Translate

Minggu, 18 Agustus 2024

Kajian wedatama (33): Kelakone Kanthi Laku

Bait ke-33, Pupuh Pucung, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Ilmu iku, kelakone kanthi laku,

Lekase  lawan kas,

Tegese kas nyantosani,

Setya budya pangekesing dur angkara.


Terjemahan dalam Bahasa Inonesia:

Ilmu itu terwujudnya dengan dijalani,

Dimulai dengan kemauan,

Kemauan inilah yang membuat sentosa,

Budi yang setia itu penghancur nafsu angkara.


Kajian per kata:

Ilmu (ilmu) iku (itu), kelakone (terlaksananya, terwujudnya) kanthi (dengan) laku (dijalani). Ilmu itu terwujudnya dengan dijalani.

Inilah ilmu tentang diri, yang berbeda dengan ilmu pengetahuan tentang dunia luar (sains). Dalam ilmu tentang diri perangkat utama sebagai alat untuk mengetahu adalah hati. Dalam istilah budaya Jawa disebut rasa. Ini sudah disinggung pada bait ke-2 dalam postingan berjudul sepa asepah samun. Melalui olah rasa itulah diri dikenali.

Apa makna dari mengenali diri?  Jadi begini, dahulu kala ketika manusia hendak dilahirkan ke dunia Allah SWT telah menciptakan diri manusia di alam ruh. Di alam ruh itu bakal calon manusia telah diperkenalkan dengan Tuhan Yang Mengatur alam raya. Namun ketika turun ke dunia, pekat dan gelapnya alam materi membuat kita lupa akan asal-usul kita. Dan kita juga lupa tujuan akhir perjalanan yang semestinya kita tempuh. Dalam budaya Jawa ini disebut sangkan paraning dumadi.

Mengenali diri dengan demikian pada hakekatnya adalah mengingat (zikir) tentang sangkan paraning dumadi. Disebut mengingat karena dahulu kita telah mengetaui. Jadi itu bukan pengetahuan yang baru, melainkan telah tertanam dalam sanubari kita.

Laku yang arti harfiahnya adalah berjalan, adalah proses mengingat itu. Dalam laku ada tatacara yeng harus ditempuh agar rasa kita terasah. Tatacara yang utama adalah syariat agama, yang kedua menahan hawa nafsu dan yang terakhir adalah menyepi. Tujuan menyepi adalah kontemplasi agar sang diri dikenali.

Pengenalan diri menghasilkan apa yang  disebut sebagai budya (budi). Ia adalah pikiran yang sadar diri. Pikiran yang berhasil melakukan sinkronisasi dengan hati yang berzikir. Oleh karena itu budi kadang diartikan sebagai pikiran, seperti pada kata akal budi, budidaya, . Dan di lain tempat diartikan sebagai hati, seperti pada kata budi luhur, berbudi, budi mulia, budiman.  Seorang yang berbudi adalah seorang yang sudah paham akan sangkan paraning dumadi. Dalam bahasa filsafat modern disebut sebagai intelektual.

Lekase  (dimulainya) lawan (dengan) kas (kemauan). Dimulai dengan kemauan.

Laku tadi adalah sesuatu yang berat dilaksanakan, maka diperlukan kemauan yang keras dalam memulainya. Tanpa kemauan jalan yang akan dilalui untuk laku tidak akan tampak. Ibarat orang yang memegang obor di kegelapan. Seratus langkah ke depan adalah gelap semata, jika dia berkemauan untuk melangkah satu langkah, maka satu langkah ke depan akan terang. Begitu seterusnya sampai seratus langkah lagi, maka yang tadinya gelap akan kelihatan.

Tegese (maknanya) kas (kemauan) nyantosani (membuat sentosa). Kemauan inilah yang membuat sentosa.

Kemauan akan membuat seseorang kuat dalam menjalani laku. Karena selangkah demi selangkah jalan di depan akan terang dan terbuka untuk dilewati. Jika kemauan terpelihara sepanjang jalan maka proses laku akan mencapai titik akhir pada saatnya. Seperti kata pepatah, perjalanan seribu langkah selalu diawali dengan langkah pertama.

Setya (setia) budya (budi) pangekesing (penghancur) dur (keburukan) angkara (angkara). Budi yang setia itu penghancur nafsu angkara.

Sesudah akal budi terbentuk, aktual, mewujud dalam diri, maka akan mudah untuk menumpas nafsu angkara. Inilah puncak kekuatan manusia yang sebenarnya, mengalahkan dur angkara dalam dirinya. Seperti sabda Nabi, orang yang paling kuat adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/15/kajian-wedatama-33-kelakone-kanthi-laku/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...