A. Pengantar
Aksara Jawa merupakan aksara yang digunakan untuk
menuliskan buah pikiran orang Jawa. Menurut cerita rakyat yang berkembang, aksara
tersebut muncul berkaitan
dengan cerita Ajisaka. Dalam
cerita itu, Ajisaka membuat dua puluh huruf setelah kematian dua abdinya, yaitu
Dora dan Sembada, akibat melaksanakan perintahnya. Itu adalah kemunculan aksara
Jawa menurut legenda.
Namun, sebenarnya aksara Jawa tercipta dari proses
yang panjang. Aksara tersebut merupakan adaptasi huruf dari Pallawa dari India.
Di India, aksara Pallawa biasa digunakan untuk menulis bahasa Sansekerta. Oleh
karena itu, sistem fonem dalam aksara Pallawa mengikuti sistem fonem bahasa
Sansekerta. Misalnya, dalam bahasa Sansekerta dikenal konsonan ṇ, kh, dh, th, ph, gh, bh, ṣ, dan ś. Di samping itu, dalam bahasa
tersebut juga dikenal vokal panjang, juga vokal ḷ dan ṛ.
Fonem-fonem tersebut tidak terdapat dalam bahasa Jawa.
Saat aksara Pallawa sampai di Jawa, lambang-lambang
fonem tersebut masih digunakan. Aksara tersebut digunakan untuk menulis bahasa
Jawa dan berevolusi menjadi aksara Jawa. Akan tetapi, tidak ada kaidah
yang baku dalam
penulisannya sehingga suatu kata
pada satu teks dapat berbeda penulisannya dalam teks lain. Misalnya, dalam satu
naskah ditemukan kata pana sedangkan
di naskah lainnya ditulis ponna,
padahal kata yang dimaksudkan sama.
Pada tahun 1926 diselenggarakan sarasehan di Sriwedari, Surakarta. Dalam pertemuan
tersebut dihasilkan peraturan
tentang tata cara penulisan aksara
Jawa. Selain tata cara penulisan kata, huruf-huruf yang tidak
terdapat dalam fonem bahasa Jawa diakomodasi menjadi aksara murda. Aksara tersebut digunakan untuk
menulis nama-nama orang yang dihormati. Itulah alasannya mengapa tidak semua
aksara Jawa memiliki murda. Demikian
pula, ḷ dan ṛ yang dalam bahasa Sansekerta merupakan vokal, dalam bahasa Jawa tidak ada. Kedua huruf tersebut
diakomodasi menjadi bunyi le dan re. Itu juga menjadi
alasan le dan re memiliki aksara sendiri,
tidak diberi pepet seperti aksara lainnya.
Dalam aksara Pallawa juga berlaku sastra laku, yaitu jika satu konsonan
mati di akhir suatu kata bertemu dengan kata yang diawali vokal, konsonan mati
tersebut menjadi hidup bersambung dengan kata berikutnya. Itulah sebabnya aksara swara tidak memiliki pasangan.
Setelah
pertemuan Sriwedari, sastra laku tidak
diberlakukan. Konsonan mati yang bertemu dengan aksara swara maka diberi pangku.
Hal lain yang dihadapi pada saat pertemuan
Sriwedari adalah bertemunya bahasa Jawa dengan bahasa-bahasa asing, yaitu bahasa
Arab dan bahasa
Belanda. Ada beberapa
fonem dari bahasa-bahasa
tersebut yang tidak terdapat dalam aksara Jawa. Oleh karena itu, dibuat
beberapa aksara rekan untuk
menuliskan fonem-fonem yang tidak ada tersebut.
Demikianlah, selain membakukan tata cara penulisan
aksara Jawa, Peraturan
Sriwedari juga mengakomodasi beberapa aksara agar tidak hilang.
Pembuatan peraturan tersebut disesuaikan dengan situasi kebahasaan saat itu.
Selain itu, peraturan dibuat dengan pengetahuan linguistik yang berkembang pada
saat itu.
Peraturan Sriwedari telah dibuat hampir
satu abad yang lalu. Sepanjang
waktu itu, tentu telah terjadi kemajuan-kemajuan dalam bidang linguistik. Selain itu, bahasa Jawa juga semakin
berkembang. Sebagai bagian bahasa dunia, terjadi juga persinggungan dengan
Bahasa-bahasa lain, misalnya bahasa Indonesia dan Inggris. Peraturan Sriwedari
dirasa kurang memadai. Apalagi Peraturan Sriwedari dibuat berdasarkan bahasa
Jawa di Surakarta dan sekitarnya. Adanya dialek-dialek, misalnya Banyumas dan
Tegal, tidak diakomodasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi terhadap
peraturan tersebut.
Namun, dalam buku ini selanjutnya tidak akan dibahas
sejauh itu. Permasalahan yang ditemui di masyarakat pada saat ini adalah kurang dikenalnya aksara
Jawa. Sekarang ini sedikit
sekali orang yang dapat membaca aksara Jawa. Hal itu terutama jika dibandingkan
dengan jumlah populasi orang Jawa. Permasalahan yang lain adalah kurangnya
waktu pembelajaran aksara Jawa di sekolah. Dengan demikian, banyak guru yang
kesulitan memahamkan aksara Jawa kepada siswa-siswanya. Perlu metode untuk
memudahkan pembelajaran aksara Jawa. Oleh karena itu, selain mengenalkan aksara
Jawa, dalam buku ini juga ditawarkan beberapa contoh pengajarannya.
Tujuan buku ini adalah pengenalan aksara Jawa pada
tingkat menengah yang telah memuat materi tentang aksara murda, aksara swara,
aksara rekan, dan angka. Oleh karena
itu, dalam buku ini materi-materi tersebut dibahas meskipun tidak secara
mendalam. Selain kaidah penulisan, dalam buku ini juga dimuat contoh strategi
pengenalan aksara Jawa kepada siswa.
B. Materi
1.
Aksara Lêgêna
Aksara Jawa Lêgêna adalah aksara murni yang belum mendapatkan penanda bunyi vokal wulu (i), suku (u), taling (é/è), pêpêt (ê), dan taling tarung (o). Aksara Jawa Lêgêna
berjumlah 20 buah, seperti berikut.
ꦲ |
ꦤ |
ꦕ |
ꦫ |
ꦏ |
ꦢ |
ꦠ |
ꦱ |
ꦮ |
ꦭ |
ꦥ |
ꦣ |
ꦗ |
ꦪ |
ꦚ |
ꦩ |
ꦒ |
ꦧ |
ꦛ |
ꦔ |
Penulisan
aksara Jawa bersifat silabis, sehingga berbeda dengan penulisan huruf latin.
Contoh:
ꦲꦤ |
ꦫꦗ |
ꦕꦫ |
ꦭꦮ |
ꦩꦠ |
ꦥꦢ |
ꦥꦣ |
ꦫꦏ |
ꦫꦒ |
ꦫꦤ |
ꦫꦢ |
ꦏꦫ |
ꦤꦮꦭ |
ꦧꦛꦫ |
ꦕꦫꦏ |
ꦥꦮꦤ |
2. Sandhangan Swara
Vokal dalam aksara Jawa terdiri dari vokal a, i, u, é/è,
ê, dan o. Adapun bentuk tulisan vokal dalam
Aksara Jawa disebut
dengan sandhangan swara. Khusus
vokal a sudah melekat langsung pada aksaranya
yang bersifat silabis.
Sementara itu, vokal i, u, é/è, ê, dan
o mempunyai bentuk tersendiri. Berikut ini penjelasannya.
a. Wulu (---- ),
Sandhangan
swara ini
untuk bunyi vokal [i].
iki |
siwi |
ꦲ ꦏ |
ꦱ
ꦮ |
b. Suku (---- )
Sandhangan
swara ini
untuk bunyi vokal [u].
tuku |
sunu |
ꦠ ꦏ |
ꦱ
ꦤ |
c.
Taling (ꦺ---)
Sandhangan swara ini untuk bunyi vokal [é/è].
kéné |
mènèk |
ꦺꦏꦺꦤ |
ꦺꦩꦺꦤꦏ꧀ |
d. Pêpêt (--- )
Sandhangan
swara ini
untuk bunyi vokal [ê].
kêmbên |
sênêng |
ꦏ
ꦩꦧ ꦤ꧀ |
ꦱ ꦤꦁ |
e.
Taling tarung (
ꦺ--- )
Sandhangan swara ini untuk bunyi vokal [o].
loro |
toko |
ꦺꦭ ꦺꦫ |
ꦺꦠ ꦺꦏ |
3. Sandhangan
Panyigêg Wanda
Sandhangan ini terdiri dari empat macam, yaitu wignyan, layar, cêcak, dan pangkon. Fungsinya adalah untuk
menghilangkan bunyi vokal dari suku kata konsonan. Wignyan, layar, dan cêcak, penggunaannya khusus untuk
menggantikan fungsi pangkon untuk
mematikan vokal dari aksara ꦲ,ꦫ, dan ꦔ.
Berikut ini
penjelasannya.
a. Wignyan (--- )
Wignyan digunakan untuk mematikan bunyi aksara ha menjadi h.
Penggunaan
wigyan dapat di tengah kata atau di akhir kata.
cahya |
rahmat |
omah |
lêmah |
ꦕ ꦪ |
ꦫ ꦩꦠ꧀ |
ꦺꦲ ꦩ |
ꦊꦩ |
b.
Layar (---
)
Layar digunakan untuk
mematikan bunyi aksara ra menjadi r. Penggunaan
layar dapat di tengah kata atau di akhir kata.
sarta |
kêrtas |
bubur |
mabur |
ꦱ
ꦠ |
ꦏꦂꦠꦱ꧀ |
ꦧ ꦧ |
ꦩꦧ |
c. Cêcak (--- )
Cêcak digunakan untuk mematikan
bunyi aksara nga menjadi ng. Penggunaan
cêcak dapat di tengah kata atau di akhir kata.
manggon |
bangku |
pucung |
mulang |
ꦩ ꦺꦒ ꦤ꧀ |
ꦧ ꦏ |
ꦥ ꦕ |
ꦩ ꦭ |
d.
Pangkon (---꧀)
Sandhangan pangkon digunakan untuk meluluhkan
bunyi vokal pada aksara
legena (na, ka, da, ta, sa, la, pa,
ja, ma, ga, ba, menjadi konsonan n, k, d, t, s, l, p, j, m, g, dan b).
Penggunaan pangkon biasanya di akhir
kata, kalimat atau kata-kata tertentu.
takon |
mènèk |
sagêd |
ꦠꦺꦏ ꦤ꧀ |
ꦺꦩꦺꦤꦏ꧀ |
ꦱꦒ ꦢ꧀ |
Sandhangan pangkon juga berfungsi sebagai tanda
koma pengganti pada lingsa dalam
sebuah kalimat.
Bapak, ibu,
lan eyang dhahar soto. |
꧋ꦧꦥꦏ꧀ ꦲ ꦧ ꧈ꦭꦺꦤꦺꦪ ꦣꦲ ꦺꦱ ꦺꦠ ꧉ |
Sandhangan pangkon juga berfungsi sebagai tanda
titik di akhir kalimat dengan ditambah pada
lingsa.
Wingi aku
tuku buku karo sêtip. |
꧋ꦮ ꦔ ꦲꦏ
ꦠ ꦏ ꦧ ꦏ ꦏꦺꦫ
ꦱ ꦠ ꦥ꧀꧈ |
4. Pasangan
Pasangan adalah
bentuk aksara yang tidak dapat berdiri sendiri. Kegunaannya untuk menghilangan bunyi vokal pada aksara yang direkati,
sedangkan bunyi vokal pada pasangan itu
sendiri tidak hilang. Wujudnya diuraikan di bawah ini.
a.
|
mangan
rujak |
botên rosa |
ꦩꦔꦤꦫꦸꦗꦏ꧀ |
ꦺꦧ
ꦠ ꦺꦤꦫ ꦱ |
|
dipun-godha |
dipun-gigah |
ꦢ ꦥ ꦺꦤ ꦒ ꦣ |
ꦢ ꦥ ꦤ ꦒꦒ |
|
sapit yuyu |
adol yoyo |
ꦱꦥ ꦠꦪꦸꦪ |
ꦲꦺꦢ ꦺꦭꦪ ꦺꦪ |
|
botên
ngêbut |
sajak ngoso |
ꦺꦧ ꦠ ꦤꦔ ꦧ ꦠ꧀ |
ꦱꦗꦺꦏꦔ
ꦺꦱ |
b.
|
dipunukir |
pojok omah |
ꦢ ꦥ ꦤꦺ ꦏꦂ |
ꦺꦥ ꦺꦗ ꦺꦏꦺ ꦩ |
|
botên siyos |
dipunsoga |
ꦺꦧ ꦠ ꦤꦱ ꦺꦪ ꦱ꧀ |
ꦢ ꦥ ꦺꦤꦱ ꦒ |
|
sanès karé |
mangan
kupat |
ꦱꦺꦤꦱꦏꦺꦫ |
ꦩꦔꦤ ꦏꦸꦥꦠ꧀ |
c.
|
sanès karé |
mangan
kupat |
ꦱꦺꦤꦱꦏꦺꦫ |
ꦩꦔꦤ ꦏꦸꦥꦠ꧀ |
|
tumbas
témpé |
sampun
tobat |
ꦠ ꦩꦧꦺꦱꦠꦺꦩꦺ |
ꦱꦩꦺ ꦺꦤꦠ ꦧꦠ꧀ |
|
dipunlotré |
iwak lélé |
ꦢ ꦥ ꦺꦤꦭ ꦺ ꦠꦺ |
ꦲ ꦮꦺꦏꦭꦺꦭ |
d. Kaki depan dan belakang hilang
1)
|
nyundhul
bal |
mangan
dhobêl |
ꦚ ꦤꦝꦸꦭꦧꦭ꧀ |
ꦩꦔꦺꦤꦝ ꦧ ꦭ꧀ |
2)
|
dipunthuthuk |
dipunthothok |
ꦢ
ꦥ ꦤꦛꦸꦛ ꦏ꧀ |
ꦢ
ꦥ ꦺꦤꦛ ꦺꦛ ꦏ꧀ |
e.
|
botên nurut |
makani
pitik |
ꦺꦧ ꦠ ꦤꦤꦫ ꦠ꧀ |
ꦩꦏꦤꦤ ꦥ ꦠ
ꦏ꧀ |
|
dipuncobi |
jangan cémé |
ꦢ ꦥ ꦺꦤꦕ ꦧ |
ꦗꦔꦺꦤꦕꦺꦩ |
|
gêndéra
putih |
udan dêrês |
ꦒ ꦺꦤꦢꦫꦥ ꦠ |
ꦲ ꦢꦤꦢ ꦉꦱ꧀ |
|
nggodhog wédang |
arêp wêruh |
ꦲ ꦺꦒ ꦺꦣ ꦺꦒꦮꦢ (ꦺꦔ ꦒ ꦺꦣ ꦺꦒꦮꦢ ) |
ꦲꦉꦥꦮ ꦫ |
|
dipunjotos |
arta panjêr |
ꦢ
ꦥ ꦺꦤꦗ ꦺꦠ ꦱ꧀ |
ꦲ ꦠꦥꦚꦗꦂ |
|
sawêg
nyêrat |
botên nyéwa |
sagêd
nyopir |
ꦱꦮ ꦒꦚꦫꦠ꧀ |
ꦺꦧ
ꦠ ꦺꦤꦚꦮ |
ꦱꦒ ꦺꦢꦚ ꦥꦂ |
|
anak molah |
arêp mêtu |
ꦲꦤꦺꦏꦩ
ꦭ |
ꦲꦉꦥꦩ ꦠ |
|
kaya jambé |
dipunbêsut |
taman bocah |
ꦏꦪꦗꦺꦩꦧ |
ꦢ
ꦥ ꦤꦧ ꦱ ꦠ꧀ |
ꦠꦩꦺꦤꦧ ꦕ |
f. Letak pasangan dalam penulisan
1) Di samping kanan, pasangan: ha, sa, pa.
2) Di bawah
yaitu pasangan: na, ca, ra, ka, da, ta, wa, la, dha, ja, ya, nya, ma, ga, bat, ha, nga
5. Sandhangan wyanjana
a. Bentuk
Terdapat
tiga sandhangan wyanjana, yaitu:
cakra, kêrêt,
dan péngkal.
Ketiganya ditulis dengan cara
dilekatkan di belakang huruf.
Cakra: --- |
prahara |
kaprah |
ꦥꦿꦲꦫ |
ꦏ ꦥꦿ |
|
Kêrêt: --- |
krêtêg |
katrêm |
ꦏ
ꦠ ꦒ꧀ |
ꦏꦠ ꦩ꧀ |
|
Péngkal: ---- : |
kyai |
mangkya |
ꦏ ꦲ |
ꦩ
ꦏ |
b. Fungsi
Sebagaimana contoh di atas, sandhangan
wyanjana berfungsi menyelipkan
semivokal r dan
y untuk membentuk gugus konsonan. Cakra menyelipkan
semivokal r, kêrêt untuk menyelipkan semivokal rê, dan péngkal untuk menyelipkan semivokal y.
6. Panjingan
dan gembung
Selain
r dan y, ada dua semivokal lain, yaitu l dan w. Jika pembentukan gugus konsonan
untuk r dan y dengan sandhangan,
pembentukan gugus konsonan l dan w dilakukan dengan memanfaatkan pasangan. Sebagai pembentuk gugus konsonan, kedua aksara itu disebut panjingan. Panjingan wa juga sering
disebut gembung. Kedua panjingan
tersebut ditempatkan di bawah aksara yang
direkati.
Panjingan
la ---- ꦭ |
klapa |
kêplak |
ꦏꦭꦥ |
ꦏ ꦥꦭꦏ꧀ |
|
Gembung (wa) ----ꦮ |
kwali |
cakwé |
ꦏꦮꦭ |
ꦕꦺꦏꦮ |
7.
Aturan khusus
Sub-aturan khusus ini diperuntukkan bagi penulisan kata yang perlu lebih
dicermati. Aturan khusus ini terdiri dari:
a.
Aksara ꦕ (rê) dan ꦊ (lê)
Penulisan rê dan lê dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1) rê dan
lê yang berfungsi bukan sebagai pasangan
rê: ꦕ |
ꦢ ꦤꦉꦺꦧ |
dina rêbo |
lê: ꦊ |
ꦠ ꦏ ꦊꦔ |
tuku lênga |
2) rê dan
lê yang berfungsi sebagai pasangan.
rê: ---ꦉ |
ꦺꦱꦱ ꦏꦉꦺꦧ |
sésuk rêbo |
lê: ----ꦭ |
ꦏ ꦭꦏꦭ ꦔ |
kulak lênga |
b. Pasangan ꦏ (ka), ꦠ (ta), dan ꦭ (la)
Pasangan ka (-
- -ꦏ),
ta (- - -ꦠ) dan la (- - -ꦭ) yang berwujud potongan dari huruf
aslinya dan terletak di bawah
huruf yang dipasangi,
jika mendapatkan suku, cakra,
cakra kêrêt maupun péngkal, maka wujud pasangan tadi kembali ke dalam bentuk utuhnya
atau aslinya terlebih dahulu baru kemudian di-suku, di-cakra, di-cakra kêrêt maupun di-péngkal.
natap kursi |
kulak tulup |
dalan lurus |
adus kramas |
ꦤꦠ
ꦥ ꦱ
|
ꦏ ꦭꦏꦭꦠꦸ ꦥ꧀ |
ꦢꦭ ꦤ
ꦭꦸꦫ ꦱ꧀ |
ꦲꦢ ꦱ ꦏꦿꦩꦱ꧀ |
kulak trasi |
natap
krêndha |
nyandhak
srêbèt |
ꦏ
ꦭ ꦏꦠꦿꦱ |
ꦤꦠꦥ ꦏꦽꦤꦝ |
ꦚꦤꦝꦏꦱ
ꦺꦧꦠ꧀ |
c. Taling tarung palsu
Istilah
dan penggunaan taling tarung palsu ini
muncul di Pedoman Ejaan Penulisan Sriwedari. Taling tarung ini muncul atau
ditulis ketika sebuah kata terdiri dari 2 atau lebih suku kata yang tidak mendapatkan akhiran, di mana suku kata pertama
tertutup nasal (n, m, ng, dan ny) bervokal a, diikuti suku kata terbuka
bervokal a jêjêg (vokal a yang
diucapkan seperti bunyi o dalam kata pokok).
kandha |
kanca |
sanja |
ꦺꦏ ꦤꦝ |
ꦺꦏ ꦚꦕ |
ꦺꦱ ꦚꦗ |
pancawara |
tamba |
bangsa |
ꦺꦥ ꦚꦕꦮꦫ |
ꦺꦠ ꦩꦧ |
ꦺꦧ ꦱ |
Jika
kata-kata tersebut mendapatkan akhiran -é,
-ipun, -aké, -akên, -mu, -ku, - ne, dan -an maka akan berubah bunyi dan tulisannya. Taling tarung palsu
tersebut
hilang, dan berubah bunyi menjadi a
miring (seperti bunyi a pada kata
saya atau kembali ke bunyi lêgêna ).
kandhané |
kandhakaké |
kancanipun |
sanjanipun |
ꦏꦤꦝꦺꦤ |
ꦏꦤꦝꦏꦺꦺꦏ |
ꦏꦚꦕꦤ ꦥ ꦤ꧀ |
ꦱꦚꦗꦤ ꦥ ꦤ꧀ |
d. Dwipurwa
Dwipurwa adalah kata yang mengalami
perulangan di depan kata. Dwipurwa ditulis sesuai
dengan bunyi suku kata depan dari kata dasarnya, tetapi
jika dibaca, bunyi dwipurwa
akan mengarah ke bunyi ê dan a.
bubuka |
tutuku |
kakancan |
gaganda |
ꦧ
ꦧ ꦏ |
ꦠ ꦠ ꦏ |
ꦏꦏꦚꦕꦤ꧀ |
ꦒꦺꦒ
ꦤꦢ |
e.
Pasangan ꦕ (ca) dan ꦗ (ja)
Menurut Pedoman Penulisan
Ejaan Sriwedari, pasangan ca dan ja tidak boleh
berada di bawah aksara
na dalam satu kata. Jika terjadi demikian maka aksara na
berubah menjadi aksara
nya.
Latin |
Ditulis |
mancing |
ꦩꦚꦕꦁ |
manjing |
ꦩꦚꦗꦁ |
kanca |
ꦺꦏ ꦚꦕ |
sanja |
ꦺꦱ ꦚꦗ |
8. Têmbung Andhahan
Têmbung andhahan dalam
Bahasa Indonesia adalah kata jadian, yaitu kata yang telah mengalami proses
morfologi, yaitu afiksasi dan reduplikasi. Dalam Bahasa Jawa seperti halnya
dalam bahasa Indonesia, mengenal empat macam afiks atau imbuhan, yaitu
awalan, sisipan, akhiran dan gabungan (konfiks). Penambahan imbuhan dalam
suatu kata kadang-kadang berpengaruh pada bentuk maupun bunyi kata itu. Untuk
lebih jelasnya berikut ini dijelaskan satu per satu:
a. Awalan
1) Anu-swara (nasal)
|
Jika awal suku kata tidak luluh,
misalnya:
Awalan |
Dasar |
Latin |
Ditulis |
Tidak boleh |
(a)N- |
dadar |
andadar |
ꦲꦤꦢꦢ
|
ꦢꦢ |
(a)N- |
jêkêtêt |
anjêkêtêt |
ꦲꦚꦗ ꦏ ꦠ ꦠ꧀ |
ꦗ ꦏ ꦠ ꦠ꧀ |
(a)N- |
dhêdhêr |
andhêdhêr |
ꦲꦤꦝ ꦣꦂ |
ꦣ ꦣꦂ |
(a)N- |
githing |
anggithing |
ꦲ
ꦒ ꦛꦁ |
ꦒ ꦛꦁ |
(a)N- |
buwang |
ambuwang |
ꦲꦩꦧꦸꦮ |
ꦧ ꦮ |
Dalam perkembangannya jika tidak
menyulitkan bisa ditulis:
ndadar |
njêkêtêt |
ndhêdhêr |
nggithing |
mbuwang |
ꦤꦢꦢ |
ꦚꦗ ꦏ ꦠ ꦠ꧀ |
ꦤꦝ ꦣꦂ |
ꦔ ꦒꦛꦁ |
ꦩꦧꦸꦮ |
2)
Têmbung tanduk
Kata aktif (tembung tanduk) yang awal kata dasarnya luluh oleh awalan nasal,
jika mendapat awalan (pa), awal kata aktif itu tidak dirangkap.
Awalan |
Dasar |
Latin |
Ditulis |
Tidak ditulis |
pa(N)- |
sêmbah |
panêmbah |
ꦥꦤ ꦩꦧ |
ꦥꦤꦤ ꦩꦧ |
pa(N)- |
cêkêl |
panyêkêl |
ꦥꦚ
ꦏ ꦭ꧀ |
ꦥꦤꦚ ꦏ ꦭ꧀ |
3)
Bawa ka- atau kata
yang berawalan ka-, jika awalan
tersebut tidak luluh dengan awalan kata dasarnya, maka awalan ka- harus dipepet.
Awalan |
Dasar |
Latin |
Ditulis |
ka- |
dadak |
kêdadak |
ꦏ ꦢꦢꦏ꧀ |
4) Kata dasar yang berawal a-, jika mendapatkan awalan pi- dan pri-, maka awal -a
pada kata dasar tersebut tidak
berubah.
Awalan |
Dasar |
Latin |
Ditulis |
pi- |
angkuh |
piangkuh |
ꦥ
ꦲ ꦏ |
pi- |
awon |
piawon |
ꦥ ꦲꦺꦮ ꦤ꧀ |
pi- |
ala |
piala |
ꦥ
ꦲꦭ |
Pengecualian: ada yang berubah:
Awalan |
Dasar |
Latin |
Ditulis |
pi- |
agem |
piyagêm |
ꦥ ꦪꦒ ꦩ꧀ |
pri- |
angga |
priyangga |
ꦥꦿ ꦪ ꦒ꧈ ꦥꦿ ꦺꦪ ꦒ |
b. Sêsêlan (Sisipan)
1)
Sêsêlan ra dan la.
Sêsêlan ra dan la ditulis menurut
proses pembentukannya.
Dasar |
Sisipan |
Latin |
Ditulis |
Hanya boleh jika
diperlukan |
Pentul |
-r(a)- |
prêntul |
ꦥ ꦤ ꦠꦸꦭ꧀ |
ꦥꦉꦤ ꦠꦸꦭ꧀ |
Jerit |
-l(a)- |
jlêrit |
ꦗꦭ ꦫ ꦠ꧀ |
ꦗꦊꦫ ꦠ꧀ |
gêrêng |
-l(a) |
glêrêng |
ꦒꦭ ꦉ |
ꦒꦊꦉ |
2) Seselan na
Sisipan na ditulis
tanpa hadirnya pasangan na.
Dasar |
Sisipan |
Latin |
Ditulis |
payung |
-(i)n- |
pinayungan |
ꦥ
ꦤꦪ ꦔꦤ꧀ |
c. Panambang (akhiran)
1)
Akhiran ꦲ jika menempel pada kata dasar
berakhiran suku kata tertutup, maka akhiran ꦲ itu akan berubah menjadi
konsonan mati yang terdapat pada akhir kata dasar tertutup tersebut.
Kata dasar |
Akhiran |
Latin |
Ditulis |
awan |
-a |
awana |
ꦲꦮꦤꦤ |
watak |
-é |
wataké |
ꦮꦠꦺꦏꦏ |
udan |
-a |
udana |
ꦲ ꦢꦤꦤ |
garing |
-a |
garinga |
ꦒꦫꦁꦔ |
nanggap |
-i |
nanggapi |
ꦤ ꦒꦥꦺ |
gêgêm |
-ên |
gêgêmên |
ꦒ ꦒ ꦩꦩ ꦤ꧀ |
rahab |
-ana |
rahabana |
ꦫꦲꦧꦧꦤ |
2)
|
3)
Akhiran ꦲ akan berubah menjadi ya jika bergabung dengan suku kata
terakhir terbuka berbunyi wulu (-i )
atau taling (-e). Demikian
pula jika suku kata akhir tadi
|
Pengecualian:
Dasar |
Akhiran |
Latin |
Ditulis |
Tidak
ditulis |
priyayi |
-a |
priyayia |
ꦥꦿ ꦪꦪ ꦲ |
ꦥꦿ ꦪꦪ ꦪ |
kapriyé |
-a |
kapriyéa |
ꦏ ꦥꦿ ꦺꦪꦲ |
ꦏ ꦥꦿ ꦺꦪꦪ |
4)
Akhiran ꦲ berubah menjadi ꦮ, jika bergabung dengan suku kata terakhir terbuka dengan
vokal u (suku) atau o (taling tarung), demikian pula selain
kata
|
Pengecualian:
Dasar |
Akhiran |
Latin |
Ditulis |
Tidak ditulis |
(N)tawu |
-a |
nawua |
ꦤꦮ ꦲ |
ꦤꦮ ꦮ |
(N)cuwo |
-a |
cuwoa |
ꦕ ꦺꦮ ꦲ |
ꦕ ꦺꦮ ꦮ |
5) Akhiran ꦺꦲ
|
6) Akhiran -ꦲ
|
7) Akhiran -ꦲꦤ꧀
a)
Jika bergabung dengan suku kata terbuka di belakang kata bervokal
u (suku)
|
|
b)
Ada sebagian kata dengan suku kata terakhirnya
mendapatkan wignyan tetapi
pembentukannya berbeda dengan bagian di depan.
Awalan |
Dasar |
Akhiran |
Ditulis |
ka- |
wêruh/karuh |
-an |
ꦏꦫ ꦮꦤ꧀ |
- |
kalih |
-an |
ꦏꦭ ꦪꦤ꧀ |
- |
palih |
-an |
ꦥꦭ ꦪꦤ꧀ |
c)
Kata-kata karuwan,
kaliyan, dan paliyan apabila
mendapatkan akhiran -e, sandhangan
wignyannya kadang-kadang kembali lagi.
karuwan |
-é |
ꦏꦫ ꦲꦺꦤꦤ |
paliyan |
-é |
ꦥꦭ
ꦲꦺꦤꦤ |
8) Akhiran -ꦲ ꦤ꧀
|
9) Akhiran -ꦲꦤ
Akhiran
-ꦲꦤ jika bergabung
dengan suku kata terbuka di akhir, akan mendapatkan pertolongan akhiran -ꦲꦤ꧀ terlebih dahulu.
Dasar |
Bantuan |
Akhiran |
Latin |
Ditulis |
aba |
-an |
-ana |
abanana |
ꦲꦧꦤꦤꦤ |
tali |
-an |
-ana |
talènana |
ꦠꦺꦭꦤꦤꦤ |
pepe |
-an |
-ana |
pèpènana |
ꦺꦥꦺꦥꦤꦤꦤ |
laku |
-an |
-ana |
lakonnana |
ꦭꦺꦏ ꦤꦤꦤ |
gadho |
-an |
-ana |
gadhonana |
ꦒꦺꦣ ꦤꦤꦤ |
10) Akhiran -ꦲꦺꦏ.
a)
Jika
akhiran -ꦲꦺꦏ bergabung dengan suku kata terakhir terbuka, suku kata tadi dijadikan menjadi
suku kata tertutup
terlebih dahulu menjadi
-k, maka
akhiran akan tetap -ꦲꦺꦏ. Apabila pada suku kata
terakhir tadi berupa vokal i (wulu),
akan berubah menjadi
è (taling), dan jika berupa
vokal u (suku), akan menjadi o (taling tarung).
Awalan |
Dasar |
Bantuan |
Akhiran |
Ditulis |
(N)- |
tapa |
-k |
-aké |
ꦤꦥꦏꦺꦺꦏ |
(N)- |
lali |
-k |
-aké |
ꦲ ꦭꦺꦭꦏꦺꦺꦏ (ꦔꦭꦺꦭꦏꦺꦺꦏ) |
(N)- |
gêdhé |
-k |
-aké |
ꦲ ꦒ ꦺꦣꦏꦺꦺꦏ ( ꦔ
ꦒꦺꦣꦏꦺꦺꦏ) |
(N)- |
aju |
-k |
-aké |
ꦔꦺꦗ ꦏꦺꦺꦏ |
b)
Kata yang berakhiran suku kata tertutup
n, apabila mendapatkan akhiran
-
|
11) Akhiran -ꦤ
Akhiran
-ꦤ apabila bergabung dengan suku kata terakhir tertutup,
tidak akan berubah.
Dasar |
Akhiran |
Ditulis |
Jika ada
keperluan boleh ditulis |
golèk |
-na |
ꦺꦒ ꦺꦭꦏꦤ |
ꦺꦒ
ꦺꦭꦏꦺ ꦤ |
12) Akhiran -ꦲ ꦥ ꦤ꧀
|
9.
Tanda Baca/Têtêngêr
Tanda baca yang saat ini lazim digunakan untuk penulisan Aksara Jawa di
antaranya:
a.
Adêg-adêg (꧋---)
Fungsinya: (1) sebagai
penanda awal paragraf;
(2) sebagai penanda
awal
kalimat jika hanya terdiri atas
satu kalimat; dan (3) mengawali judul wacana.
b.
Pada lingsa (---꧈---)
Fungsinya sebagai tanda
koma ( , ) pada tulisan latin.
Pada akhir kata yang
ditutup pangkon, fungsi ini sudah digantikan
oleh pangkon tersebut tanpa harus
menambahkan pada lingsa.
c.
Pada lungsi (---꧉ )
Fungsinya sebagai tanda titik ( . ) pada
tulisan latin. Pada kata yang diakhiri
dengan pangkon, fungsi ini digantikan pangkon tersebut dengan menambahkan pada lingsa.
Contoh:
Pasinaon
basa Jawa ing dintên Sêlasa, Rêbo, lan Sêtu. |
꧋ꦥꦱ ꦤꦺꦲ ꦤꦧꦱꦗꦮꦲꦁꦢ ꦤꦠ ꦤꦱ ꦭꦱ꧈ꦉꦺꦧ ꧈ ꦭꦤꦱ ꦠ ꧉ |
Bocah-bocah
dina iki sinau nyêmak, maca, ngétung, lan nulis. |
꧋ꦺꦧ ꦕ ꦺꦧ ꦕ ꦢ ꦤꦲ ꦏ ꦱ ꦤꦲ ꦚ ꦩꦏ꧀ ꦩꦕ꧈ ꦺꦔꦠ ꧈
ꦭꦤꦤꦭ ꦱ꧀꧈ |
10. Aksara Murda
Aksara murda hanya digunakan untuk penghormatan,
misalnya pada penulisan nama diri atau tempat. Cara penulisannya cukup satu
aksara murda dalam satu kata, yaitu pada aksara pertama. Jika aksara pertama
tidak memiliki aksara murda, digantikan aksara belakangnya, jika tidak ada,
belakangnya lagi, demikian seterusnya. Dalam penulisan kalimat, aksara murda
tidak boleh menjadi aksara konsonan mati (sigeg).
Dari 20 aksara legena, hanya
tujuh aksara yang memiliki aksara murda yaitu:
Aksara latin |
Aksara murda |
na |
ꦟ |
ka |
ꦑ |
ta |
ꦡ |
sa |
ꦯ |
pa |
ꦦ |
ga |
ꦓ |
ba |
ꦨ |
a. Digunakan untuk penulisan
nama diri dan gelar
Aksara rekan |
Latin |
Ditulis |
ꦟ |
Nur Hidayat |
ꦟ ꦲ ꦢꦪꦠ꧀ |
ꦑ |
Kanjeng Gusti
Mangkunagara |
ꦑꦚꦗꦁꦓ ꦱꦠ ꦩ ꦑ ꦤꦒꦫ |
ꦡ |
Tutik
Handayani |
ꦡ ꦠ
ꦏꦺꦤꦢꦪꦤ |
ꦯ |
Sumini |
ꦯ ꦩ ꦤ |
ꦦ |
Pangeran
Dipanegara |
ꦦꦺꦔꦫꦤꦢ ꦦꦤ ꦒꦫ |
ꦓ |
Kanjeng Gusti
Mangkunagara |
ꦑꦚꦗꦁꦓ ꦱꦠ ꦩ ꦑ ꦤꦒꦫ |
ꦨ |
Prabu
Brawijaya |
ꦦꦿꦧ ꦨꦿꦮ ꦗꦪ |
b.
Digunakan untuk penulisan nama tempat / papan panggonan
Aksara murda |
Latin |
Ditulis |
ꦑ |
Kediri |
ꦑ ꦣ ꦫ |
ꦯ |
Semarang |
ꦯ ꦩꦫ |
ꦓ |
Gondhang |
ꦺꦓ ꦤꦝ |
ꦦ |
Kutha Pati |
ꦑ ꦛꦦꦛ |
ꦟ |
Nurwegia |
ꦟ ꦺꦮꦒ ꦪ |
ꦨ |
Bandung |
ꦨꦤꦝꦸ |
ꦡ |
Turki |
ꦡ ꦏ |
c. Penulisan Pasangan Murda
Aksara
murda |
Latin |
Ditulis |
ꦑ |
Raden
Kartamarma |
ꦫꦺꦢꦤꦑ ꦠꦩ ꦩ |
ꦡ |
Raden Tetuka |
ꦫꦺꦢꦤꦡ ꦠ ꦏ |
ꦓ |
Raden
Gandamana |
ꦫꦺꦢꦺꦤ ꦺ ꦤꦢꦩꦤ |
ꦦ |
Pangeran
Pakuningrat |
ꦦꦺꦔꦫꦤꦦꦏ ꦤꦁꦫꦠ꧀ |
ꦟ |
Raden Nakula |
ꦫꦺꦢ ꦤ ꦟꦏ ꦭ |
ꦨ |
Raden
Bratasena |
ꦫꦺꦢ ꦤꦨꦿꦠꦺꦱꦤ |
ꦯ |
Bapak Semar |
ꦧꦥꦏꦯ ꦩ |
11. Aksara Swara
Aksara swara digunakan untuk menulis
huruf vokal pada kata asing atau serapan dari
bahasa asing. Aksara swara tidak dapat menjadi aksara
pasangan. Jumlah aksara swara ada lima, yaitu:
Aksara Swara |
Latin |
Kata |
Ditulis |
ꦄ |
a |
algoritma |
ꦄꦺꦭꦒ ꦫ ꦠꦩ |
ꦆ |
i |
imunitas |
ꦆꦩ ꦤ ꦠꦱ꧀ |
ꦌ |
é |
ékosistêm |
ꦌꦺꦏ ꦱ ꦱꦠ ꦩ꧀ |
è |
èlêmèn |
ꦌꦊꦺꦩꦤ꧀ |
|
ꦈ |
u |
umat |
ꦈꦩꦠ꧀ |
ꦎ |
o |
obèsitas |
ꦎꦺꦧꦱ ꦠꦱ꧀ |
Contoh pemakaian
dalam rangkaian kata:
Kata-Kata |
Ditulis |
sinau algoritma |
ꦱ ꦤꦲ ꦄꦺꦭꦒ ꦫ ꦠꦩ |
sistêm imunitas |
ꦱ ꦱꦠ
ꦩ꧀ ꦆꦩ ꦤ ꦠꦱ꧀ |
papan
ékosistêm |
ꦥꦥꦤ꧀
ꦌꦺꦏ ꦱ ꦱꦠ ꦩ꧀ |
sabên
èlêmèn |
ꦱꦧ ꦤ꧀
ꦌꦊꦺꦩꦤ꧀ |
mimpin umat |
ꦩ ꦩꦺ ꦤ꧀ ꦈꦩꦠ꧀ |
bocah obèsitas |
ꦺꦧ ꦕ ꦎꦺꦧꦱ ꦠꦱ꧀ |
Untuk mengakomodasi penulisan suku pertama kata asing atau serapan atau
nama diri yang diawali dengan vokal [ê] maka bisa digunakan aksara: ꦄ , misalnya untuk
penulisan nama diri ‘Êndang Mulyana’ (nama diri dari Sunda): ꦄ ꦤꦝ ꦩ ꦭꦪꦤ.
12.
Aksara Rekan
Aksara rekan adalah aksara bentukan baru di luar aksara legena yang
berjumlah 20. Fungsi aksara rekan adalah untuk menuliskan konsonan
dalam kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak ditemukan dalam sistem
abjad aksara Jawa, namun telah menjadi milik masyarakat Jawa.
Aksara rekan dibentuk
dari aksara legena yang dibubuhi
tanda tiga buah cecak di atasnya.
Aksara rekan pada mulanya ada 5,
yaitu:
Huruf Latin |
Aksara Rekan |
Kha |
ꦏ꦳ |
Dza |
ꦢ꦳ |
Fa |
ꦥ꦳ |
Za |
ꦗ꦳ |
Gha |
ꦒ꦳ |
Contoh penggunaan aksara rekan sebagai berikut:
Huruf Latin |
Aksara Rekan |
Latin |
Ditulis |
Kha |
ꦏ꦳ |
Khabar |
ꦏ꦳ꦧ |
Dza |
ꦢ꦳ |
Dzuhur |
ꦢ ꦳ꦲ |
Fa |
ꦥ꦳ |
Fatimah |
ꦥ꦳ꦠ ꦩ |
Za |
ꦗ꦳ |
Zakat |
ꦗ꦳ꦏꦠ꧀ |
Gha |
ꦒ꦳ |
Ghaib |
ꦒ꦳ꦆꦧ꧀ |
Seiring dengan kebutuhan dan produktivitas kata yang
mengandung huruf v dalam komunikasi
bahasa Jawa, maka ada gagasan mutakhir untuk membedakan v dari f dalam aksara rekan, yaitu dengan menggunakan aksara
wa diberi cecak tiga.
Aksara Rekan |
Huruf Latin |
Aksara Jawa |
Huruf Latin |
ꦮ꦳ |
va |
ꦮꦶꦠꦩ ꦤ꧀ |
Vitamin |
ꦥ꦳ |
fa |
ꦥ꦳ꦭꦱꦥ꦳
|
falsafah |
Gagasan membedakan aksara v dan f tersebut
ada yang sudah menggunakan dan ada
yang belum, sehingga
jika kedua huruf
tersebut tidak dibedakan
tidak menjadi masalah. Semula aksara rekan tidak memiliki pasangan, tetapi
ada pendapat yang mengatakan aksara rekan memiliki pasangan. Oleh karena itu dalam
penulisan boleh menjadi
pasangan ataupun tidak. Jika menjadi pasangan, cara meletakkan cecak tiga pada
pasangan bervariasi tergantung
letak dan bentuk pasangannya.
Huruf Latin |
Aksara dan Pasangannya |
Kha |
ꦏꦏ꦳꦳ |
Dza |
ꦢꦢ꦳
꦳ |
Fa |
ꦥ꦳ꦺ꦳ |
Za |
ꦗꦗ꦳ ꦳ |
Gha |
ꦒ꦳ꦒ |
Va |
ꦮꦮ꦳꦳ |
Demikian pula untuk aksara q, ada yang menyarankan penggunaan aksara ka
Sasak
(ꦐ) sehingga penulisan kata Al-Quran
menjadi lebih akurat: ꦄꦭꦐꦸ ꦄꦤ꧀.
Saran ini memang tergolong baru, sehingga
mungkin belum ada dalam teks tertulis sampai saat ini.
Apabila aksara rekan itu mendapat
sandhangan wulu, layar,
dan cecak, maka ketiga tanda cecak itu
harus dituliskan bergeser
ke kiri atau ke depan,
sedangkan pepet,
tiga cecak diletakkan di tengah pepet.
Contoh penulisannya adalah sebagai berikut:
Huruf Latin |
Penulisan |
Khitan |
ꦏꦶꦠꦤ꧀ |
Dzikir |
ꦢꦶꦏꦂ |
Farmasi |
ꦥꦂꦩꦱ
|
Zina |
ꦗꦶꦤ |
Ghibah |
ꦒꦶꦧ |
Vitamin |
ꦮꦶꦠꦩ ꦤ꧀ |
13. Angka Jawa
Aksara Jawa juga memiliki angka
Jawa seperti halnya di dalam aksara Latin. Penulisan angka Jawa harus diapit pada
pangkat atau di sebelah kanan dan kiri penulisan angka Jawa. Penulisan angka
Jawa dengan pada pangkat ini
untuk menghindari supaya angka Jawa tidak dibaca seperti aksara Jawa. Hal ini
dikarenakan bentuk tulisan angka Jawa mirip
dengan aksara Jawa.
Pemanfaatan penulisan angka Jawa
sebagai berikut.
a.
Angka dipakai untuk
menuliskan lambang bilangan
atau nomor. Penulisan angka Jawa sebagai berikut.
1: ꦒ 2: ꧒ 3: ꧓ 4: ꧔ 5: ꧕ 6: ꧖ 7: ꧗ 8: ꧘ 9: ꧙ 10: ꧐
b.
Angka dipakai untuk menyatakan (i) ukuran panjang,
berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
ꦢꦮꦺꦤ꧇꧕꧗꧇ꦺꦩꦠ
Dawane 57 meter
ꦠꦩ ꦱ
ꦫꦮ ꦲꦤ꧇꧒꧖꧇
Tamu sing rawuh ana 26
ꦺꦧ ꦺꦧ ꦠꦏꦸ꧇꧖꧘꧇ꦏ ꦺꦭ ꦒꦺꦩ꧀
Bobotku 68 kilogram
ꦺꦲꦺꦩꦧ ꦲ ꦏ ꦲꦺꦩ ꦠ꧀꧇꧑꧕꧇ꦏ ꦺꦭ
Ember iki amot 15 kilo
ꦲꦩꦧꦺꦤ꧇꧓꧔꧇ꦺꦩꦠ
ꦥꦂꦱ ꦒ
Ambane 34 meter persegi
c.
Angka dipakai untuk menuliskan nomor jalan, rumah,
kode pos, dan nomor telepon pada alamat.
ꦯꦪ ꦜꦤ ꦏꦸꦺꦭ ꦤ꧀꧇꧖꧇ꦩꦭ ꧇꧖꧕꧔꧑꧒꧓꧇꧈ꦺꦠꦺꦭ
ꦺꦥ ꦤ꧀꧇꧕꧗꧑꧔꧖꧇
Sayangan Kulon 6, Malang 654123,
telepon 57146
ꦺꦲ ꦺꦠꦭꦱꦲ ꦢꦏꦩ ꧇꧑꧗꧇
Hotel Sahid, kamar 17
d.
Angka dipakai untuk menomori bagian-bagian karangan dan ayat kitab suci.
ꦧꦧ꧀꧇꧕꧇꧈ꦥꦱꦭ꧀꧇꧗꧇꧈ꦏꦕ꧇꧒꧇
Bab V, Pasal 7, kaca 2
ꦯ ꦫꦠꦪꦱ
ꦤ꧀꧇꧘꧒꧇
Surat Yasin: 82
e.
Lambang bilangan yang dapat ditulis dengan satu atau
dua kata ditulis dengan aksara,
kecuali apabila lambing
bilangan dipakai secara berurutan, seperti
di dalam pemaparan dan perincian.
ꦲ ꦺꦔ ꦤꦺ ꦺꦔ ꦺꦤꦤꦲꦺꦏ ꧉ꦏ ꦺꦧ ꧇꧔꧇꧈ꦱꦥ ꧇꧑꧇꧈
ꦭꦤꦮ ꦣ ꦺꦱꦱ꧇꧕꧇
Ingon-ingone akeh. Kebo 4, sapi
1, lan wedhuse 5
f.
Saat dapat dinyatakan dengan angka atau aksara
ꦱ ꦭꦱ꧈꧇꧒꧐꧇ꦗ ꦤ ꧇꧒꧐꧒꧓꧇꧈ꦠꦧ ꧇꧙꧈꧒꧙꧇
Selasa, 20 Juni 2023, tabuh
9.29.
g.
Angka yang menyatakan bilangan utuh yang besar dapat
dieja sebagian agar mudah dibaca.
ꦣ ꦮ ꦺꦠꦠꦭ ꦮ ꦱꦏ꧇꧒꧓꧐꧇ꦗ ꦠꦫ ꦥ ꦪ
Dhuwite luwih saka 230 juta
rupiyah.
h.
Bilangan pecahan dapat ditulis dengan angka atau aksara.
ꦱ ꦭꦺꦮꦱ ꦥꦿꦥꦺꦠꦠ ꦤ꧀
Selawe seprapat ton
13) Contoh Strategi Pembelajaran Aksara Jawa
a. Pengelompokan huruf dan pasangan
Dalam buku “Aku Bisa
Maca lan Nulis Jawa” Sudi Yatmana juga mengelompokkan aksara Jawa menjadi
beberapa bagian. Aksara Jawa tersebut dikelompokkkan menurut struktur cara penulisannya, yaitu
sebagai berikut: Pengelompokan huruf
ꦫꦒ |
ra, ga |
ꦥꦪ ꦮꦣ |
pa, ya, wa, dha |
ꦱꦕ ꦢꦤꦏ |
sa, ca, da, na, ka |
ꦔꦧꦚ ꦛꦩꦗ |
nga, ba, nya, tha, ma, ja |
ꦭꦲꦠ |
la, ha, ta |
Pengelompokan Pasangan
1) Pasangan yang sama dengan
aksara (huruf) asalnya:
ra |
ga |
nga |
ya |
ꦫ |
ꦒ |
ꦔ |
ꦪ |
----ꦫ |
----ꦒ |
----ꦔ |
----ꦪ |
2) Pasangan yang dipotong bagian depannya:
ha |
pa |
ꦲ |
ꦥ |
---ꦺ |
---ꦺ |
3) Pasangan yang dipotong belakangnya:
ka |
ta |
la |
ꦏ |
ꦠ |
ꦭ |
----ꦏ |
----ꦠ |
----ꦭ |
4) Pasangan yang dipotong depan dan belakangnya:
dha |
tha |
ꦣ |
ꦛ |
---ꦝ |
---ꦛ |
b. Lagu
c. Mnemonic Devices
Mnemonic Devices: Mengingat
berdasarkan kemiripan bentuk huruf:
1) Menambah kaki:
ra |
ga |
ꦫ |
ꦒ |
pa |
ya |
ꦥ |
ꦪ |
na |
ka |
ꦤ |
ꦏ |
nga |
ba |
nya |
ꦔ |
ꦧ |
ꦚ |
2) Dibalik:
sa |
da |
ꦱ |
ꦢ |
ha |
la |
ꦲ |
ꦭ |
3) Penambahan simpul:
wa |
ca |
ꦮ |
ꦕ |
4) Mirip huruf latin:
ꦩ |
ma |
mirip huruf E |
ꦠ |
ta |
mirip huruf S |
ꦣ |
dha |
mirip huruf W |
ꦗ |
ja |
mrip huruf R |
5) Paling beda:
tha |
ꦛ |
Pasangan juga bisa dikelompokkan
seperti di bawah ini.
1) Seperti bentuk aslinya:
ra |
ga |
nga |
ya |
ꦫ |
ꦒ |
ꦔ |
ꦪ |
----ꦫ |
----ꦒ |
----ꦔ |
----ꦪ |
2) Kehilangan kaki Satu:
pa |
ha |
la |
ka |
ta |
ꦥ |
ꦲ |
ꦭ |
ꦏ |
ꦠ |
--ꦺ |
--ꦺ |
----ꦭ |
----ꦏ |
----ꦠ |
3) Mirip mirip:
4) Beda Jauh dari aslinya:
sa |
nya |
ꦱ |
ꦚ |
--ꦱ |
---ꦚ |
14) Teks Bacaan
꧋ꦏ ꦛꦲꦁꦱꦣ ꦮ ꦫꦁꦧꦚ ꧉
꧋ꦤ ꦒ ꦥꦿꦲ
ꦲꦁꦏꦭ ꦩ ꦠꦥ ꦫꦲ ꦏ ꦚ ꦤꦁꦔꦺꦏ ꦧꦔ ꦠ꧀
ꦲꦮ
ꦠꦱꦏꦫꦺꦩꦺꦤꦭꦤꦱꦏꦲꦥ ꦏꦏꦁꦢ ꦢ ꦊ ꦔꦤꦺ
ꦪꦲꦁꦣꦫꦠꦠꦤꦺ ꦪꦲꦁꦏꦭ
ꦺꦤ꧉ꦱꦺꦣꦭꦺꦩ ꦺꦒ ꦏꦩ
ꦔ ꦮ꧈ꦱꦺꦣꦭꦩꦤ
ꦔ ꦤ꧀ꦏꦪꦏꦪꦲꦉꦥꦤ ꦸꦩꦧꦸꦏꦺꦁꦒꦂꦫꦁ
ꦏꦭ ꧈ꦤꦔꦁꦏꦥ ꦠꦺꦤꦤꦮ ꦱ ꦏꦸꦭ ꦤꦔꦭꦺꦏ ꦏꦺꦺꦏ ꦥꦿꦲ
ꦺꦤ꧈ꦢꦢ ꦧ ꦱꦩ ꦭ ꦢꦭꦤꦱꦁꦗ ꦺꦫ ꦏꦤꦛ ꦱꦭꦩ ꦠ꧀꧈ꦺꦲ
ꦫꦲꦤꦠꦫꦱ ꦺꦮꦲꦤꦱꦱꦮ ꦔꦤꦱꦁꦭ ꦮ ꦺꦢꦤꦁꦔ ꦱ ꦥꦺ
ꦺꦏ꧇ꦏ ꦛꦧꦚꦗ ꦩꦱ ꦤꦏꦺꦠ ꦤꦏꦺꦫ ꦺꦲ
ꦩ ꦺꦲ ꦩ
ꦺꦲ꧈ꦢꦭꦺꦤꦤ꧈ꦠꦩꦧ ꦺꦔꦭꦤꦏꦭ ꦺꦤ꧈ꦏ ꦧꦏꦱꦩꦺꦤꦩ
ꦺꦤꦏꦮ
ꦤ꧈ꦒ ꦺꦣꦕ ꦭ ꦏ꧀ ꦥꦠꦁꦱꦭ ꦫ ꦩ ꦭꦂꦩ ꦣ ꦏ꧀꧈
ꦲꦁꦺꦏ ꦺꦤ ꦥ ꦤ ꦗ ꦲꦤꦏꦥꦭꦒ
ꦺꦣꦥꦥꦠꦭ ꦩꦱꦁꦭꦧ ꧉
ꦥꦿꦲ ꦏ ꦭꦏ ꦺꦤꦔ ꦊ ꦏꦩꦧ
ꦩꦫꦤꦤ ꦠ ꦭ ꦏꦠ ꦫꦩ꧀꧈ꦤ ꦭ ꦢ
ꦠꦺꦭꦤꦤ ꦺꦩꦺꦥꦠꦺꦁꦣꦫꦠꦠꦤ꧀꧈ ꦧꦉ ꦔꦚꦕ ꦏꦭ ꦩ ꧈
ꦫꦱꦺꦤꦲꦺꦤ
ꦧꦔ ꦠꦺꦮ ꦠꦠꦸꦠ ꦒ ꦔꦺꦤꦺ
ꦫꦲꦤ꧉
ꦱꦁꦲꦤꦩ ꦺꦠꦺꦩꦧ
ꦥ ꦫ ꦥ ꦫ ꦥꦠꦁꦱꦭ
ꦮꦂ꧈ꦭꦏ ꦺꦤꦏꦪꦧ
ꦚꦏ꧀ ꦔꦭꦔ ꧉ꦺꦩ ꦺꦩ ꦠꦠꦺꦤꦤꦧꦫ ꦭꦤꦺ ꦺꦮ ꧉
꧋ꦫꦣ ꦺꦪ
꧉
꧋ꦥ
ꦫꦤꦠ ꦫꦣ ꦺꦪ ꦲ ꦏ ꦲꦤꦮ ꦤꦺꦭ ꦺꦫ ꧈ꦲꦤꦱꦁꦏ
ꦺꦒ ꦔ ꦫ ꦩꦩꦺꦏꦱꦮꦫ꧈ꦭꦤꦺꦤꦱꦁꦏ ꦺꦒ
ꦤꦩꦺꦤꦤ ꧉ꦕ
ꦫꦺꦤꦔ ꦫ ꦩꦩꦺꦏꦱꦮꦫꦲ ꦏ ꦩ
ꦺꦏꦺꦤ꧇ꦺꦮ ꦱꦁꦒ ꦤ ꦩꦩꦤꦔ
ꦢ ꦒꦺꦁꦔꦉꦺꦥꦺꦺꦕ ꦺꦫ ꦱꦁꦢ ꦲꦫꦤꦤ ꦩ ꦺ ꦏꦺ ꦥ ꦤ꧀꧈ꦱꦮ
ꦫꦩꦲ ꦔ ꦣꦂꦫꦺꦏꦥ ꦫꦤꦠ ꦲꦁꦗ ꦺꦫ ꦩ ꦺ ꦏꦺ ꦥ ꦤ꧀꧈ꦺꦫ
ꦺꦤꦩ ꦺ ꦏꦺ ꦥ ꦤꦺ ꦏ ꦢ ꦒꦺꦤꦝ ꦔ ꦺꦒ ꦏꦮꦠꦭ ꦱ ꦠꦿꦏꦏ
ꦺꦫ ꦥ ꦫꦤꦠ ꦱꦁ ꦏ ꦺꦒ ꦔ ꦫ ꦩꦩꦺꦏꦩꦲ ꧈ꦏ ꦣꦂꦲꦁꦩ ꦺ ꦏꦺ
ꦥ ꦤꦧꦚꦗꦸ ꦠ ꦩ ꦭ ꦩꦫ ꦥ ꦫꦤꦠ ꦲ ꦏ ꧉ꦲꦁꦗ ꦺꦫ ꦥ ꦫꦤꦠ ꦤ ꦭ
ꦲꦤꦏ ꦣꦂꦭ ꦱ
ꦠꦿꦏ꧀꧈ꦏ ꦣꦂꦩꦲ ꦢ ꦏ ꦫ ꦩꦩꦺꦏꦲꦁꦲꦮ ꦲ
ꦮ ꦱ ꦩ ꦧ ꦩ ꦚ ꦲꦁꦔ ꦤꦢ ꦲ ꦤꦢ ꧉ ꦲꦺꦏ ꦺꦲꦩꦺꦂꦺꦫꦏ
ꦺꦫ ꦺꦲ ꦩꦧꦏ꧀ ꦩ ꦺꦲ ꦫꦏꦺꦠ ꦤ꧀ ꦩꦭ ꦏꦺꦱꦧꦺꦲ
ꦺꦲ ꦫ꧉ ꦢꦢ ꦺꦤꦥ ꦫꦤꦠ ꦱꦁꦏ ꦺꦒ ꦔ ꦫ ꦩꦩꦺꦏ ꦲ ꦏ
ꦧ ꦱꦺꦔ
ꦮ ꦲ ꦱꦮꦫꦢꦢ ꦏ ꦣꦂꦫꦁꦭ ꦱ ꦠꦿꦏ꧀꧈ ꦺꦢꦺꦤ
ꦥ ꦫꦤꦠ ꦱꦁꦏ ꦺꦒ ꦤꦩꦺꦤꦤ ꦲ ꦏ ꦏ ꦺꦒ ꦤꦩꦺꦤꦤ
ꦏ ꦣꦂꦫꦁ
ꦭ ꦱ ꦠꦿꦏꦱꦁꦢ ꦏ ꦫ ꦩꦩꦺꦏꦭꦺꦤꦔ ꦮ ꦲ ꦏ ꦣꦂꦩꦲ ꦢꦢ ꦱꦮ
ꦫꦩꦺꦤ ꧉ꦱ ꦥꦪꦧ ꦱꦤꦩꦺꦤꦤ ꦏ ꦣꦂꦭ
ꦱ ꦠꦿꦏꦩꦲ ꧈ꦥ ꦫꦤꦠ
ꦱꦁꦏ ꦺꦒ ꦤꦩꦺꦤꦤ ꦏ ꦢ ꦢ ꦺꦕ ꦺꦕ ꦒꦒꦺꦏ꧉
꧋ꦥ ꦗ ꦲ ꦥ ꦤꦺꦠ ꦱ ꦺꦮ ꦤꦢ꧉
꧋ꦱꦉ ꦥꦿꦧ ꦢꦱꦩ ꦏꦲꦤ ꦔꦭꦭ ꦺꦪꦤ ꦒꦗ ꦲ ꦥ ꦤꦺꦠ
ꦥꦿꦲꦱꦛꦥ ꦗ ꧈ꦭꦗꦁ ꦠꦺ ꦮ ꦏꦺꦩ꧈ꦲꦔꦩ ꦏꦺꦤ ꦤ ꦩꦺ
ꦱꦱ
꧉ꦱꦏꦛ ꦲꦁꦗ ꦩꦺꦫꦁꦠ ꦮ ꦤꦢꦢꦩ ꦭꦭ ꦥ ꦤꦺꦫꦫꦠ
ꦠ ꦭ ꦏꦏꦺꦤꦧ ꦠ ꦺꦤꦮ ꦤꦠ ꦤꦺꦁꦏ ꦠ ꦩꦩꦣ ꦩꦠꦁ ꦥꦿꦧ ꦢꦱ
ꦩ ꦏ꧉ꦮ
ꦱꦤꦥꦫꦫꦠ ꦮꦲ ꦏꦛ ꦲꦁꦏ ꦥ ꦗ ꧉ꦱꦏꦤ ꦠꦸ
ꦤꦤ ꦥ ꦤꦱꦩ ꦭ ꦩꦗꦁꦲ ꦔ ꦺꦱꦏꦺꦏ ꦤ
ꦒꦱ ꧈ꦲꦮ ꦠꦒ ꦫ
ꦱꦺꦤ ꦔꦭꦭ ꦥꦔꦩ ꦏꦏ ꦥ ꦤ ꦺꦿꦧ ꦢꦱꦩ
ꦏ꧈ꦱꦩꦺ ꦤ ꦺꦿꦱ
ꦱꦠꦧꦛꦫꦏꦭꦧꦺꦣꦲ
ꦒ ꦩꦺ ꦗꦒꦠ꧀꧉
꧋ꦥꦠ ꦱ ꦺꦮ ꦤꦢꦱꦉ ꦲꦤ ꦔꦭꦭ ꦩꦮ ꦢꦢ ꦥ ꦤꦺꦫꦫꦠ ꧈ꦭ
ꦗꦁꦲꦢꦩ ꦭꦱ ꦫꦠꦏꦠ ꦱ ꦭꦭꦏ ꦤꦺꦁꦕ ꦏꦺ꧈ꦭ ꦤ ꦥꦱꦱ
ꦏ ꦤꦝꦸꦩꦠꦁꦥꦫꦫꦠ ꦲꦁꦏ ꦱꦩ
ꦏꦥꦭꦗꦁꦮꦲ ꧉ꦲ ꦗ ꦩꦩꦤꦁꦱ
ꦫꦠ꧀꧇ꦺꦲ
ꦥꦫꦫꦠ ꦏ ꦥꦣꦭ ꦩꦪ ꦱꦏꦲꦁꦥ ꦥꦿ ꦔꦤ꧀
ꦠ ꦏꦺꦲ
ꦫꦮ ꦫ ꦲꦁꦲ ꦱ ꦤ꧀ꦒ ꦫ ꦱꦺꦤꦢ ꦊ ꦩ ꦱ ꦺꦲ
ꦱ ꦏꦠ ꧈ꦭꦭ ꦺꦪꦤꦠ
ꦤ ꦠ ꦫꦠ ꧉ꦩ ꦒ ꦥꦠ ꦭꦤꦺ ꦫ ꦥ ꦒꦸ
ꦩꦤ ꦲꦤꦲꦁꦲ
ꦱ ꦏꦱꦩꦏꦮ ꦏꦱ꧀ ꦲ ꦪꦲ ꦏ ꦏ ꦥꦫꦁ
ꦏꦫꦲ ꦗꦤꦭꦤꦕ ꦭꦏ꧈ꦱ ꦠꦏ ꦲꦤ ꦠ ꦲꦺꦏꦥꦫꦫꦠ ꧈
ꦏ
ꦤꦺꦕꦏꦭꦤꦱꦥꦥꦣꦤꦁꦠ ꦩ ꦠ ꧉
C. Penutup
Aksara Jawa tidak muncul secara tiba-tiba begitu
saja. Ada proses panjang tentang penerimaan aksara tersebut. Terdapat beberapa
kali penyesuaian aksara itu untuk menuliskan kata-kata Jawa.
Saat ini para guru memiliki banyak tantangan dalam
pengajaran aksara Jawa. Salah satunya, pemilihan aksara
Latin yang dianggap
lebih praktis membuat
pemakaian aksara Jawa semakin tersisih. Penulisan aksara
Jawa sering dibandingkan dengan tata tulis aksara Latin. Oleh karena itu, guru
perlu membuat terobosan agar pembelajaran aksara Jawa lebih menarik bagi siswa.
Buku ini menawarkan beberapa metode pengajaran untuk mempermudah siswa belajar
aksara Jawa. Tentu masih banyak cara lainnya. Cara-cara tersebut dapat
dilakukan sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Diharapkan guru dapat berinovasi
sehingga siswa senang belajar aksara Jawa.
PUSTAKA
Darusuprapto,
dkk. (2003). Pedoman Penulisan Aksara
Jawa Cet. Ke-3. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Hadiwirodarsono, S. (2010). Belajar Membaca dan Menulis Aksara Jawa.
Solo: Kharisma. Padmosoekotjo, S. (1986). Wewaton
Panulise Basa Jawa Nganggo Aksara Jawa. Surabaya: Citra
Jaya Murti.
Parepatan
Koemisi Kasoesastran ing Sriwedari (Soerakarta). (1926). Paugeran Sriwedari: Wawaton Panjeratipoen Temboeng Djawi Mawi Sastra
Djawi Dalasan Angka. Landsdrukkerij – Weltevreden.
Purwadarminto, WJS. (1931).
Serat Mardi Kawi. Solo: Uitgeverij en Boekhandel, Stoomdrukkerij “De Bliksem”.
Suryadipura, R.T, dkk. (2008). Cara Membaca
dan Menulis Huruf
Jawa. Bandung: Yarma Widya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar