Translate

Jumat, 26 Juli 2024

Serat Rama Yasadipura (1): Prabu Dasarata dari Ayodya

 Alkisah, setelah takluknya Ayodya oleh pasukan raksasa Prabu Dasamuka dari Alengka, para adipati Ayodya bubar berlarian mengungsi ke hutan dan gunung-gunung. Para prajurit takut melihat sepak terjang para raksana. Setelah ditinggalkan Raja Rahwana atau Dasamuka, yang menjadi raja di Ayodya adalah Raden Dasarata karena raja Ayodya Prabu Banaputra yang telah gugur tidak punya anak laki-laki. Sang Prabu hanya meninggalkan seorang putri cantik jelita bernama Dewi Sukasalya. Kecantikannya sungguh mengalahkan para bidadari di surga. Oleh Raden Dasarata Dewi Sukasalya telah diperistri sebagai permaisuri. Semua penduduk Ayodya sangat hormat dan patuh kepada raja baru mereka.

Raja Dasarata adalah raja terpuji yang pandai dan berbudi. Wataknya seperti pendeta yang mementingkan keutamaan. Banyak para raja tunduk dan patuh tanpa dipukul perang karena hormat kepada Raja Dasarata yang berwibawa. Ibarat matahari yang bersinar, pemerintahan Raja Dasarata membuat terang seluruh bumi. Raja yang tidak pernah lalai dari menyembah Tuhan Yang Maha Agung dan mengasihi para kawula. Kasihnya membuat Sang Raja tidak sampai hati membuat rakyat kecewa. Bahkan musuh-musuhpun dirangkul dan diaku sebagai saudara. Sang Prabu sangat dermawan kepada para kawula. Pemberiannya laksana air hujan yang jatuh dari langit, tak terhitung banyaknya. Watak terpuji Sang Prabu membuat perikehidupan di Ayodya tenteram dan jauh dari peselisihan. Seisi istana hidup rukun saling mengasihi layaknya kehidupan di surga.

Pada suatu hari, Prabu Dasarata memanggil pendeta agung Begawan Wasistha ke istana. Kedatangan sang begawan agung disambut dengan penuh hormat oleh Prabu Dasarata di istana Ayodya. Aneka hidangan buah-buahan telah dipersiapkan untuk menyambut tamu negara. Tempat pertemuan dihias dengan berbagai kayu wangi yang semerbak baunya. Ditambah asap dupa yang semerbak, tempat pertemuan menjadi sangat sakral. Memang pada hari ini Sang Prabu sangat mengharap kedatangan sang begawan agung. Ada hal yang Sang Prabu inginkan dari Begawan Wasistha. Sang Prabu Dasarata sangat menginginkan mempunyai putra titisan Bathara Wisnu. Maka kehadiran Begawan Wasistha hendak diminta membantu melakukan puja agar keinginannya terpenuhi.

Sang Prabu Dasarata dan ketiga istri, Dewi Kekayi, Dewi Sukasalsya dan Dewi Sumitra, telah masuk ke tempat pemujaan. Mereka berempat dengan bimbingan Begawan Dasarata memusatkan pikiran kepada kekuasaan Sang Hyang Guru. Di hadapan mereka asap dupa mengepul tinggi menembus angkasa. Berbagai campuran bunga dimasukkan ke dalam api pedupaan, membuat asap semakin membumbung. Ketika api telah padam diambil arangnya kemudian dilembutkan dan dicampur nasi dan sayur. Ketiga istri dan Sang Prabu disuruh untuk memakannya. Selesai prosesi upacara pemujaan Sang Begawan Wasistha dijamu makan.

Di sela-sela jamuan Begawan Wasistha berkata, “Barangkali upacara yang baru saja kita lakukan dapat mengabulkan keinginan paduka.”

Prabu Dasarata menyimak perkataan Sang Begawan dengan seksama, “Semoga perkataan paduka terwujud.”

Sang Begawan kemudian minta pamit kembali ke gunung. Sang Prabu dan para istri kemudian masuk ke dalam peraduan dan memadu kasih. Tidak berapa lama ketiga istri Sang Prabu mengandung. Ketika tiba harinya ketiga istri melahirkan putra. Dewi Sukasalya yang pertama kali melahirkan seorang putra laki-laki dan diberi nama Ramabadra. Tak lama kemudian Dewi Kekayi melahirkan seorang putra dan diberi nama Raden Brata. Lalu Dewi Sumitra melahirkan putra kembar laki-laki, diberi nama Raden Leksmana dan Raden Truna.

Singkat cerita, keempat putra Prabu Dasarata sudah beranjak remaja. Keempatnya diserahkan kepada Begawan Wasistha untuk mendapat pelajaran berbagai watak utama dan ilmu kenegaraan, juga kesaktian dan kepandaian. Ramabadra dengan cepat menjadi pemuda yang cakap dan menguasai berbagai ilmu. Ketiga adiknya pun tak ketinggalan. Raden Ramabadra tampak lebih menonjol daripada ketiga adiknya. Selain berwatak mulia, menguasai berbagai pengetahuan juga cakap dalam olah keprajuritan. Ketika Begawan Wasitha sudah mengajarkan semua pengetahuan yang dimilikinya keempat pangeran pun diserahkan kembali kepada Sang Prabu. Sambutan hangat rakyat Ayodya menggema ketika keempat pangeran pulang. Mereka bangga mempunyai penerus tahta yang cakap-cakap.

Pada suatu hari ada seorang pendeta bernama Yogiswara datang ke Ayodya. Kedatangannya karena mendengar berita kesaktian para putra Ayodya. Kedatangan sang pendeta di istana Ayodya Prabu Dasarata tanpa pemberitahuan. Prabu Dasarata turun menyambut sang tamu.

Berkata Prabu Dasarata, “Sungguh sebuah keberuntungan saya mendapat tamu paduka yang selalu memuja dewata. Ini sebuah anugerah agung yang menjauhkan negeri dari malapetaka.”

Setelah duduk sang pendeta berkata, “Benar paduka, para pendeta selalu melakukan keutamaan. Namun tak beda dengan paduka yang bertapa dengan mengatur negara. Paduka selalu melakukan yang utama seperti halnya para dewata. Adapun kedatangan saya karena ingin meminta belas kasih paduka sang maharaja. Sudah lama padepokan hamba diganggu para raksasa sehingga para pendeta tak sempat lagi melakukan puja. Para raksasa dari pasukan Prabu Dasaswa selalu datang merusak isi padepokan. Mereka juga memakan para manusia yang mereka temui. Maka dari itu sudilah sang maharaja berkenan mengirim putra paduka Raden Ramabadra untuk menjaga kami para pertapa.”

Mendengar permintaan kedua pendeta Prabu Dasarata tertegun tak mampu bicara. Dalam hati Sang Prabu merasa sayang kepada sang putra Ramabadra, tak tega rasanya kalau melepasnya untuk menghadapi para raksasa. Apalagi sang putra baru saja pulang dari perguruan setelah bertahun-tahun menimba ilmu.

Dengan berat Prabu Dasarata berkata, “Ramabadra masih bocah dan belum pantas berperang melawan para raksasa yang tangguh dan perkasa.”

Sang pendeta berkata, “Dengarlah Sang Prabu, sesungguhnya bila diminta pertolongan janganlah keberatan. Sudah wajib bagi seorang raja melindungi para kawula yang sedang susah. Siapa lagi yang akan melindungi para pendeta selain raja yang menjadi pengayoman orang sebumi. Wajar kalau seorang pendeta minta tolong kepada ksatria. Itu sudah kewajiban seorang ksatria. Kalau sampai tidak ada pendeta yang melantunkan puja akan rusak kerajaannya. Oleh karena itu paduka jangan khawatir. Seperti bukan seorang raja bila menyimpan kekhawatiran. Kedua putra paduka Raden Rama dan Leksmana ksatria sakti yang ditunjuk dewata untuk menjaga ketenteraman dunia. Pasti sanggup melawan para raksasa. Jangan menganggap remeh hanya karena mereka berdua belum pernah berperang.”

Prabu Dasarata berpikir dalam hati, “Kalau sampai marah pendeta ini pasti akan menimbulkan kerepotan.”

Prabu Dasarata kemudian menyerahkan kedua putra kepada sang pendeta. Sang pendeta lalu pamit kembali ke padepokan dengan membawa Raden Rama dan Raden Leksmana. Kedua putra berangkat dengan gembira sambil membawa kedua busur panahnya. Sesampai di luar kota para cantrik sudah menyambut kedua ksatria. Bahu kedua ksatria bergetar, tanda akan bertemu lawan sepadan. Sepanjang jalan menuju padepokan di gunung para cantrik terus bersorak “jaya…jaya…”

Singkat  cerita perjalanan kedua pangeran sudah sampai di padepokan sang pendeta Yogiswara. Para cantrik menyambut kedatangan sang pendeta dan kedua pangeran dengan sukacita. Kedua pangeran sangat bersemangat sehingga ingin segera bertemu para raksasa. Namun para cantrik mencegahnya. Mereka membawa kedua pangeran masuk ke padepokan. Di dalam padepokan kedua pangeran mendapat tambahan ilmu dari sang pendeta. Berbagai ilmu perang dan kesaktian telah diturunkan. Setelah selesai mendapat pelajaran kedua ksatria segera berkeliling ke perkebunan untuk mencari musuh para pendeta. Arah selatan, utara sampai timur dan barat telah dijelajah. Akhirnya yang mereka cari ditemukan.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/13/serat-rama-yasadipura-1-prabu-dasarata-dari-ayodya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...