Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (1): Agama Ageming Aji

Dalam budaya Jawa ada ungkapan Agama ageming Aji. Apa maknanya? Marilah kita lihat dahulu arti menurut kata per kata. Agem artinya pakai, ageman artinya pakaian. Sedangkan aji berarti bernilai atau mulia, bisa juga berarti raja. Dua arti ini masih berkaitan karena raja biasanya di-aji-aji alias dihormati.

Agama ageming aji bisa berarti agama adalah pakaian para raja, bisa juga berarti agama adalah pakaian orang mulia. Dari dua pengertian itu kita ambil yang terakhir karena lebih universal, berlaku pada semua orang. Ungkapan orang Jawa untuk memeluk agama adalah ngrasuk, contoh: ngrasuk agami Islam. Rasukan adalah sinonim dari ageman, yang artinya pakaian. Orang yang memeluk agama diibaratkan orang yang memakai pakaian.

Ungkapan agama ageming aji terdapat pada serat Wedatama karya KGPAA Mangkunegara IV, Pupuh Pangkur, bait pertama. Tembang selengkapnya adalah sebagai berikut:

Mingkar mingkuring angkara,

Akarana karenan mardisiwi.

Sinawung resmining kidung,

Sinuba sinukarta.

Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung,

Kang tumrap neng tanah Jawa,

agama ageming aji.


Terjemahan dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut

Menjauhkan dan membelakangi sifat angkara,

karena berkehendak mendidik anak.

Dibingkai dalam keindahan lagu,

dihias dan diperbagus (syairnya).

Agar berkembang perbuatan yang berdasar ilmu luhur.

Yang bagi orang di tanah Jawa,

agama adalah pakaian orang mulia.


Kajian per kata:

Mingkar (menghindar) mingkuring (membelakangi) angkara (sifat angkara), akarana (karena) karenan (hendak) mardisiwi (mendidik anak). Menjauhkan dan membelakangi sifat angkara, karena berkehendak mendidik anak.

Pendidikan yang paling efektif bagi anak adalah memberikan contoh. Di sini orang tua sebelum memberi perintah untuk melakukan hal-hal yang baik dan melarang yang buruk hendaknya melakukan sendiri terlebih dahulu. Seorang ayah yang berkehendak untuk mendidik anak, maka hendaknya menghindari perilaku buruk agar kelak si anak dapat mencontoh ayahnya.

Sinawung (dibingkai, disamarkan) resmining (dalam keindahan) kidung (lagu), sinuba (dihias) sinukarta (diperbagus). Dibingkai dalam keindahan lagu, dihias dan diperbagus (syairnya).

Dalam mendidik anak hendaknya dilakukan dengan bahasa yang baik dan cara yang bijaksana. Sinawung resmining kidung artinya nasehat tadi dibingkai dalam bentuk lagu, seperti bait-bait serat Wedatama ini. Dengan bentuk lagu yang mendengar akan berkesan dan mengingat selalu nasihat yang disampaikan. Ini juga mengandung kiasan agar dalam memberi nasihat hendaknya dilakukan dengan perkataan baik, agar yang mendengar senang dan berkesan, bukan malah marah dan tersinggung.

Sinuba sinukarta bermakna si anak harus diperlakukan dengan selayaknya dan dengan perlakuan yang baik dan mempesona. Semua itu agar si anak tidak tertekan, merasa disayang sehingga timbul kecenderungan terhadap kebaikan.

Mrih (agar) kretarta (berkembang) pakartine (perbuatan) ngelmu (ilmu) luhung (luhur). Agar berkembang perbuatan yang berdasar ilmu luhur.

Setelah si anak terbiasa melihat contoh dan sudah cenderung ke arah kebaikan maka ia akan mudah untuk dibiasakan melakukan perbuatan baik. Segala amalan kebaikan akan dijiwai dengan sepenuh hati. Si anak akan mengembangkan kebaikan-kebaikan pada dirinya sehingga pada akhirnya si anak akan mencapai tahap ilmu luhung. Ilmu Luhung adalah kesempurnaan ilmu menurut ajaran Jawa, yakni ilmu batin, akhlaki, bukan sekedar petuah-petuah dan juga bukan sekedar gerak tubuh, tetapi pencapaian jiwa. Ini adalah konsep sufistik dari ajaran Jawa, membiasakan diri agar kemampuan batin berkembang.

Kang (yang) tumrap (bagi) ing (orang di) tanah Jawa (tanah Jawa), agama (agama) ageming (pakaian) aji (orang mulia). Yang bagi orang Jawa, agama adalah pakaian orang mulia.

Nah inilah pamungkas dari seluruh rangkaian pendidikan yakni: kemuliaan jiwa. Seorang yang berjiwa mulia akan sangat pantas berbaju agama. Karena itu redaksi kalimat ini adalah agama ageming aji, yang artinya agama adalah pakaian orang mulia. Jika seseorang berbaju (ngrasuk) agama tetapi belum ada kesiapan mental-spritual maka yang terjadi adalah kemunafikan, berbaju agama tapi culas. Lain di bibir lain di hati. Justru yang seperti ini berbahaya karena akan merusak tatanan kehidupan dan memakai agama untuk kepentingan nafsunya sendiri.

Di sini kemuliaan disyaratkan terlebih dulu sebelum ngrasuk agama. Ini bukan berarti orang jahat tidak boleh beragama, yang dimaksud adalah membersihkan hati terlebih dulu dari kehendak jahat atau menjalani pertobatan, agar siap menjalani perintah agama. Seperti halnya kita jika akan berpakaian seyogyanya mandi dulu agar kotoran yang menempel di tubuh tidak menodai pakaian kita.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/03/agama-ageming-aji/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...