Pupuh ke-1, pada ke 3, Dhandhanggula, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV:
Jroning Kur’an nggonira sayekti,
nanging ta pilih ingkang uninga.
Kajaba lawan tuduhe.
Nora kena den awur.
Ing satemah nora pinanggih,
mundak katalanjukan, temah sasar-susur.
Yen sira ayun waskita,
sampurnane ing badanira puniki,
sira anggegurua.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia
Di dalam Al-Quran tempatmu mencari kebenaran sejati,
hanya yang terpilih yang akan memahaminya.
Kecuali atas petunjuk-Nya.
Tidak boleh dipahami secara ngawur.
Yang akhirnya tak kau temukan (kebenaran isyarat),
dan semakin tak teraih,
bahkan semakin tersesat.
Jika kau menghendaki pengetahuan lebih,
sempurnanya dalam dirimu sendiri,
maka bergurulah.
Kajian
per kata:
Jroning (di dalam) Kur’an (Al
Qur’an) nggonira (tempatnya) sayekti
(yang
sejati). Di dalam Al-Quran tempatmu
mencari kebenaran sejati.
Melanjutkan bait sebelumnya tentang sasmitaning ngaurip yang harus dipahami melalui ketajaman rasa, maka di bait ini disebutkan bahwa ada sumber pengetahuan sejati yang perlu dipelajari, yakni Al Quran. Kalam Allah yang juga sering disebut sebagai ayat-ayat. Sifatnya jelas karena memang ditujukan kepada manusia melalui kalam (kata-kata). Jadi memakai bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia, bukan hanya memakai sasmita yang hanya dipahami kaum yang sudah cendekia. Tetapi juga memakai bahasa yang lugas dan jelas (muhkamat). Walau demikian dalam Al Qur’an juga terkandung makna yang tersembunyi (mutasyabihat). Ini membuat Al Quran dapat dibaca oleh siapa saja, tentu saja dengan tingkat pemahaman masing-masing.
Nanging (tetapi) ta (hanya) pilih (yang terpilih) ingkang (yang) uninga (mengetahui). Hanya yang terpilih yang akan memahaminya.
Walau Al Qur’an diwahyukan dengan bahasa manusia, tetapi tidak semua
orang dapat memahami makna sebenarnya. Hanya orang-orang terpilih yang dapat
benar-benar memahaminya secara utuh. Ini bukan dalam pengertian yang umum,
tetapi berkaitan dengan isyarat (sasmita) yang tersembunyi (mutasyabihat) di dalam Al Quran yang
tidak setiap orang mampu memahaminya.
Sesungguhnya al Qur’an adalah kitab universal yang yang menjadi sarana
bagi Allah SWT untuk menyampaikan kabar kepada manusia. Diturunkan kepada
manusia dengan bahasa manusia sehari-hari agar setiap orang mengambil petunjuk
darinya. Dari apa-apa yang dibaca manusia dari Al Quran tersebut setiap orang
akan mengambil pengetahuan dalam tingkat yang berbeda-beda, sesuai dengan
tingkat intelektual si pembaca. Di sinilah keunikan Al Quran, ia dapat
memberi pengetahuan dalam kadar yang berbeda-beda tanpa harus saling
bertentangan. Ibaratnya Al Quran adalah lautan yang luas. Setiap pencari air
akan mendapatkan air sesuai wadah yang ia bawa. Yang wadahnya besar mampu membawa
air yang banyak, yang wadahnya kecil hanya membawa semampunya saja.
Kajaba (kecuali) lawan (atas) tuduhe (petunjukNya). Kecuali atas petunjuk-Nya.
Ini berkaitan dengan isyarat
yang ada di dalam Al Quran, bahwa hanya orang-orang terpilih yang mampu
memahaminya kecuali orang-orang yang telah diberi petunjuk olehNya. Yaitu
orang-orang yang telah dilapangkan dadanya untuk menerima kebenaran.
Nora (tidak) kena (boleh) den (di) awur (ngawur).
Tidak boleh dipahami secara ngawur.
Setiap orang yang hendak mencari pengetahuan yang sempurna dari Al Quran
tidak boleh ngawur. Karena harus menguasai ilmu bahasa Arab, mengerti sejarah,
memahami ilmu ushuluddin, dan harus tawadlu’ tidak boleh sombong dan merasa
paling paham. Tidak boleh menyimpulkan makna atas dasar duga-duga saja, atau
ngawur.
Ing (yang) satemah (akhirnya) nora (takkan)
pinanggih
(bertemu maknanya). Yang akhirnya
tak kau temukan (kebenaran isyarat).
Jika memaksakan diri
menafsirkan Al Quran atas sekehendak sendiri maka kebenaran yang dicari dan
isyarat yang tersirat, justru takkan ditemukan.
Mundak (semakin) katalanjukan (tak teraih), temah (sehingga) sasar-
susur
(makin tersesat). Dan semakin tak
teraih, bahkan semakin tersesat.
Semakin lama justru semakin
tak teraih pengetahuan di dalamnya, sehingga makin tersesat. Hal ini karena
pemahaman yang ngawur semakin
mendorong manusia pada kekeliruan baru. Ketika dia tak mampu lagi mengenali
benar atau salahnya, maka sesatlah ia.
Yen (kalau) sira (kau) ayun (menghendaki) waskita
(pengetahuan lebih, tajam dalam penglihatan), sampurnane (yang
sempurna) ing (di dalam) badanira (dirimu sendiri) punika
(maka), sira (engkau) anggegurua (bergurulah). Kalau
engkau menghendaki pengetahuan lebih, sempurnanya di dalam dirimu sendiri,
engkau bergurulah.
Jika engkau mendhendaki
pengetahuan yang lebih (waskitha) untuk kesempurnaan diri,
maka bergurulah. Hal ini adalah keniscayaan bagi setiap pencari ilmu,
terlebih-lebih ilmu tentang Al Quran. Tak ada seorangpun dapat mengerti dan
memahami, menjiwai dan merasakan pengetahuan Al Quran tanpa seorang guru. Maka
wajiblah bagi kita untuk belajar kepada mereka yang mumpuni.
Cukup sekian bait ke-3. Kajian
selanjutnya akan membahas ciri-ciri seseorang yang pantas kita jadikaan guru
dan kita warisi ilmunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar