakai topeng si pemuda menggasak rumah pasangan muda tersebut. Namun karena baru saja dari tempat itu si tuan rumah merasa curiga dengan sosok yang merampok rumahnya. Dia kemudian melaporkan si pemuda bahwa dia dicurigai merampok tadi malam. Si pemuda mengelak dan mengeluarkan sumpah, bahwa bukan dia pelakunya.

Sebulan kemudian setelah keadaan reda si pemuda membual di gardu kalau dia itu seorang pemberani. Ketika orang-orang menyanggah dan minta bukti, dengan lantang dia mengatakan bahwa yang merampok rumah pasangan muda bulan lalu adalah dirinya. Serta merta kabar itu menyebar dan keesokan harinya polisi menangkapnya ketika dia masih mendengkur.

Apa yang dilakukan pemuda tadi adalah alingan wekasan ngaton.

Paribasan (29): Nguthik-uthik macan dhedhe

Arti harfiahnya adalah menjahili macan berjemur. Maknanya menganggu orang kuasa yang sebenarnya tidak ada urusan dengan kita.

Darmo Gandul adalah seorang preman tengik. Kerjaanya hanya ngompas dan malak pedagang di pasar dan di kios-kios pinggir jalan. Suatu ketika dia sedang meminta uang di warung swike bu Darmi, seperti kebiasaannya setiap hari.

“Uang kemanan bu!” Pinta Darmogandul.

Bu Darmi memberikan dengan enggan. Namun apa daya dia tak kuasa menolak preman galak itu.

Dengan pongah Darmogandul menyambar uang dari tangan Bu Darmi. Entah karena kesal melihat Bu Darmi memberi uang sambil mecucu atau memang niat cari gara-gara, di dekat pintu keluar dia menyepak kaki seorang pengunjung. Bu Darmi menyuruh Darmogandul segera pergi, khawatir ribut-ribut.

“Apa? Mau sekali lagi?” tantang Darmogandul sambil menyepak kaki pengunjung itu. Sebenarnya pengunjung itu cukup sabar dengan menghindar, tapi Darmogandul semakin nekat. Akhirnya si pengunjung marah besar. Dikeluarkan pistol dari balik jaketnya dan ditodongkan ke kepala Darmogandul.

“Kembalikan uang yang tadi ke Bu Darmi. Atau pecah kepalamu?”

Darmogandul tak berkutik. Ternyata pengunjung tadi adalah keponakan Bu Darmi yang baru datan dari kota. Sengaja menengok sang Bibi karena sudah lama tak bersua.

Kena batunya kau Darmogandul! Sudah enak-enak kok nguthik-uthik macan dhedhe.

Paribasan (30): Lêbak ilining banyu

Arti harfiahnya adalah tempat rendah akan dialiri air. Maknanya orang kecil akan ditimpakan kesalahan orang besar.

Pak Lurah Sentot sedang bersiap menerima kedatangan Pak Bupati yang akan mengunjungi potensi wisata di desa itu, yakni pemandian air panas Cideng. Setelah viral di medsos sebagai tempat wisata yang eksotis Pak Bupati ingin juga mandi di situ. Pak Lurah bersiap-siap menemani.

Umbul Cideng terletak di kaki Gunung Babu Angrem, keluar dari mata air di lereng gunung air kemudian mengalir ke sepanjang sungai Luk Ula. Berhubung hari ini Pak Bupati mandi di mata air maka pengunjung hanya boleh mandi di hilir, letaknya sedikit di bawah sendang mata air.

Bersamaan Pak Bupati mandi di sendang ada anak muda miskin yang juga mandi di bagian hilir, dibawah sendang. Rupanya Pak Bupati tidak suka ketenangannya diganggu. Pak Lurah tanggap dan menyuruh anak muda miskin itu pergi.

“Hai anak muda, engkau pergilah. Kau membuat air di kolam ini kotor karena ulahmu!”

Anak muda menjawab, “Bagaimana mungkin Pak Lurah, wong malah air dari tempat Pak Lurah itu yang mengalir ke tempat saya?”

“Mungkin saja, karena kau mandi di situ bau kudis tubuhmu itu membuat ikan-ikan di sini mati! Tahu tidak?”

Si anak muda bergegas keluar dari sungai sambil ngedumel, “Dasar orang kecil tempatnya salah. Ibarat lebak ilining banyu. Sial!”

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2019/04/23/paribasan-21-30-kerig-lampit/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...