Translate

Senin, 22 Juli 2024

paribasan 31-40

 

Paribasan (31): Cebol anggayuh lintang

Arti harfiahnya adalah orang cebol hendak menggapai bintang. Maknanya keinginan yang terlalu tinggi sehingga mustahil kesampaian.

Ki Slamet adalah bekel di Sabranglor. Dia mempunyai anak lelaki yang sudah waktunya berumah tangga. Sebagai orang tua Ki Slamet sadar akan kewajibannya mencarikan jodoh yang baik. Maka dia meminta pendapat Ki Demang tentang keinginannya untuk melamar nini Jamilah putri ki Patih Pringgalaya yang terkenal cuantiiikk itu.

Ki Demang tertawa mendengarnya. Katanya, “Anakmu itu tampan tidak, pintar juga tidak, punya kedudukan juga tidak. Kok berani-beraninya kamu hendak melamar putri Ki Patih? Keinginanmu itu ibarat: cebol nggayuh lintang, mustahil akan diterima. Sudahlah carikan istri yang sepadan dengannya. Itu lebih baik!”

Ki Bekel menurut dan mengurungkan niatnya yang mustahil terlaksana itu.

Paribasan ini punya varian lain, yakni; cêcak anguntal kalapa (cicak hendak mencaplok kelapa), utawi kate pan ngrangsang rêdi, (ayam kate hendak menyerang gunung). Makna kedua paribasan terakhir ini sama dengan paribasan di atas.

Paribasan (32): Kêplok ora tombok

Arti harfiahnya adalah bertepuk tangan tidak keluar modal. Maknanya ikut menikmati kesenangan tanpa mengeluarkan biaya.

Pak Durna seorang kaya raya. Dia mempunyai teman yang gemar menghisap candu, namanya Pak Bondet. Suatu ketika Pak Durna sakit parah beberapa bulan. Setelah sembuh badanya terasa tidak sekuat dulu. Gampang lelah dan rasanya lesu.

Pak Bondhet menengok Pak Durna sambil membawa candu. Katanya, “Mungkin sampeyan perlu mencoca ini sedikit saja. Barangkali lesu dan lemah badanmu hilang.”

Karena sudah putus asa Pak Durna menurut. Dia coba satu linting candu seharga seratus ribu. Keesokan harinya tubuhnya terasa segar. Dia mengira candu itulah penyebabnya. Dia kemudian menyuruh Pak Bondhet untuk membawa lagi candunya itu. Begitulah kebiasaan itu berlanjut karena Pak Durna menjadi ketagihan.

Namun walau sudah menjadi pecandu Pak Durna tidak bisa meracik sendiri ramuan candunya itu, bagaimana takaran yang pas dan cara meraciknya. Tentu saja yang untung Pak Bondhet, setiap Pak Durna madat Bondhet selalu disuruh menemani dan tentu saja dapat candu gratis. Si Bondhet ini ikut senang-senang tapi tak keluar modal. Keplok ora tombok!

Paribasan (33): Maling sandi

Arti harfiahnya mencuri dengan sembunyi-sembunyi. Maknanya orang yang mencuri tapi menyamarkan diri dalam pekerjaan.

Probo adalah seorang anemer atau pemborong terkenal di Klaten. Berbagai proyek besar dia tangani. Proyak pelebaran sungai, gedung pemerintah dan pasar-pasar. Walau sudah berpenghasilan besar Probo masih saja merasa kurang. Maka dia mereka-reka agar mendapat tambahan penghasilan dari proyek yang dikerjakannya.

Yang pertama dilakukannya adalah mengurangi takaran semen. Kemudian juga mengurangi jumlah besi yang dipakai dalam bangunan. Lama-kelamaan hampir semua bahan dikurangi jumlahnya. Untuk aksinya itu dia cukup aman karena tidak ada yang akan tahu. Hanya dia sendiri ahli bangunan yang ada pada zaman itu.

Dia mencuri tanpa diketahui orang lain, dia maling sandi.

Paribasan (34): Arêp jamure êmoh watange

Jamur adalah tumbuhan liar yang bisa dimakan, watang adalah galah. Kami kesulitan mencari hubungan arti kedua kata itu. Namun paribasan ini maknanya mau enaknya tapi tak mau kesulitannya.

Pak Drana sudah lama menjadi carik desa di Gading. Dia merasa sudah capek mengabdi sebagai aparat desa. Untuk itu dia berencana mengajukan asisten untuk membantu tugas-tugasnya sebagai carik.

“Pensiunmu masih tiga tahun lagi Pak Drana. Masih cukup lama!” Kata Pak Lurah.

“Ya Pak, tapi saya sudah merasa berat untuk bertugas. Penyakit encok saya sering kambuh sekarang ini. Membuat saya tak bisa bekerja dengan enak. Sakit seluruh badan Pak.” Alasan Pak Drana.

Pak Lurah kemudian menugaskan seorang anak magang untuk menggantikan tugas Pak Drana sebagai carik. Karena sekarang Pak Drana tidak bertugas maka tanah lungguhnya diambil oleh Pak Lurah. Dan Pak Drana hanya diberi sepertiganya saja. Namun Pak Drana ternyata tidak mau. Dia menuntut dua pertiga tanah lungguh itu sebagai haknya.

Menanggapi hal itu Pak Lurah hanya tertawa, “Pak Drana ini bagaimana to? Kan sampeyan sudah bebas tugas dan sebentar lagi pensiun. Masa masih mengharap lungguh seluas itu? Itu namanya arep jamure emoh watange! Hahaha..”

Paribasan (35): Nyambung watang putung

Arti harfiahnya adalah menyambung galah yang putus. Maknanya adalah menyambung persaudaraan yang sudah terputus karena satu masalah.

Pak Tanta dan Pak Mulya adalah kakak-beradik yang sudah lama berseteru. Penyebabnya apalagi kalau bukan warisan. Masing-masing mereka merasa lebih berhak mendapat warisan yang lebih banyak dari orang tuanya. Akhirnya mereka berselisih dan tidak saling mengunjungi. Memang keduanya terpisah jarak, Pak Tanta di Jogja dan Pak Mulya di Semarang.

Ketika anak-anak mereka besar mereka pun tak saling tahu. Kebetulan anak Pak Mulya yang bernama Bambang kemudian bertugas sebagai penyuluh pertanian di Jogya. Dia kemudian bertemu dengan Pak Tanta. Kini mereka tahu kalau ada hubungan paman dan keponakan. Karena antara keduanya tidak ada masalah keduanya bisa bergaul dengan baik.

Namun mendadak Bambang mempunyai ide yang unik untuk mencairkan hubungan antara bapak dan pamannya yang beku selama puluhan tahun. Ketika pulang ke Semarang Bambang membeli oleh-oleh berupa Jus Durian. Kepada bapaknya dia mengatakan, “Pak ini ada oleh-oleh dari Paklik Tanta, mohon diterima.” Bapaknya sangat senang dan merasa sudah waktunya mereka melupakan masalah di masa lalu.

Ketika dia kembali bertugas ke Jogja dia juga membeli oleh-oleh wingka babat dan menyerahkan kepada Pak Tanta sambil berkata, “Paklik ini ada oleh-oleh dari Bapak di Semarang. Asli makanan khas Semarang Paklik.

Pak Tanta senang sekali dan juga merasa sudah saatnya melupakan perselisihan mereka. Akhirnya melalui WA si Bambang keduanya sudah ngobrol ngalor ngidul dan tertawa-tawa.

Bambang berhasil nyambung watang putung.

Paribasan (36): Matang tuna numbak luput

Arti harfiahnya adalah menyerang memakai galah meleset memakai tumbak juga meleset. Maknanya apa yang ingin dicapainya selalu gagal

Sudah lama Budi Ulya ingin menjadi polisi. Itu cita-citanya sejak kecil. Maka dia giat berlatih untuk persiapan masuk tes bintara di Semarang. Setiap siang hari jam 12 tepat dia melatih fisik dengan berlari keliling lapangan. Memakai jaket tebal dan berlari 50 kali. Sudah sebulan ini dia melakukan.Namun apa daya ketika ikut tes dia tidak lulus. Tentu saja dia sangat kecewa.

Oleh salah seorang dukun setempat Budi Ulya diberi saran agar jangan memakai cara-cara fisik saja. Berdoa itu juga penting. Dan yang lebih penting harus memakai sarat sarana, yakni jimat keberuntungan. Maka dia ikut tes lagi dengan memakai jimat yang harus dibayar dengan harga mahar 10 juta rupiah. Hasilnya gagal lagi.

Tak patah arang Budi Ulya kali ini ikut tes lagi. Kalau dulu mengandalkan dukun, sekarang mengandalkan koneksi dari orang dalam. Dia rela menyogok dengan upeti 300 juta. Edan!

Namun lagi-lagi dia gagal. Sampai petugas penerima kasihan dan mengatakan.

“Sudah besok gak usah tes lagi saja. Percuma! Wong kamu tidak diterima itu bukan karena masalah lain-lain. Tinggi kamu kurang 5 cm!”

Budi Ulya tertegun, berbagai cara yang dilakukannya selalu gagal, ibarat matang tuna numbak luput.

Paribasan (37): Baladewa ilang gapite

Arti harfiahnya adalah wayang Baladewa yang hilang gapitnya. Maknanya orang yang gagah perkasa tiba-tiba lemah seakan hilang kekuatannya.

Richard adalah seorang bule dari negeri Inggris. Sudah lama menetap di Pulau Jawa sebagai mahasiswa jurusan musik tradisional di sebuah universitas di Solo. Karena sangat sukanya dengan kebudayaan Jawa Richard betah sekali tinggal di Jawa. Dia menyewa sebuah rumah di perkampungan di Solo dan berbaur dengan masyarakat.

Suatu hari Richard ini memutuskan menjadi mualaf dan menikah dengan Siti Sundari anak Kyai Rejo. Oleh istrinya Richard dibimbing untuk menjalankan ibadah sesuai tuntunan agama Islam.

Salah satu ibadah yang harus dijalani adalah puasa. Richard pun bermaksud menjalankannya pula dengan penuh. Dia ogah menuruti tawaran istrinya untuk puasa mbedhug dulu. Itu kan puasa untuk anak-anak, sangkal Richard. Dia memang tahu karena melihat anak-anak tetangganya yang puasa mbedhug.

Hari puasa pertama Richard tinggi besar seperti Baladewa itu kelaparan. Sejak pagi telah berkali-kali lewat dapur. Uh, lapar, katanya kepada istrinya. Siang hari Richard kelimpungan. Maklum seumur-umur baru kali ini puasa. Menjelang sore Richard lemas dan pucat. Istrinya mentertawakan Richard, sambil bercanda berkata, “Mas Richard ini kok seperti Baladewa ilang gapite!”

Paribasan (38): Ambondhan tanpa ratu

Arti harfiahnya adalah menari bondhan tidak di depan raja. Maknanya adalah memberontak tidak mau tunduk kepada penguasa yang sah.

Sejak meninggalnya Sultan Agung kekuasaan Mataram jatuh ke tangan Amangkurat I. Raja penggantinya ini mewarisi kekuasaan yang besar, tetapi sayang tidak didukung dengan kecakapan yang sepadan. Satu per satu wilayah Mataram memisahkan diri. Amangkurat I Dia seringkali memakai cara keji dalam menyingkirkan lawan-lawannya. Konon dia hampir selalu menghukum mati orang yang berbeda pendapat dengannya. Akibatnya muncul rasa antipati kepadanya.

Salah seorang pembesar dari Madura Trunajaya menyatakan tidak lagi tunduk kepada Mataram. Dia sengaja merebut wilayah timur dan memberlakukan pemerintahan sendiri. Dia bermaksud mbondhan tanpa ratu atau memberontak.

Pemberontakan Trunajaya berhasil merebut kraton Mataram dan mengusir raja Amangkurat I. Walau akhirnya dengan bantuan VOC Trunajaya berhasil dikalahkan.

Paribasan (39): Anggajah êlar

Arti harfiahnya sayapnya seperti gajah. Maknanya serba besar dan mewah keinginannya.

Puguh adalah orang yang beruntung. Sejak ada proyek jaringan saluran listrik tengangan ekstra tinggi (sutet) dia mendapat rejeki nomplok. Setiap tanah yang di atasnya dilewati kabel sutet akan diberi ganti rugi yang lumayan setiap meternya. Tanah Puguh yang dua hektar tegalan kering tak produktif itupun mendapat ganti rugi juga. Puguh kaya mendadak.

Karena lama menjadi orang miskin Puguh gagap dalam membelanjakan uangnya. Dikiranya uang ganti rugi yang jumlahnya 500 juta itu adalah uang yang banyak. Dalam sekejab wataknya berubah 180 derajat. Dia merenovasi rumahnya yang reyot dan mengisi dengan perabot yang mewah. Lemari bagus dia pesan dari perajin mebel di Mireng di bengkel milik Pak Khusen. Bufet, meja tamu, meja makan lengkap dan lemari dhapur yang mewah.

“Semua pakai kayu jati kelas satu ya!” jelas Puguh.

Pak Khusen hanya manthuk-manthuk, sambil membatin, “Wah Puguh ini kok sekarang anggajah elar!”

Paribasan (40): Kêri tanpa pinêcut

Arti harfiahnya geli tanpa dicambuk. Maknanya orang yang merasa dituduh padahal hanya dibeberkan kesalahannya.

Wan Aziz sudah lama menjadi menteri besar negara bagian. Karena sudah lama berkuasa koneksinya banyak dan pengaruhnya merasuk ke semua bidang kehidupan. Hal itu dimanfaatkannya untuk membangun kerajaan bisnis. Mulai pariwisata, konstruksi, rumah sakit, pendidikan semua ditangani melalui kaki tangannya.

Namun ada salah satu lengan gurita bisnisnya yang mendatangkan banyak keuntungan yakni kasino atau rumah judi. Dari sinilah hampir sepatuh kekayaan Wan Aziz berasal. Tentu saja dia bermalin di balik layar karena bisnis perjudian jelas tidak pantas bagi menteri besar seperti dirinya.

Suatu ketika timbul krisis yang menyeret anak bisnis Wan Aziz. Hal itu bermula dari gagalnya proyek jembatan gantung di salah satu proyek negeri bagian. Jembatan gantung yang berbiaya 9 trilyun itu runtuh dan kerajaan memerintahkan untuk melakukan investigasi menyeluruh. Maka terbongkarlah kedok Wan Aziz yang ternyata perusahaannya menangani jembatan itu dengan tender fiktif. Tim investigasi membeberkan perusahaan Wan Aziz yang beroperasi dengan cara kolusi, termasuk rumah judinya yang terkenal itu. Keri tanpa pinecut Wan Aziz mengundurkan diri dari jabatan menteri besar. Namun jeruji besi segera menantinya sebagai buah dari kecurangannya.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2019/04/23/paribasan-31-40-cebol-anggayuh-lintang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...