Translate

Jumat, 26 Juli 2024

Serat Walisana (8) :

Raden Satmata berguru kepada Syekh Maulana Ishaq

Ganti cerita, dari Benang dahulu Raden Satmata pergi dengan maksud hendak naik haji ke tanah Arab. Sesampai di Malaka Raden Satmata mendengar ada seorang alim bernama Syekh Maulana Ishaq yang menetap di Pasai. Raden Satmata ingin berhenti dulu untuk berguru kepada Syekh Maulana Ishaq. Raden Satmata tidak tahu kalau Syekh Maulana Ishaq adalah kakeknya sendiri, ayah dari ayahnya.

Sampailah Raden Satmata di Pasai dan bertemu dengan Maulana Ishaq. Sang maulana menyambut dengan hangat kedatangan anak muda dari Jawa tersebut. Syekh Ishaq tidak mengetahui kalau Raden Satmata adalah cucunya sendiri. Setelah saling memberi salam keduanya duduk berbincang.

Berkata sang guru Maulana Ishaq, “Duhai ksatria utama, si bapak ini belum pernah mengenalmu. Izinkan bertanya siapakah andika dan dari mana asalnya, serta apa maksud kedatangan andika ke gubug si bapak ini?”

Raden Satmata berkata pelan, “Duh sang mulia, kedatangan saya hendak berguru kepada paduka. Adapun kalau tuan bertanya silsilah keluarga hamba, asal dari desa Benang. Yang mau menyebut nama saya Satmata, putra dari Syekh Wali Lanang, seorang alim dari negeri Atas Angin. Di manakah itu ayah saya tidak menjelaskan. Adapun ibu dahulunya seorang putri dari Blambangan. Maksud saya sebelumnya ingin ke tanah Arab untuk naik haji.”

Maulana Ishaq ketika mendengar penuturan Raden Satmata segera merangkul lehernya dan berkata manis, “Ternyata si bocah ini anak si Wali Lanang. Sunguh tak menyangka bisa sampai di sini. Nak, engkau adalah cucuku sendiri. Engkau sudah dewasa sekarang. Baru kali ini kita bisa bertemu. Sungguh kehendak Allah yang telah menggerakkan hatimu untuk datang ke Malaka ini.”

Raden Satmata ketika mengetahu bahwa Syekh Maulana Ishaq adalah ayah dari ayahnya atau kakeknya sendiri maka segera memeluk dan mencium kaki.

Dengan terbata-bata Raden Satmata berkata, “Duhai kakek, sungguh tak mengira bisa bertemu di sini. Terbayar sudah penderitaan saya selama ini mencari ke sana ke mari.”

Sang kakek sangat bersukacita. Kepada sang cucu cinta kasihnya tercurah. Pada suatu malam, di hari Jumat Legi sang Maulana Ishaq duduk tafakur di hadap oleh sang cucu Raden Satmata.

Raden Satmata berkata, “Duhai kakek, saya masih muda dan bodoh, belum mengetahu sejatinya Tuhan. Mohon kakek berilah saya pengertian agar hati saya terang dan keluar dari kegelapan ini.”

Sang kakek berkata, “Bocah ini mendapat anugerah Tuhan, wajib bagi saya menerangkan. Kalau engkau anakku, mencari sejatinya Tuhan yang nyata, ayo pergi ke tempat sepi supaya bisa fokus.”

Sang cucu menurut kehendak sang kakek. Sang kakek lalu pergi diikuti sang cucu sampai pada suatu tempat yang luas. Sang kakek lalu duduk di sebuah gundukan tanah yang agak pinggir dengan didampingi sang cucu.

Syekh Maulana Ishaq berkata pelan, “Aku jawab pertanyaanmu. Tuhan itu sudah ada di dalam dirimu. Jangan ragu engkau meyakini ini. Namun walau demikian engkau harus menutup rahasia ini.”

Sang cucu bertanya, “Bagaimana sabda kakek ini, mengapa harus mendua, mengakui adanya tetapi kemudian menutupinya. Nyata ada tetapi harus menutupi.”

Sang kakek menjawab, “Memang harus seperti itu penerapannya. Harus mempertimbangkan tempat, harus empan papan. Karena ini perkara ghaib.”

Sang cucu berkata, “Dan bagaimana sejatinya Muhammad dan Allah, bagaimana bentuk hubungan antara keduanya. Karena ada ucapan ya Allah Rasulullahi ulun kadunungena (aku ditempatinya). Mohon kakek sekalian jelaskan.”

Sang kakek menjawab, “Perkara itu termuat di dalam kitab Jauhar Mukin, tentang perkara yang ghaib. Dengarkan cucuku, barangkali terbuka pengetahuanmu. Ketahuilah riwayat Nukat Ghaib, ghaibnya Tuhan dan Rasul, sungguh elok. Berkumpul dan berpisahnya itu ada di dalam Nukat Ghaib, sungguh berada di dalam dirimu. Allah itu wujud muhal yang mustahil diketahui, itulah Allah yang sejati. Adapun a’yan kharijiyah itu adalah bayangan dari wujud Allah. Adapun yang disebut Allah itu adalah dzat, dzat itu adalah rahsa, rahsa itulah Dzat Allah. Dzat Allah itu adalah dzat Rasul, artinya Aku yang Menguasai, Langgeng kekuasaanku. Itulah sejatinya Nukat Ghaib.

Adapun letaknya asma yang tujuh, ketahuilah itu sejatinya rupa Muhammad Rasulullah, adalah yang pertama angan-angan, yang kedua mata, yang ketika waktu, yang keempat niat, yang kelima iman, yang keenam tauhid dan yang ketujuh adalah syari’at. Pengertian ketujuh hal tersebut adalah; angan adalah nama, mata adalah penglihatan, wajah adalah keadaan, arti niat itu keadaan bersatu, iman artinya satu rahsa, tauhid adalah satu wujud dan syari’at adalah kesiapan keadaan satu yang sejati, yaitu shalat. Shalat yang lima waktu berdiri sebagai keadaan itu. Ruku’ bersatu dalam keadaan, sujud adalah kemuliaan di dalam keadaan itu, adapun duduk adalah sempurnanya keadaan yang sejati, yakni satu rahsa tunggal dengan keadaanku. Rahsa sejati kehendakku, kehendak menguasai diri, artinya sungguh kalau jasad ini tempat bagi yang haq, subhana wa ta’ala.

Adapun yang disebut khalifah yang haq, yakni Allah itu khalifahnya adalah Muhammad. Muhammad khalifahnya adalah Adam. Adam khalifahnya adalah mukmin. Khalifah mukmin adalah haq sejati. Jangan ragu, yang tawajuh, mantap dalam pengertian.

Sekarang cucuku, engkau ini bersusah payah, bersikeras menempuh perjalanan untuk naik haji, apa sesungguhnya yang engkau cari. Karena kota Mekkah dan Madinah serta baitullah itu sudah ada dalam dirimu. Kalau sudah mengetahui inti dari sembah dan puji kepada Tuhan apa lagi yang engkau pedulikan. Lebih baik engkau kembali ke tanah Jawa. Kelak engkau akan menjadi pelita bagi jagad Jawa.”

Sang cucu tertunduk takzim mendengarkan wejangan Sang guru. Merasa mendapat sabda agung yang meresap dalam kalbu. Seperti air menyiram dahaga. Menunjukkan pengertian pada keadaan “kun”, keadaan yang elok. Sudah sampai pada pengertian puncak penciptaan.

Di tengah asyik kedua orang itu berbincang fajar menjelang. Syekh Iskak dan sang cucu kembali ke pondokan. Pagi harinya Raden Satmata mohon pamit kembali ke tanah Jawi. Sang kakek sangat mendukung.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/28/serat-walisana-8-raden-satmata-berguru-kepada-syekh-maulana-ishaq/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...