Translate

Sabtu, 27 Juli 2024

Kajian Darmaduhita (4-6)

 Watak Wanita Candhala

Pupuh  Kinanthi (metrum: 8u, 8i, 8a, 8i, 8a,8i), bait 4-6, Serat Darmaduhita.

Kalamun wong wadon iku, angrasa mêngku ing laki, ing batine amarentah, rumasa sênêng mring laki, nora rumasa wanodya, puniku pan kaking laki.

Iku wong wadon kêpaung, bingung binglêng kênèng pêning. Tan wurung dadi ranjapan, ing dunya tumêkèng akir, dadi  intiping naraka. Kalabang lan kalajêngking,

ingkang dadi kasuripun,Ssajroning naraka benjing. Iku wong wadon candhala, kang tan bisa amêrangi, ing nêpsu kalawan hawa, amarah kang dèn tut wuri.

Kajian per kata:

Kalamun (kalau) wong (seorang) wadon (wanita) iku (itu), angrasa (mempunyai rasa) mêngku (menguasai) ing (pada) laki (suami), ing (dalam) batine (hati) amarentah (memerintah), rumasa (merasa) sênêng (suka) mring (pada) laki (lelaki), nora (tidak) rumasa (merasa) wanodya (sebagai wanita), puniku (itu) pan (sungguh) kaking (kak, sejatinya) laki (suami). Kalau ada seorang wanita yang, mempunyai rasa menguasai pada lelaki, dalam hatinya memerintah, merasa senang pada lelaki, tidak merasa sebagai wanita, itu sejatinya hak suami.

Bait ini menyoroti perilaku wanita yang suka memerintah, merasa senang jika bisa menyuruh-nyuruh suaminya, merasa senang jika menguasai lelakinya, dan tidak menuruti kodrat kewanitaannya. Jika ada wanita seperti itu, maka sebenarnya maka sebenarnya dia telah mengambil hak dari suaminya.

Iku (itu) wong (seorang) wadon (wanita) kêpaung (kesasar, sesat), bingung (bingung) binglêng (stress, depresi) kênèng (terkena) pêning (pusing kepala). Itu perilaku seorang wanita yang kesasar, kebingungan stress-depresi terkena pusing kepala.

Perilaku yang tak wajar demikian hanya dilakukan oleh wanita yang kesasar, sakit kepalanya, tanda-tanda bahwa kehidupannya tidak berjalan sewajarnya. Bisa jadi yang bersangkutan mengalami trauma atau mengidap sindrom tertentu, yang berakibat perilakunya tak wajar. Atau mungkin karena tekanan hidup yang sangat berat. Pendek kata itu bukan keadaan normal.

Tan (tak) wurung (urung) dadi (menjadi) ranjapan (bancakan, purakan), ing (di) dunya (dunia) tumêkèng (sampai) akir (akhirat), dadi  (menjadi) intiping (kerak) naraka (neraka). Tak urung menjadi bancakan, di dunia sampai akhirat, menjadi kerak neraka.

Wanita yang demikian justru tidak bermartabat, akan menjadi bancakan dan bulan-bulanan dalam kehidupan ini. Akan selalu dipermainkan lelaki, diambil keuntungan darinya dengan semena-mena. Kelihatannya dia gagah menguasai tetapi akan selalu dikibuli. Karena lelaki sungguh licik dan punya banyak kesempatan dibanding wanita untuk berbuat hina. Dan untuk wanita seperti itu, jodohnya pun lelaki pekok yang tak punya harga diri. Apa yang akan diperolehnya jika demikian itu.

Sudah begitu keadaannya di dunia, di akhirat pun dia akan rugi karena tidak ada kebaikan seorang wanita yang dilakukannya, sedangkan amalan lelaki juga bukan kewajiban baginya. Rugi besarlah dia nanti. Celaka dunia akhirat.

Frasa intiping neraka, mengungkapkan bahwa si wanita itu akan mendapat siksa paling pedih di neraka kelak. Seumpama neraka itu kuali besar yang dipanasi dari bawah, maka bagian bawahnya yang paling panas, sampai mengkerak-kerak. Di bagian itulah wanita tadi berada.

Kalabang (lipan) lan (dan) kalajêngking (kalajengking), ingkang (yang) dadi (menjadi) kasuripun (alas tidurnya), sajroning (di dalam) naraka (neraka) benjing (kelak). Lipan dan kalajengking, yang menjadi alas tidurnya, di dalam neraka kelak.

Lipan dan kalajengking akan menjadi alas tidurnya. Sudah lengkaplah deritanya, di akhirat nanti. Bersama hewan buas dan berbisa yang menjijikkan, dan dibakar sampai berkerak pula.

Iku (itulah) wong (seorang) wadon (wanita) candhala (candhala), kang (yang) tan (tak) bisa (bisa) amêrangi (memerangi), ing (dalam hal) nêpsu (nafsu) kalawan (dan) hawa (hawa), amarah (amarah) kang (yang) dèn (di) tut wuri (ikuti). Itulah seorang wanita candhala, yang tak bisa memerangi hawa dan nafsu, hanya amarah yang dituruti.

Di sini dijelaskan bahwa wanita yang berperilaku layaknya lelaki, ingin menguasai suaminya, suka memerintah dan membantah suami, adalah wanita yang berwatak candhala. Yakni wanita yang tak bisa memerangi hawa dan nafsu. Hawa adalah godaan dari luar, nafsu adalah keinginan dari dalam yang berlebihan. Wanita seperti itu sejatinya wanita yang lemah, karena hanya selalu mengikuti amarah. Apakah amarah itu? Yakni nafsu yang selalu cenderung mengajak kepada kerusakan (amarah bil su’).

Demikian kajian kedua serat Darmaduhita dengan tema watak wanita candhala. Hal-hal di atas kiranya perlu diketahui agar kita semua terhindar darinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...