Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (73): Weruh Wekasing Dumados

 Bait ke-73, Pupuh Gambuh Lanjutan, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Pamotaning ujar iku,

kudu santosa ing budi teguh.

Sarta sabar tawekal legaweng ati.

Trima lila ambeg sadu.

Weruh wekasing dumados.


 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Penguasaan atas petuah itu,

haruslah disertai dengan sentausa dan teguhnya akal budi.

Serta harus sabar, tawakal dan ikhlas di hati.

Menerima, rela dan berwatak adiutama.

Memahami akhir dari setiap penciptaan.


 Kajian per kata:

Kita lanjutkan kembali kajian serat Wedatama yang sempat terputus beberapa episode dan diselingi dengan kajian wulangreh. Insya Allah mood saya sudah kembali untuk membahas ini, setelah mengalami kejenuhan dan menggos-menggos di akhir kajian Serat Wedatama inti. Kajian kali ini sampai pada bab lanjutan, Pupuh Gambuh. Disebut lanjutan karena sebelumnya serat Wedatama telah dinyatakan tamat (titi). Namun kembali disambung dengan 38 bait lagi.

Terdapat kontroversi mengenai apakah bait-bait lanjutan ini masih merupakan karya Sri Mangkunegara IV. Tetapi seperti yang kami nyatakan pada bahasan yang lalu kita tidak akan mempermasalahkan hal itu. Selain karena isi dari bait lanjutan ini masih relevan dengan bait-bait sebelumnya, secara bahasa bait ini pun bergaya mirip dengan bagian inti. Kami mengambil kesimpulan bahwa bait lanjutan juga karya Sri Mangkunegara IV.

Pamotaning (penguasaan) ujar (petuah) iku (itu), kudu (harus) santosa (sentausa) ing (dalam) budi (budi) teguh (teguh). Penguasaan atas petuah itu haruslah disertai dengan sentausa dan teguhnya akal budi.

Pada bait sebelumnya telah dinyatakan  bahwa jika hendak menguasai laku sembah rasa harus dilakukan dengan cermat, den memet (cermat) yen arsa momot. Kali ini ada syarat tambahan yakni harus mempersiapkan diri agar sentausa dan teguh dalam akal budi. Dengan ungkapan yang sederhana persiapan mentalnya harus kuat. Jika tidak akan terjadi ketakjuban sesaat yang berujung ketidaksadaran, alias sulap dengan kenyataan yang ditemui.

Sulap adalah kondisi tidak bisa melihat kebenaran justru ketika sangat dekat dengan kebenaran itu sendiri. seperti halnya kita tak dapat melihat matahari karena saking (terlalu) terangnya matahari itu.

Sarta (serta) sabar (sabar) tawekal (tawakal) legaweng (ikhlas di) ati (hati). Serta harus sabar, tawakal dan ikhlas di hati.

Sabar karena laku yang ditempu sangat berat, sejak awal sampai akhir depenuhi dengan keadaan serba mengekang hawa nafsu, meper (menahan) keingingan dan meminimalkan kebutuhan. Tawakal karena hasilnya bukan kita yang menentukan, tergantung pada kehendakNya untuk memberi pencerahan atau tidak. Ikhlas karena terlebih dahulu  harus menyingkirkan motif rendah dan artifisial, dan menggantinya dengan hati yang kosong dari keinginan.

Trima (menerima) lila (rela) ambeg (watak, sifat) sadu (utama, hati yg suci). Menerima, rela dan berwatak adiutama.

Trima adalah sikap tidak protes terhadap apapun yang diberikan padanya. Lila bersikap senang hati atas apa yang diterima, atau terhadap yang tidak diterimanya. Ambeg sadu adalah watak orang yang telah mencapai derajat di atas keutamaan (adiutama). Hatinya mendekati hati orang-orang yang suci, terbebas dari pamrih apapun.

Weruh (memahami) wekasing (akhir) dumados (penciptaan). Memahami akhir dari setiap penciptaan.

Orang yang telah memahami akhir dari segala penciptaan, paraning dumadi, maka tidak akan banyak keresahan, kegalauan, ketakutan, kekhawatiran di hatinya. Sikapnya penuh dengan kerelaan, lila-legawa, rela dan legawa. Legawa adalah sikap bersenang hati atas apa yang terjadi, ini pencapaian yang lebih tinggi dari lila.

Begitulah watak dari para priyagung luhur yang telah mencapai kesempurnaan sembah rasa. Sepintas lalu uraian sifat-sifat di atas terlalu teoritis tetapi marilah kita mohon kekuatan agar diri kita mampu mencapai tahap itu. Berharaplah dengan pantas terhadap kehidupan. Dan bermohonlah kepada Yang Memberi Hidup.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/22/kajian-wedatama-73-weruh-wekasing-dumados/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...