Translate

Senin, 22 Juli 2024

Paribasan 61-70

 

Paribasan (61): Abang-abang lambe

Arti harfiahnya memerah-merahkan bibir, maknanya adalah perkataannya hanya untuk basa-basi saja.

Suatu hari Ndoro Tejo berkunjung ke rumah Mbah Kusen, seorang perajin mebel langganannya. Dengan ditemani oleh sopirnya yang bernama Wanto, Ndoro Tejo menempuh jarak hampir 50 km, menerabas hutan kecil di Gunung Kidul.

“Wah njanur gunung, kadingaren Ndoro datang ke sini. Silakan masuk Ndara!” Pak Kusen menyilakan sambil mengulurkan tangan dengan menjempol, tanda penghargaan yang sangat.

Namun mendadak pandangan Pak Kusen tertuju pada mobil antik keluaran tahun 76 yang baru saja dibeli dari Semarang minggu lalu.

“Wah mobil bagus sekali ini. Pasti limited edition. Dan sudah dimodif pula dengan onderdil yang dipermak halus. Wah berapa Ndara mau jual? 500 juta bolehlah ditinggal di sini.”

Sopir Wanta terkejut, “Gila orang tua ini punya uang 500 juta kah?” Batin si sopir lugu itu.

Sepulang dari rumah Pak Kusen sopir Wanta masih penasaran.

“Ndara apakah Pak Kusen itu mengerti mobil antik? Dan betulkah dia mau membeli seharga 500 juta? Apa dia punya duit sebanyak itu?”

“Ah, kau! Jadi orang kok lugu begitu. Itu tadi hanya abang-abang lambe. Berkata-kata yang menyenangkan hatiku. Begitulah adat istiadat orang desa, selalu membuat senang hati tamunya!”

Sopir Wanto manthuk-manthuk. Kok bodoh sekali sih aku, batinnya.

Paribasan (62): Adol lenga kari busik

Arti harfiahnya adalah menjual minyak tinggal keraknya. Maknanya adalah tukang membagi sesuatu tapi tidak kebagian, hanya dapat keraknya saja.

Sebagai ketua PKK dukuh Lari, sudah menjadi kewajiban bagi Bu Susan untuk membagi kiriman sembako bagi ibu-ibu PKK. Tahun lalu dia tidak kebagian karena ternyata paket yang dikirim pas-pasan. Bahkan ada juga pengurus lain yang juga tak dapat jatah.

Tahun ini dia minta tambahan lagi agar semua mendapat bagian, termasuk dirinya.

Bos besar Khairul Shalih menyanggupi dan sekarang paket dikirim dengan tambahan 10 paket ekstra. Tentu saja Bu Susan senang karena juga akan dapat bagian.

Ketika tiba hari pembagian sembako para warga sudah berkumpul di balai desa.

Sembako kemudian dibagi sesuai jumlah yang tertera dalam daftar. Ketika hampir selesai mendadak ada seorang ibu muda yang masuk ke balai. Rupanya dia juga antri sembako. Wah gak bisa itu, dia belum terdaftar. Tapi ibu itu ngotot, “Kan saya juga warga sini? Kok gak dapat gimana?”

“Lha kamu siapa kok ngaku warga sini?”

“Saya istrinya mas Bejo, anak pak RT. Baru sebulan ini pindah ikut suami yang balik kampung!”

Lho, akhirnya Bu Susan yang ngalah. Tahun ini tak kebagian sembako lagi. Memang beginilah nasib ketua, selalu adol lenga kari busik!

Paribasan (63): Ancik-ancik pucuking eri

Arti harfiahnya adalah berpijak pada ujung duri. Maknanya adalah orang yang keadaannya sangat mengkawatirkan karena di ujung marabahaya.

Malaysia bergolak. Rakyat sudah muak dengan Perdana menteri Najib Razak yang katanya banyak korupsi. Hanya katanya sih, wong selama pemerintahannya dia tak terbukti korupsi. Namun kini keadaan berbalik Tun Mahatir Muhammad kembali mengambil alih kendali pemerintahan setelah menang pemilu di usia 92 tahun.

Sekarang apa yang dulu mustahil menjadi terbuka peluangnya, yakni investigasi menyeluruh terhadap Najib Razak atas berbagai kasus yang dituduhkan padanya. Posisinya sekarang ibarat ancik-ancik pucuking eri atau ibarat telur di ujung tanduk.

Paribasan (64): Angin silem ing warih

Arti harfiahnya adalah angin menyelam di dalam air. Maknanya adalah berbuat jahat dengan cara sembunyi-sembunyi atau menyusup.

Semua bergembira, semua bersorak, semua meneriakkan yel-yel penyambutan calon pemimpin karismatik di negara bagian Mahajodipraya. Bunyi bedug bertalu-talu, penari-penari meliuk-liuk ditingkah bunyi gendang berkumandang. Semua gembira menyambut sang pemimpin agung negeri Ayodiapura.

Hari ini sang pemimpin berkunjung ke negara bagian Mahajodipraya untuk menyapa pendukung yang telah memenangkan pilihan Perdana menteri tahun kemarin.

Seribu pesta rakyat digelar sekaligus sebagai syukuran atas terpilihnya pemimpin agung Raj Prasada.

Ketika tiba sang pemimpin semua mengelu-elukan, semua berebut menyentuh kakinya. Dua orang gadis berpakaian merah pun tak mau kalah berebutan menyentuh kakai sang pemimpin. Semua gaduh dan keadaan menjadi hiruk-pikuk tak terkendali. Di tengah situasi yang kacau terdengarlah suara keras.

“BOOOMMM!!!”

Tubuh dua gadis berpakaian merah meledak. Untung sang pemimpin selamat karena dua gadis meledak agak jauh darinya.

Selidik punya selidik, dua gadis adalah anggota pemberontak Kerbau Giro yang , berlaku angin silem ing warih, dengan menyamar sebagai pendukung Raj Prasada.

Paribasan (65): Angon ulat umbar tangan

Arti harfiahnya adalah memperhatikan keadaan sambil mengumbar tangan. Maknanya mengawasi orang lain setelah terlena diambil barangnya.

“Aku tahu dia di sana. Sudah sejak tadi.

Mengawasi orang-orang.

Dia toleh kiri kanan, itu terlihat jelas.

Sebentar kemudian tangannya nampak bergerak cepat.

Itu terlihat jelas.

Semua terlihat dari sini..

Iya itu yang berbaju merah, memakai selendang dan berbaju longgar.

Cepat tangkap segera!”

Itulah perintah yang diterima satpam di pos jaga. Dua orang sekuriti perempuan segera mengamankan perempuan dimaksud menuju pos. Di sana digeledah dan ditemukan, 2 hp, 1 jam tangan Rolex dan sejumlah perhiasan. Rupanya ada copet beroperasi di pusat perbelanjaan ini. Sambil berpura-pura menawar barang dia angon ulat ngumbar tangan. Untung ada CCTV di ruang kontrol.

Paribasan (66): Anak molah bapa kepradhah

Arti harfiahnya anak bertingkah bapak yang memberi. Maknanya semua perilaku anak orang tua yang menanggung.

Pak Yadi berpikir keras, sampai ubun-ubunnya panas. Terlihat asap tipis mengepul dari dahinya, tanda bathuke anget tenan. Bagaimana tidak, kemarin sore anaknya minta agar dijinkan ke Jepang. Persoalannya bukan karena dia merasa tak tega melepas anaknya pergi, lha wong juga sudah besar, biar saja cari pengalaman. Namun yang membuatnya pusing adalah biaya berangkat ke sana.

“Dua belas juta Pak. Itu sudah termasuk pelatihan dan visa. Adapun tiketnya yang 10 juta nanti dicicil dari gajiku kalau sudah bekerja di sana.” Itu kata anaknya kemarin.

Sekarang angka 12 menjadi momok karena ada enam nol dibelakangnya.

“Lha mbok iya dikasih to kang. Kalau anaknya mau bekerja keras dan bertekad kuat, Insya Allah akan tercapai keinginannya.” Itu kata Lik Suta, adik Pak Yadi.

“Iya dik, tapi uangnya itu dari mana?”

“Wah saya juga tidak tahu kang. Bagiku itu juga angka yang besar.” Jawab Suta mengkerut, takut diutangi kali.

Akhirnya Pak Yadi nekad menjual sawah satu-satunya selama lima tahun. dia rela tidak panen lima tahun ini demi anaknya bisa ke Jepang. Begitulah orang tua, anak polah bapa kepradhah. Anak berkeinginan oran tua yang harus mewujudkan.

Paribasan (67): Asor kilang munggwing gelas

Arti harfiahnya bagian gelas paling bawah selalu manis. Maknanya dalam kehidupan bersikaplah selalu dengan sikap yang menyenangkan orang.

Mangga Mas, mangga. Silakan dimakan, apa adanya ya.” Kata Pak Darmo ramah. Di hari pernikahan anaknya ini banyak tamu yang datang. Semua harus dihormati dan dijamu dengan senang hati.

“Silakan Bapak-bapak. Silakan dicicipi!” Katanya lagi pada serombongan tamu.

“Lho kok sudah mau pulang. Mbok singgah dulu di angkringan bakso itu.” Katanya lagi pada serombongan tamu yang tergesa-gesa pulang.

“Mangga lho nak, tanduk lagi.” Wah tahu aja Pak Darmo ini kalau asupan anak muda itu dua piring.

Hari itu Pak Darmo benar-benar gembira. Kontras dengan Mbok Darmo yang pecuca-pecucu sejak pagi.

“Kamu ini menggelar pesta dengan duit utangan aja kok senang sekali to Pak.” Kata Mbok Darmo sambil membetulkan letak susurnya.

“Aduh mbokne, kamu ini bagaimana. Semestinya walau hati kita senang apa bukan kita tetap harus bersikap manis. Kita ini kedatangan tamu yang akan memberi selamat lho mbokne. Jadi harus bisa bersikap asor kilang munggwing gelas, menyenangkan semua oran yang datang, mbokne.”

Mbok Darmo hanya bisa ngowoh, sampai susurnya jatuh.

Paribasan (68): Ati bengkong oleh oncong

Arti harfiahnya adalah hati bengkok mendapat jalan terang. Maknanya perbuatan jahat mendapat dukungan secara tak sengaja.

Sudah lama Gemuk ingin masuk kantor guru itu. Sudah sejak minggu kemarin dia ingin datang lagi. Bukan karena hendak piket bulanan seperti biasanya. Bukan pula hendak memasang gambar presiden seperi minggu kemarin. Ada sebab lain yang menggerakkan hatinya ke sana.

Minggu lalu ketika dia memasang gambar presiden dan wakil presiden, dia melewati lemari yang belum sempat dikunci oleh kepala sekolah. Isinya tumpukan kantong kertas warna coklat. Ada berpuluh tumpuk di sana. Di bagian depan tertulis Lembar Soal Ujian Akhir Semester. Inilah yang membuat pikirannya tertuju pada kantor kepala sekolah. Dia ingin mengambil satu lembar saja soal itu kalau bisa. Atau kalaupun tak bisa dia ingin memfoto lembar-lembar itu. Yah Cuma memfoto saja.

Sudah dua kali dia tidak naik kelas. Dan kalau sampai tidak naik lagi alamat bakal DO. Dia tak ingin itu terjadi. Malu lah kepada orang di kampung halaman.

Di tengah lamunan, tiba-tiba pak Kepsek memanggil, “Muk besok kamu piket di kantor. Ini kuncinya. Petugas kebersihan tidak masuk karena sakit. Kamu yang menggantikan! Siap?”

“Siap!” Jawab Gemuk mantap. Ini kan ibarat ati bengkong oleh oncong. Batin Gemuk sambil menimang-nimang kunci ruang Kepsek. Bajigur tenan kowe Muk!

Paribasan (69): Buyung lokak isine kocak-kocak

Arti harfiahnya adalah tempayan yang tidak penuh akan kocak-kocak. Maknanya adalah orang yang ilmunya belum sempurna akan banyak bicara.

Surip baru satu bulan ikut pondok pesantren. Di sana diajari tentang tatacara shalat yang benar. Pelajaran satu bulan ini tentang gerakan shalat menurut tatacara yang benar. Sewaktu libur Surip pulang kampung. Karena mendengar kalau di Masjid Agung al Aqsa akan kedatangan ulama dari Timur Tengah surip mengajak untuk ikut serta menghadiri pengajian.

Betul juga, disana telah penuh dengan orang-orang yang akan menimba ilmu dari ulama tersebut. Hanya yang menjadi tanda tanya besar, mengapa ulama yang ilmunya seberapa kok di sini sangat dihargai, apa di sini kekurangan orang pintar, kata Surip.

“Dari mana kau menyimpulkan kalau ulama itu ilmunya belum seberapa Rip?” Tanya Pak Modin yang duduk di dekat Surip.

“Lha tadi waktu shalat isya’ tangannya tidak sedekap di dada, malah menjulur jatuh ke bawah begitu saja. Itu jelas salah.”

“Oh itu to. Gini Rip! Kamu harus tahu kalau tangan sedekapitu adalah menurut mazhab Syafi’i, sedangkan menurut mazhab yang lain tidak sedekap.”

“Mosok Pak Modin, seumur-umur saya kok belum pernah mendengar soal itu. Setahu saya shalat itu ya sedekap Pak! Kalau tidak sedekap ya salah Pak!”

Pak Modin mengelus dada. Beginilah kalau ilmu belum sempurna. Baru mondok satu bulan sudah menyalahkan ulama dari Timur Tengah. Benarlah kata pepatah, buyung lukak isine kocak-kocak alias tong kosong nyaring bunyinya.

Paribasan (70): Barung sinang

Arti harfiahnya adalah bersamaan menyala. Maknanya adalah menyela-nyela orang bercakap-cakap.

Waktu menjelang tengah hari, utusan dari negara amarta masih bercakap-cakap dengan Prabu Bathara Kresna. Mereka sedang membicarakan perihal persyaratan yang harus dipenuhi oleh Arjuna jika ingin meminang Sembadra. Yakni, harus ada kereta emas, kembang mayang dari kayu dewandaru asal suralaya, kerbau danu sebagai srasrahan, gamelan lokananta sebagai pengiring dan bidadari untuk mengiringi pengantin.

Di saat sedang serius berbincang mereka dikejutkan kedatangan Burisrawa yang mbarung sinang, menyela-nyela pembicaraan.

“Oh..oh..Mbok Bodro..Mbok Bodro. Aku juga ingin menikah denganmu mbok…aku juga ingin mencari syarat-syarat itu mbokkk…”

Prabu Kresna segera memberi isyarat kepada Setyaki untuk membereskan kekacauan ini. Setyaki mengajak Burisrawa ke alun-alun depan.

“Mau apa ke alun-alun?” Tanya Burisrawa.

“Kita main karambol di sana!” Jawab Setyaki sambil menjambak rambut gimbal Burisrawa. Kejadian selanjutnya bisa ditebak. Mereka memang sparing partner yang kompak.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2019/04/23/paribasan-61-70-abang-abang-lambe/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...