Translate

Jumat, 26 Juli 2024

Serat Walisana (4):

 Riwayat Raden Satmata

Alkisah ada dua orang maulana bersaudara kelahiran tanah Arab. Yang tua bernama Maulana Maghribi, seorang ahli bertapa yang keras pertapaannya. Adapun yang muda bernama Maulana Garibi. Kedua maulana tersebut adalah putra Syekh Maulana Ishaq. Terhitung sebagai adik dari Khalifah Kusen. Kedua kakak-beradik tersebut mendengar berita bahwa kakak-kakak mereka telah berada di Jawa. Mereka sepakat untuk menyusul dan membantu para kakak. Dengan menumpang kapal yang berlayar ke Jawa mereka berangkat segera. Tempat yang mereka tuju pertama kali adalah Ampeldenta.

Kangjeng Sunan Ampel menerima kedua saudaranya tersebut dengan tangan terbuka. Beberapa lama kedua bersaudara tersebut menetap di Ampeldenta. Kangjeng Sunan Ampel kemudian mencarikan jodoh untuk kedua maulana muda tersebut. Maulana Maghribi dijodohkan dengan putri Arya Teja di Tuban yang bernama Retna Marakis. Adapun Maulana Garibi dijodohkan dengan anak Gajah Maudara yang bernama Ni Ken Sudara. Kedua pasangan pengantin menjalani kehidupan rumah tangga mereka dengan saling cinta kasih, tanpa suatu halangan apapun. Setelah keduanya berumah tangga, Kangjeng Sunan menempatkan mereka sebagai imam di wilayah Banten.

Di Banten banyak orang berhasil mereka bimbing memeluk Islam. Berbondong-bondong penduduk Banten tergerak hatinya untuk mengikuti agama Nabi. Namun Maulana Maghribi merasa tidak kerasan tinggal di Banten. Dia kemudian pergi meninggalkan Banten dan menetap di negeri Cempa. Adapun sang adik Maulana Garibi tetap lestari tinggal di Banten.

Ada seorang lagi maulana yang datang ke Jawa,  namanya Sayid Zen. Dia adalah putra dari Sayid Es. Sayid Zen mendengar berita bahwa sang ayah telah diambil putra oleh seorang raja di tanah Jawa dan diangkat menjadi imam agung di Demak. Namanya kini dikenal dengan nama Syekh Suta Maharaja. Belum jelas benar berita tersebut, maka Sayid Zen bermaksud membuktikan ke tanah Jawa. Tempat yang pertama dituju adalah Ampeldenta. Oleh Kangjeng Sunan Ampel kedatangan Sayid Zen disambut dengan baik. Setelah beberapa lama kemudian Sayid Zen ditempatkan sebagai imam di Cirebon, Brebes, Pajajaran dan Karawang sekaligus.

Sayid Zen tidak menolak saran Sunan Ampel, lalu segera melaksanakan tugas sebagai imam. Sayid Zen  kemudian menetap di sebuah tempat bernama gunung Jati. Tak perlu waktu lama Sayid Zen berhasil mengajarkan agama Rasul kepada penduduk di kawasan tersebut. Maka oleh penduduk sekitar kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Sementara itu imam di wilayah Semarang dan sekitarnya, Sang Syekh Waliul Islam telah menikahkan putra-putranya. Putra tertua kemudian ditugaskan menjadi imam di Pekalongan, namanya Syekh Kalkum. Adiknya diperintahkan menjadi imam di Kendal, namanya Syekh Abdullah. Lalu ada lagi seorang putra bernama Syekh Abdurahman, ditempatkan sebagai imam di Kaliwungu.

 Ada lagi seorang dari tanah Arab yang masih saudara sepupu dengan Maulana Maghribi, namanya Syekh Jamhur Alim. Ketika itu dia datang ke tanah Jawa, yang dituju  adalah Ampeldenta. Oleh Sunan Ampel dia diterima dengan baik dan dinikahkan dengan putri adipati Pajarakan yang bernama Rara Sampursari. Oleh Sunan Ampel kemudian ditugaskan menjadi imam di Pajarakan. Berkat pengajaran Syekh Jamhur penduduk Pajarakan banyak yang memeluk agama Islam. Beberapa waktu kemudian Syekh Jamhur menikah lagi dengan seorang wanita dari Kebon Candi.

Ganti cerita, janda Nyai Samboja di Gresik yang dulu merawat anak angkatnya Raden Satmata sekarang sudah meninggal dunia. Karena tidak mempunyai putra semua harta miliknya diwarisi Raden Satmata. Karena Raden Satmata belum cukup umur pengelolaan harta dilakukan oleh keluarga Juragan Samboja. Mereka dengan amanah menunaikan tugas. Dalam merawat Raden Satmata mereka tak kurang memberikan kasih sayang, tak beda dengan yang dilakukan Juragan Samboja ketika hidupnya dulu.

Pada suatu hari Raden Satmata sedang berjalan-jalan sendirian tanpa pengiring di tepi pantai sambil melihat-lihat kapal yang bersandar. Ada sebuah kapal milik seorang nakoda yang sedang berdagang, berlayar dari tanah lain negeri hendak pulang ke Benang. Mereka sedang mampir di pelabuhan Tandes, sebuah pelabuhan di wilayah Gresik. Ki Juragan kapal melihat ada seorang pemuda tanpan yang berjalan sendirian di pantai. Ki Juragan mendekatinya dan bertanya anak siapakah dia, mengapa berjalan sendirian tanpa teman, terlihat seperti sedang bersedih.

Raden Satmata menjawab bahwa dirinya tak lagi punya bapak ibu. Ki Juragan merasa kasihan, dan karena sudah terkesan oleh penampilan si bocah, seketika ditanya bagaimana kalau diangkat putra. Maksud hati Ki Juragan ingin berbuat kebaikan dengan menolong anak yatim. Siapa tahu menjadi jalan kemuliaan bagi hidupnya kelak. Raden Satmata ketika mendengar pertanyaan Ki Juragan tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan. Dengan segera Ki Juragan menaikkannya ke kapal dan membawanya pulang ke Benang.

Pada suatu malam ketika Raden Satmata sedang tidur di dalam sebuah ruang terlihat ruang itu bercahaya. Ki Juragan ketika melihat sangat heran. Dirinya menduga bahwa si pemuda tadi mempunyai darah orang mulia. Hal itu membuat Ki Juragan semakin mengasihi putra angkatnya itu. Di siang malam Ki Juragan lalu mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. Tidak lama kemudian Ki Juragan jatuh sakit dan menjemput ajal. Kematian Kio Juragan mendapat anugerah husnul khatimah karena kesabaran dan kerelaannya ketika berada di dunia. Karena tak punya anak semua harta miliknya diserahkan kepada Raden Satmata. Karena Raden Satmata sudah menjelang dewasa maka kemudian belajar mengelola harta tersebut dengan melakukan perdagangan. Mula-mula belajar dagang dengan menjual rotan dan sejenisnya. Tempat yang pertama dituju adalah Bali. Dengan naik kapal Raden Satmata membawa dagangannya berlayar ke Bali.

Di Bali Raden Satmana menurunkan dagangannya. Tak berapa lama daganganya laris manis. Tiga kapal rotan dan sejenisnya telah habis. Untung besar dia dapatkan. Uang emas sebanyak satu perahu penuh membuatnya tertegun, tak mengira akan mendapat anugerah yang begitu banyak. Namun cobaan segera datang, banyak peminta-minta berdatangan. Para fakir miskin mengalir seperti air meminta tolong. Dasar memang watak Raden Satmata yang murah hati dan suka menolong, semua yang datang diberi bantuan.

Raden Satmata berkata, “Wahai saudaraku semua. Jangan saling berebut dalam menerima anugerah Tuhan. Aku hanyalah sekedar menjadi lantaran datangnya rezeki yang kalian terima. Engkau sendirilah yang mendapatkan keberuntungan. Karena semua ini adalah milik Tuhan. Hanya saja kita harus bisa menjaga diri dengan berusaha di alam dunia, mencari pekerjaan apapun sebagai sarana mencari rezeki. Bekerja itulah perbuatan utama, sama mulianya dengan beribadah. Asalkan jujur tidak menipu. Allah sungguh Maha Pemurah dan selalu menjaga para hambaNya.”

Setelah mereka diberi nasihat lalu diberi modal untuk berdagang. Para fakir miskin keheranan dengan kedermawanan Raden Satmata. Semua merasa sangat berterima kasih dan mendoakan Raden Satmata.

Ada seseorang yang berdoa, “Duh Allah Yang Maha Besar, kelak berikan kemuliaan bagi anak muda ini.”

Ada lagi yang berkata, “Orang yang bisa memberi jalan terang pasti kelak akan mendapat ilmu yang sempurna, menjadi penerang bagi sesama.”

Ada pula yang berkata, “Orang yang penuh kasih juga akan kelimpahan kasih sayang dari sesama. Semoga tercapai apa yang diinginkan. Semoga hidup selamat sejahteta menjadi pengayoman bagi orang lain.”

Raden Satmata mengamini doa para fakir miskin dan kemudian ganti mendoakan kebaikan untuk mereka. Orang yang datang semakin banyak dan semua yang meminta tak ditolak. Uang satu perahu akhirnya habis tak bersisa. Raden Satmata kemudian berniat pulang.

Tukang perahu berkata, “Duhai Raden, bagaimana kehendak Anda dalam berdagang? Orang berdagang pasti mengharapkan laba, tetapi yang kita dapatkan telah habis tanpa bekas. Uang tiada kita tinggal ngemut jempol. Perahu ini hanya mondar-mandir tanpa hasil. Sudah bersusah payah mengitari dunia, sengsara tanpa hasil.”

Raden Satmata menjawab, “Hai saudara, terimalah saja. Ini cobaan dari Allah SWT. Allah bersifat muridan, maha berkehendak. Juga bersifat sama dan bashar, Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

Juru kapal berkata, “Benar, tetapi kalau belum paham terlihat seperti sebuah kesombongan.”

Raden Satmata berkata lagi, “Wahai juru kapal, ayo kita buktikan tanda bahwa Tuhan Maha Melihat. Sekarang carilah apa saja yang terlihat, pasti akan menjadi sebab.”

Maka mereka berdua mencari bebatuan di pinggir samudera, seketika batu itu menjadi emas dan permata. Juru kapal tak mampu berkata-kata, hanya terdiam menunduk karena sangat heran. Sekarang dia menurut sekehendak Raden Satmata karena sudah mendapat bukti yang nyata.

Raden Satmata berkata, “Kalau engkau sudah menurut apa kehendakku sekarang aku hendak mencari muatan supaya kapal kita tidak kosong. Ayo carilah batu, kerikil dan daun-daun ikatlah lalu naikkan ke kapal. Agar kapal terlihat berisi. Si Juru kapal tidak menolak, entah keanehan apa yang akan terjadi nanti. Apakah kelak ketika sampai di rumah tidak menjadi bahan tertawaan. Berangkat dagang membawa rotan, lalu pulang membawa sampah.

Setelah kapal penuh dengan kerikil dan sampah daun, Raden Satmata berkata, “Jangan tanggung, kapal yang lain isilah sekalian.”

Raden Satmata menyuruh kapal yang lain diisi dengan pasir.

Ki Juru kapal berkata, “Banyak-banyak untuk apa? Membuat capek badan saja. Apakah akan dipakai urug?”

Raden Satmata berkata, “Watak orang mau kesulitan akan menemui kenyamanan pada akhirnya.”

Ki Juru kapal segera melaksanakan perintah, karena karamah Raden Satmata dia tidak merasa kecapaian. Sementara itu para bawahan Ki Juru kapal semua tidak mau melakukan. Hanya ada seorang saja yang patuh, namanya Barussyamsu. Karena dia sudah melihat kesaktian Raden Satmata maka segala perintahnya dilakukan.

Setelah kapal penuh mereka segera berlayar kembali ke Benang. Perjalanan mereka lancar dan tak lama sudah sampai di Benang. Ki Juru kapal mendahului turun. Barussyamsu masih tertidur di atas kapal. Ketika bangun dia kaget karena kapal penuh dengan barang dagangan. Pasir yang berada di atas kapal telah menjadi beras putih. Kerikil-kerikil menjadi butiran kopi. Ikatan daun-daun telah menjadi kain halus beraneka motof, ada motif bajulngosek, beraswutah, puspalembong, cindelimar dan palangi. Adapun satu kapal yang berisi bebatuan telah menjadi emas batangan, sedang batu-batu yang kecil telah menjadi batu akik mirah nila widuri. Barussyamsu yang baru bangung hanya bisa tergetun melihatnya.

Berkata Raden Satmata, “Barussyamsu, itulah balasan dari Tuhan atas perbuatan baik kita. Ayo lihatlah semuanya.”

Barussyamsu buru-buru menghambur mencium kaki Raden Satmata. Sangat takut dan hormat kepada anak muda yang mulia itu. Dalam hati berpikir pasit kelak si anak muda ini akan menjadi waliyullah, guru yang menjadi panutan sesama.

Sementara itu Ki Juru kapal yang telah turun duluan bertemu dengan para keluarga awak kapal semua. Dia mengabarkan bahwa Raden Satmata sudah pulang dari berlayar tanpa membawa apa-apa. Hasil berdagang rotan dahulu telah menjadi uang semuanya, tetapi oleh Raden telah diberikan kepada fakir miskin. Raden Satmata selalu berbagi uang kepada yang datang sehingga uang satu kapal habis tak bersisa. Sekarang untuk menyamarkan agar tidak terlihat kosong, kapal diisi dengan pasir dan sampah. Sungguh juragan seperti Raden Satmata tidak patut diikuti oleh orang banyak. Mereka yang mendengar tak percaya lalu ingin membuktikan sendiri ke pelabuhan. Mereka langsung masuk ke kapal untuk melihat. Namun si Juru kapal kaget bukan kepalang melihat kapal telah berisi harta benda yang sangat mahal. Orang-orang lalu sungkem kepada Raden Satmata karena merasa bahwa Raden Satmata pastilah orang yang punya kelebihan.

Raden Satmata berkata, “Sekarang aku hendak berlayar lagi. Jangan diberitakan peristiwa ini. Sekarang aku bagi kalian barang-barang ini. Kalian sekedar menerima saja apa yang aku bagi. Semua kain halus dan permata serta emas menjadi milik Barussyamsu, karena hanya dialah yang telah bersusah payah memuat ke kapal. Adapun barang selain itu seperti kopi dan beras bagilah merata di antara kalian.”

Semua orang telah menerima bagian masing-masing. Mereka sangat berterima kasih atas kebaikan Raden Satmata. Setelah semua selesai Raden Satmata minta pamit akan berkelana. Semua orang berusaha mencegah kepergian Raden Satmata.

Berkata Raden Satmata, “Jangan khawatir, sungguh aku kelak akan kembali ke Benang.”

Baru setelah itu semua orang merelakan kepergian Raden Satmata. Adapun Barussyamsu setelah kaya raya kemudian menjadi nakoda. Semua orang ikut bekerja padanya. Hidupnya kemudian sejahtera tak kurang satu apapun.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/04/06/serat-walisana-4-riwayat-raden-satmata/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...