Translate

Jumat, 26 Juli 2024

Serat Rama Yasadipura (2): Raden Ramabadra menang sayembara di Mantili

 Ada seorang raksasa yang bergelantungan di dahan pohon, namanya Tathakakya. Dia selalu merusak perkebunan para cantrik di pertapaan sang pendeta. Juga tak segan-segan membunuh siapapun yang dia temui. Dia salah satu dari pengikut Prabu Dasaswa. Kedua ksatria waspada. Sang Rama segera membidik si Tathakakya dengan busurnya. Anak panah meluncur tepat mengenai leher si Tathakakya. Seketika kepalanya putus. Tubuh Tathakakya rubuh seperti gunung runtuh. Bedebam menggetarkan bumi. Para cantrik bersorak kegirangan oleh sirnanya raksasa yang ganas itu. Semua isi gunung pun telah menderita dibuatnya. Walau hewan-hewan di hutan ikut menderita. Ayam hutan, kijang, banteng sampai gajah dan macan tidak leluasa mencari makan sehingga semua hewan di gunung kurus kering. Sekarang yang mereka takutkan telah sirna.

Setelah si raksasa sirna kedua ksatria diajak sang pendeta untuk bercengkerama di balai-balai.

Berkata sang pendeta, “Dengarkan anakku semua perkataanku. Engkau ini titisan Sang Hyang Wisnu yang diberi tugas menjaga keselamatan bumi. Tidak ada kesusahan bagimu. Mana ada orang yang hidup tanpa halangan, kecuali bagi mereka yang patuh kepada orang tua. Engkau telah menjaga para pendeta dan menghilangkan kesusahan mereka sehingga lestari dalam melakukan puja. Pahala bagi kalian sangatlah besar.”

Kedua ksatria kemudian turun ke belakang padepokan. Ada seorang raksasa besar bernama Marica datang bersama pasukannya. Kedatangannya menimbulkan angin ribut karena besarnya pasukan yang dia bawa. Ribuan raksasa mengepung padepokan seperti kumpulan mendung. Kedua ksatria waspada. Raden Leksmana menarik busur dan tak lama ribuan anak panah melesat dari busurnya. Seketika bangkai para raksasa berjatuhan ke tanah. Sisa raksasa yang hidup merangsek maju. Raden Leksmana waspada. Busur sudah meregang. Amukan raksasa dihadapi dengan ribuan anak panah. Berjatuhan tubuh dan kepala raksasa seperti hujan. Raksasa Marica melihat prajuritnya mati berjatuhan, seketika marah.

Berkata Marica, “Hai ksatria, dari mana asalmu? Mengapa engkau menghalangi jalan kami? Sungguh engkau tak tahu diri.”

Leksmana menjawab, “Hai raksasa. Ketahuilah, kami putra Prabu Dasarata. Makhluk Tuhan yang ditugaskan menjaga keselamatan bumi dari para laknat sepertimu.”

Raden Ramabadra segera menarik busurnya. Anak panah melesat menghujam ke tubuh Marica. Seketika tubuh Marica terpental seperti kapuk, jatuh ke tempat yang jauh di pantai. Raksasa andalan Prabu Dasamuka dari Alengka semua telah tewas, hanya tinggal Marica sendiri yang hidup. Para dewata di langit ikut mengumandangkan nama Rama-Leksmana dan memberi ucapan selamat kepadanya.

Sepulang menghancurkan pasukan raksasa kedua pangeran mendapat sambutan hangat dari para pendeta. Para pendeta memberi harapan yang membesarkan hati.

Berkata para pendeta, “Kalian berdua sungguh perwira. Raja-raja di Lokapala tak ada yang seperti kalian. Seolah kahyangan Lokendra kalah berwibawa dengan kalian. Kalian berdua seolah Hyang Siwah yang turun dari kahyangan.”

Begitu para pendeta larut dalam sukacita dan rasa kagum kepada kedua pangeran.

Para pendeta kembali berkata, “Ketahuilah pangeran. Ada sayembara mengangkat busur di negeri Mantili. Kami sarankan kalian berdua ikut sayembara itu. Barangsiapa bisa mengangkat dan menarik busur pusaka negeri Mantili akan diangkat sebagai menantu raja Mantili. Putri cantik Dewi Sinta yang akan menjadi jodohnya. Sang Raja Mantili sudah bertitah siapapun tanpa pandang bulu yang kuat mengangkat dan menarik busur pusaka pemberian Hyang Girinata akan dinikahkan dengan sang putri. Kalian pasti kuat mengikuti sayembara itu. Putri Prabu Janaka dari Mantili sungguh putri cantik jelita. Para bidadari di kahyangan pun kalah bersinar dibanding dengannya. Kami doakan kalian menang sayembara itu.”

Kedua pangeran menghaturkan sembah kepada para pendeta. Para cantrik pun bersorak memberi dukungan. Kedua pangeran segera berangkat memenuhi saran para pendeta. Singkat cerita keduanya sudah sampai di Mantilidirja.

Pada hari itu di Mantilidirja sedang berlangsung sayembara mengangkat busur pusaka kerajaan. Sang Prabu Janaka tampil di hadapan para punggawa. Para putri ikut serta. Tak ketinggalan busur pusaka sudah tersedia di hadapan para tamu dari berbagai negeri. Para raja dan putra raja berduyun-duyun mengikuti sayembara, berharap bisa pulang memboyong Dewi Sinta yang jelita. Namun tak satupun para raja dan putra raja yang mampu mengangkat dan menarik busur pusaka negeri Mantili. Ketika Raden Ramabadra dan Leksama datang para tamu kaget mengira Bathara Kamajaya dan Hyang Asmara turun menyaksikan sayembara. Setelah ditanya ternyata ksatria yang baru turun gunung untuk ikut sayembara. Busur pusaka segera diberikan. Raden Ramabadra menerima busur itu lalu menarik benangnya. Busur panah meregang dan berderit, tanda telah terpenuhi sayembara itu.

Sang putra Dasarata lalu dipanggil menghadap Prabu Janaka. Ketika ternyata sang ksatria adalah putra Raja Dasarata dari Ayodya, Prabu Janaka sangat bersukacita. Prabu Janaka segera mengirim utusan ke Ayodya untuk mengundang Prabu Dasarata.

“Kanda Prabu Dasarata, putra paduka telah mengikuti sayembara di negeri Mantili dan menang. Sekarang putra paduka berhak untuk menikahi putri saya Dewi Sinta. Kanda Prabu Dasarata datanglah segera ke negeri Mantili untuk menyaksikan pernikahan putra paduka,” demikian surat Prabu Janaka kepada Prabu Dasarata.

Prabu Dasarata kaget membaca surat dari negeri Mantili. Dengan bergegas Prabu Dasarata menyiapkan pasukan. Tidak menunggu lama pasukan Prabu Dasarata berangkat menuju negeri Mantili. Dengan naik gajah Prabu Dasarata diiringi ribuan prajurit dari Ayodya. Singkat cerita Prabu Dasarata sudah sampai di negeri Mantili. Prabu Janaka menyambut dengan hangat sang calon besan di luar kota Mantilidirja.

“Kedatangan paduka layaknya Hyang Endra yang mengunjungi Mantili. Putra paduka Sang Ramabadra sungguh seorang perwira. Tidak ada para raja dan ksatria yang sanggup mengangkat dan meregang busur pusaka Mantili, tetapi putra paduka dengan mudah melakukannya,” kata Prabu Janaka menyambut sang calon besan.

Prabu Dasarata lalu dipersilakan masuk ke istana dan menuju tempat jamuan. Para punggawa sibuk menyiapkan gelaran pernikahan antara dua kerajaan besar. Kehebohan di negeri Mantili sampai terdengar di kahyangan Bathara Endra, membuat gerah para bidadari dan dewata.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/14/serat-rama-yasadipura-2-raden-ramabadra-menang-sayembara-di-mantili/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...