Translate

Kamis, 22 Agustus 2024

Babad Tanah Jawi (192): Keraton berpindah ke Sala dan diberi nama Surakarta Adiningrat

Alkisah. Pangeran Prangwadana dan pasukan Madura setelah terlibat pertempuran dengan pasukan Kartasura mereka lari ke utara. Yang dituju adalah Majarata di tanah Sukawati. Di Majarata mereka bertemu dengan pasukan Pangeran Mangkubumi. Sempat terjadi kontak senjata ringan. Namun pasukan Pangeran Mangkubumi terdesak dan mundur. Markas mereka kemudian ditempati pasukan Prangwadana. Pasukan Madura kemudian membuat markas sendiri yang letaknya terpisah dari markas Pangeran Prangwadana.

Di pondokan Pangeran Prangwadana sedang berbincang dengan patihnya yang bernama Kudanawarsa.

Berkata Pangeran Prangwadana, “Tempat ini sepertinya layak dijadikan negeri.”

Kudanawarsa berkata, “Tidak pantas Tuan. Buruk kejadiannya di masa lalu.”

Di pondok lain, orang Madura ciut hatinya karena temannya banyak yang tewas. Yang kedua, mereka merasa keadaannya tidak seperti bayangannya ketika berangkat dulu. Akhirnya pasukan Madura memutuskan untuk kembali ke Madura. Mereka kemudian mengirim utusan ke pondok Pangeran Prangwadana untuk meminta izin meninggalkan barisan. Pangeran Prangwadana pun mengizinkan. Pasukan Madura lalu membubarkan diri dan kembali ke Madura. Adapun Pangeran Prangwadana kemudian juga membubarkan pasukan dari Majarata dan beralih ke Lunge, lalu mereka bermarkas di Kebontritis. Sementara di tempat lain Pangeran Mangkubumi sudah mengumpulkan kembali pasukannya di desa Galagah.

Pasukan Madura yang baru saja pulang dari Majarata mendapati negeri mereka sedang berperang. Pasukan Pangeran Cakraningrat sedang menyerang Sumenep. Yang memimpin prajurit Madura adalah Raden Sasradiningrat, anak dari Cakraningrat. Perang berlangsung seru dan memakan banyak korban. Akhirnya Sumenep berhasil ditaklukkan. Pangeran Sumenep kemudian lari ke Surabaya meminta tolong Kumpeni. Adapun pasukan Sumenep yang tertinggal sudah menyerah kepada Raden Sasradiningrat. Mereka yang telah menyatakan menyerah lalu ditetapkan untuk menduduki jabatan lamanya. Warga Sumenep pun kembali tenang.

Baru saja penduduk Madura bisa hidup sedikit tenang pasukan Kumpeni menggelar barisan di perbatasan Sampang-Sumenep di bawah pimpinan Kumendur Kecil. Para prajurit memberi tahu kepada Raden Sasradiningrat kalau Kumendur menggelar barisan di tapal batas Sampang. Raden Sasradiningrat segera kembali mengerahkan pasukannya untuk menghadapi Kumpeni. Dengan bersegera pasukan Sasradiningrat menggempur pasukan Kumpeni. Pertempuran kembali pecah di Batubesi. Pasukan Kumpeni tangguh. Mereka mengamuk seperti raksasa mendapat bangkai. Senjata-senjata sudah tak berbunyi lagi, mereka berperang jarak dekat dengan tombak. Namun pasukan Madura terlalu banyak. Pasukan Kumpeni tak mampu mendesak pasukan Madura. Mereka akhirnya memilih lari dari Batubesi. Perbatasan kembali diduduki pasukan Sasradiningrat.

Sementara itu di Surabaya, pasukan Kumpeni mulai menyerang kantong-kantong pasukan Madura di pesisir Jawa. Tandes mereka serang. Pasukan Madura di Gresik dibawah pimpinan Ki Puspatruna menahan serangan pasukan Kumpeni dengan gigih. Puspatruna tak takut mati. Pasukan Kumpeni berhasil dipukul mundur.

Berita kekalahan Kumpeni Surabaya didengar oleh pasukan Kumpeni yang berada di atas kapal. Mereka pun mendarat di Madura pada sebuah pantai di desa Tunjungan. Mereka kemudian mengamuk di daratan Madura. Pasukan Madura kemudian menghadapi amukan Kumpeni. Pemimpin pasukan Madura bernama Surajaya. Surajaya mengamuk menerjang pasukan Kumpeni. Setelah terjadi pertempuran sengit pasukan Kumpeni berhasil dipukul mundur kembali ke lautan.

Ada seorang opsir Belanda di Kediri namanya Kapten Keser. Dia adalah mantan komandan pasukan dragonder di Kartasura. Kapten Keser diperbantukan ke Surabaya. Dari Kediri Kapten Keser bergerak menuju Surabaya. Kapten Keser kemudian menyerang Gresik. Terjadi pertempuran sengit dengan pasukan Gresik yang dipimpin seorang pangeran dari Giri bernama Ki Jiwaraga. Setelah pertempuran sengit Ki Jiwaraga tewas. Gresik berhasil ditaklukkan.

Pasukan Kapten Keser kemudian bergerak ke Tumapel tempat Raden Wiryadiningrat bermarkas. Pasukan Madura di Lamongan di bawah pimpinan Raden Kartareja bergerak ke Tumapel untuk membantu pertahanan Raden Wiryadiningrat. Pertempuran kembali pecah. Namun lagi-lagi pasukan Kapten Keser mendapat kemenangan. Pasukan Kartareja dipukul mundur. Tumapel pun berhasil diduduki. Raden Wiryadiningrat melarikan diri.

Pasukan Kapten Keser terus bergerak memukul Sidayu. Di Sidayu saat itu bermarkas pasukan Madura di bawah pimpinan Raden Suryadiningrat. Tidak perlu waktu lama pasukan Kumpeni berhasil menaklukkan Sidayu. Raden Suryadiningrat menyerah dan penyerahannya diterima oleh Kumpeni.

Setelah kemenangan di pesisir Jawa, Kumpeni merencanakan serang besar-besaran ke pulau Madura. Seorang admiral diturunkan untuk memimpin serangan itu. Pasukan Kumpeni pimpinan Kapten Keser kemudian diperbantukan ke pulau Madura. Bersama Daeng Mabelah, veteran perang dari Kartasura lainnya, pasukan Kapten Keser menggempur pasukan Raden Sasradiningrat di Sampang. Pasukan Kumpeni juga mendapat bantuan pasukan Kumpeni Makasar di bawa pimpinan Kapten Jawar. Pasukan Kumpeni menyerang pasukan Sasradiningrat dengan serangan massif. Pasukan Sasradiningrat pun terdesak dan lari. Pasukan Kumpeni terus bergerak ke Balega. Di Balega pasukan Madura dipimpin oleh Raden Wangsengsari.

Raden Wangsengsari menghadapi serangan pasukan Kumpeni dengan gigih. Pasukan Madura bertekad takkan mundur. Tuan Admiral melihat pasukan Madura tangguh, lalu meningkatkan serangan. Raden Wangsengsari tetap bertahan. Serangan peluru tiktak pun tak membuatnya bergeser. Kapten Keser marah karena serangannya dapat ditahan pasukan Madura. Kapten Keser turun ke medan perang dan mengamuk bersama para serdadunya. Pasukan Kumpeni Islam ikut merangsek dengan tombak dan pedang. Akhirnya pasukan Madura berhasil dipukul mundur. Walau terus mencoba bertahan Raden Wangsengsari tak mampu lagi menahan serangan pasukan Kumpeni. Raden Wangsengsari dikeroyok para serdadu Kumpeni. Pada satu kesempatan Raden Wangsengsari didesak sampai terperosok ke dalam lubang. Kopral Trohi lalu mendekati dan memukul dengan gagang senapan. Wangsengsari tewas seketika. Setelah panglimanya tewas pasukan Madura bubar berlarian. Markas pasukan Madura di Balega diduduki Kumpeni.

Sementara itu Raden Sasradiningrat yang melarikan diri dari Batubesi telah sampai di kota Sampang. Segera Raden Sasradiningrat melaporkan kekalahannya kepada sang ayah Panembahan Cakraningrat. Juga kekalahan pasukan Wangsengsari di Balega telah terdengar oleh Sang Panembahan. Kedua hal itu membuat Panembahan sangat khawatir. Panembahan akhirnya memutuskan untuk mengungsi ke Pulau Bawean. Semua yang ada segera dibawa naik kapal menuju pulau Bawean. Sesampai di Bawean mereka berhenti untuk mengambil persediaan air minum. Pelayaran mereka kemudian dilanjutkan ke negeri Banjar.

Di Madura, pasukan Kumpeni telah berhasil mengusai Pulau Madura sepenuhnya. Keadaan pulau Madura sudah tenteran. Salah seorang anak Panembahan Cakraningrat yang bernama Raden Ayu Wuku kemudian dibawa ke Kartasura oleh opsir Kumpeni bernama Tuan Anting.

Kita kembali ke Sukawati. Pasukan Pangeran Mangkubumi setelah terusir dari Majarata kemudian bermarkas di Galagah. Pangeran Mangkubumi sudah berhasil membangun pasukannya lagi. Pangeran lalu mengirim surat ke Kartasura, menyatakan kalau pasukan Madura sudah kembali ke negerinya. Adapun pasukan Prangwadana sudah kembali ke selatan. Orang-orang Sukawati sudah kembali tunduk kepada Pangeran Mangkubumi. Pasukan Mangkubumi kini sudah kuat kembali dan rasanya mampu untuk menggempur pasukan Prangwadana.

Kepada utusan yang membawa surat Sang Raja berkata, “Katakan kepada Dinda Mangkubumi, kalau pasukannya sudah kuat boleh menyerang musuh kembali. Kalau berhasil menang, sebaiknya musuh dikejar ke manapun larinya. Agar mereka kapok.”

Utusan segera kembali ke Sukawati untuk menyampaikan perintah Sang Raja. Sang Raja lalu memerintahkan Ki Tohjaya menemui Mayor di Loji. Ki Tohjaya memberitahukan bahwa Sang Raja telah memberi izin kepada Pangeran Mangkubumi untuk menyerang pasukan Prangwadana.

Mayor berkata, “Itu gampang nanti. Sekarang lebih baik mengerjakan pekerjaan yang lebih penting.”

Ki Tohjaya kembali ke istana dan menyampaikan pendapat Mayor. Sang Raja pun menyerahkan segala sesuatunya kepada Mayor, mana yang akan didahulukan. Mayor kemudian mengirim utusan kepada Pangeran Mangkubumi. Utusan segera berangkat ke Sukawati. Setelah sampai di Sukawati utusan menyampaikan salam dari Mayor untuk Pangeran Mangkubumi. Utusan menyampaikan pesan Mayor.

Berkata si utusan ,”Paduka dimohon berhenti mengejar musuh dahulu. Mayor akan berangkat ke Kedu dahulu untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di sana.”

Bertanya Pangeran Mangkubumi, “Mayor berangkat ke Kedu untuk urusan apa?”

Utusan menjawab, “Yang menjadi persoalan adalah pembangkangan Secanagara dan orang-orang Kedu. Mereka telah menggelar barisan di Elo dan sudah menyerang Kartadipa di Andong. Kartadipa sudah menyerah dan bergabung dengan Secanagara. Maka dari itu paduka diminta berhenti dulu mengejar musuh. Mayor meminta paduka jangan jauh-jauh dari Sala.”

Pangeran Mangkubumi tersenyum, “Ini maksud Mayor aku disuruh berjaga di Sala begitu? Baiklah, engkau pulanglah. Katakan kepada saudara Mayor kalau aku akan bermarkas di dekat Sala.”

Utusan segera kembali ke Kartasura dan menyampaikan semua pesan Pangeran Mangkubumi. Mayor sudah tenang hatinya sehingga bisa fokus memikirkan Kedu.

Di Kedu ada pemberontakan oleh Secanagara dari Sela. Orang-orang Kedu sudah ditaklukkan. Sepanjang barat sungai Progo sudah tunduk. Malah sudah menyeberang sungai Elo dan menaklukkan pasukan Kartadipa. Ki Kartadipa sudah menyerah kepada Secanagara.

Mayor berencana mengajak pasukan Patih Sindureja untuk menyerang Kedu. Saat ini Patih Sindureja berada di Salatiga. Patih Sindureja berangkat ke Salatiga setelah kembali dari Segawe dahulu. Ketika dahulu mengejar pasukan Pangeran Prangwadana tetapi tak ketemu musuh. Sepulang dari Segawe Patih Sindureja ditugaskan berjaga di Salatiga. Selain itu Patih Sindureja juga ditugaskan membuat Loji di Salatiga. Patih Sindureja juga ditugaskan ke Kedu untuk konsolidasi dengan Ki Mangkupraja dan Ki Natayuda. Namun rupanya kedua punggawa Kedu itu tak bisa diharapkan. Maka tak ada pilihan lain selain Mayor sendiri yang akan berangkat ke Kedu. Mayor kemudian menyampaikan rencananya tersebut kepada Sang Raja.

Mayor Hohendorff berkata, “Paduka, saya akan berangkat ke Kedu untuk merebut wilayah itu dari tangan Secanagara. Selain itu tanah paduka di Kedu sudah rusak tatanannya. Harus dibenahi kembali.”

Sang Raja berkata, “Baiklah Dinda. Segera padamkan sebelum berkobar.”

Mayor berkata, “Kalau paduka izinkan, besok pagi saya berangkat melalui Salatiga.”

Sang Raja berkata, “Baiklah, semoga selamat perjalananmu.”

Mayor segera keluar dari istana dan menuju Loji. Raden Adipati Pringgalaya kemudian dipanggil Mayor ke Loji dan diberi tahu kalau Mayor akan melakukan perjalanan ke Kedu besok pagi.

Berkata Mayor Hohendorff, “Raden, saudara baik-baiklah dalam menjaga Sang Raja. Saya akan membawa pasukan dragonder dan Kumpeni Islam pimpinan Kapitan Tolong.”

Raden Arya Pringgalaya lalu memerintahkan Surawacana untuk menyediakan berbagai keperluan penunjang pasukan yang akan berangkat ke Kedu. Keesokan harinya pasukan Mayor Hohendorff berangkat menuju Salatiga. Sesampai di Salatiga Mayor menemui Adipati Sindureja.

Mayor berkata, “Saudara Adipati, sekarang posisi markas Secanagara berada di mana? Juga si Kartadipa berada di Andong atau bergabung dengan Secanagara?”

Ki Adipati Sindureja berkata, “Tuan, menurut laporan telik sandi, tempatnya sekarang berada di Samirana. Adapun Kartadipa masih berada di Andong. Kartadipa sudah kembali ke pihak Kartasura. Pasukannya kini berhadapan degan pasukan Secanagara, tetapi tidak berani memulai pertempuran.”

Mayor Hohendorff kemudian memerintahkan kepada Ki Mangkupraja, Natayuda dan Demang Urawan untuk mengirim utusan ke Kedu. Ketiganya lalu menjalankan telik sandi ke Kedu. Dua hari kemudian prajurit telik sandi sudah melaporkan hasil pengintaiannya. Menurut laporan telik sandi posisi pasukan Secanagara masih sama dengan laporan yang diterima Ki Sindureja kemarin, yakni di Samirana. Adapun Ki Kartadipa sekarang berada di Wiladasewu. Prajurit telik sandi juga menyebutkan kalau Ki Kartadipa akan menyambut pasukan Hohendorff di jalan. Setelah semua keterangan yang diperlukan didapat, Mayor pun segera bersiap. Keesokan harinya pasukan Mayor berangkat dari Salatiga. Semua punggawa di Salatiga dikerahkan, termasuk Adipati Sindureja.

Perjalanan pasukan Mayor Hohendorff  sempat bermalam di Tegalrandu. Pagi hari mereka langsung meneruskan perjalanan. Ki Kartadipa menjemput di jalan untuk bergabung.

Mayor berkata, “Hai Kartadipa, musuh sekarang berada di mana?”

Kartadipa menjawab, “Musuh tuan ada di Samirana. Mereka sudah bersiap menghadang. Rencana mereka akan mencegat di Elo dan bertempur habis-habisan.”

Pasukan Mayor kemudian melanjutkan perjalanan menuju Andong. Perjalanan mereka dipercepat agar segera sampai. Sesampai di Andong pasukan Hohendorff beristirahat di pondokan. Ki Adipati Sindureja kemudian mengundang para punggawa untuk merencanakan strategi yang akan diterapkan esok pagi bersama Mayor. Pada kesempatan itu Ki Kartadipa menyampaikan usulan.

Berkata Ki Kartadipa, “Bila tuan setuju, saya besok akan mendahului menyerang sendirian. Paduka semua beristirahatlah dulu di Andong sini.”

Ki Adipati Sindureja berkata, “Usulan Kartadipa tadi, saya tak setuju. Kalau dia berangkat sendirian lalu kalah, itu akan membuat malu kita semua. Sebaiknya tuan Mayor beristirahat dulu di sini selama satu hari besok. Adapun semua pasukan Jawa akan saya bawa menyerang musuh.”

Mayor merasa kerepotan menanggapi usulan para punggawa. Mayor sendiri masih menyangsikan kalau Adipati Sindureja mampu mengalahkan musuh.

Berkata Mayor Hohendorff, “Wahai Ki Sindureja, semua usulan saudara itu juga tidak akan saya pakai. Perintah saya sebagai komandan, semua pasukan Jawa dan Kumpeni bersama-sama berangkat menyerang musuh.”

Pertemuan malam itu pun selesai. Semua siap melaksanakan perintah Mayor Hohendorff. Keesokan harinya pasukan Kartasura yang terdiri dari pasukan Kumpeni, pasukan Adipati Sindureja dan pasukan Ki Kartadipa berangkat. Perjalanan mereka dipercepat agar segera sampai di Samirana. Yang bertindak sebagai pasukan garis depan adalah Ki Kartadipa dan pasukannya. Ketika sampai di timur Elo pasukan musuh sudah terlihat berjajar di sepanjang bibir sungai. Tampak Ki Secanagara berkacak pinggang dengan dipayungi. Semua pasukan Kedu sudah dikerahkan. Sebagian besar dari mereka adalah pasukan darat. Mereka sudah disumpah kalau sampai meninggalkan medan perang akan ditombak. Semua mantri dan prajurit menyatakan sanggup.

Kedua pasukan sudah saling berhadapan. Di antara mereka tinggal ada pembatas berupa sungai Elo. Saat itu sungai sedang banjir dan sulit untuk diseberangi. Kedua pasukan lalu menyerang musuh dengan senapan. Untuk beberapa saat mereka jual beli tembakan. Kedua pasukan royal peluru, seharian mereka saling berbalas tembak. Sementara jatuhnya peluru sudah tak lagi efektif mengalahkan lawan. Setelah melewati sungai peluru kehilangan kecepatannya dan hanya jatuh laksana kerikil saja. Yang terkena peluru pun tak terluka.

Mayor Hohendorff tak sabar dengan keadaan ini. Apalagi setelah melihat Secanagara enak-enak duduk berpayung. Mayor menjadi geregetan, tetapi sulit untuk menyeberang sungai. Mayor memerintahkan Kapitan Tolong untuk mencari tempat yang bisa diseberangi. Kapitan Tolong membawa pasukan menyisir sepanjang sungai ke arah selatan, mencari tempat yang dapat diseberangi. Mereka lalu menemukan tempat penyeberangan. Pasukan Kapitan Tolong lalu menceburkan diri ke sungai. Kapitan dan pasukannya sudah berada di seberang sungai Elo. Dari arah samping mereka menerjang pasukan Secanagara. Dalam sekejap mata pasukan Secanagara tak mampu membendung serangan pasukan Kapitan Tolong. Mereka bubar berlarian. Pasukan Kapitan Tolong terus mengejar. Dua orang prajurit musuh berhasil ditangkap. Lalu ditikam ramai-ramai dengan tombak.

Dari belakang pasukan dragonder telah menyusul ke seberang sungai Elo. Mereka beramai-ramai ikut mengejar musuh. Banyak prajurit Secanagara yang tertangkap. Ada seorang mantri yang tertangkap oleh seorang kuli bernama Kartahudaya. Si mantri lalu ditikam hingga tewas. Secanagara dan beberapa pengikutnya terus lari menuju gunung Sumbing.

Pasukan Kartasura sudah menduduki Samirana. Semalam mereka menginap. Paginya pasukan meneruskan perjalanan menuju Tepasaran. Ketika baru saja sampai di desa Pakiswiring mereka bertemu dengan Ki Mangkuyuda. Ki Mangkuyuda berjalan bersama ibunya. Maksud kedatangannya menemui Mayor adalah untuk menyerahkan diri. Mayor sudah menerima penyerahan diri Ki Mangkuyuda. Ki Adipati Sindureja kemudian diberi tahu bahwa Ki Mangkuyuda telah menyerah. Ki Adipati sudah lega hatinya. Mayor dan Ki Sindureja kemudian berangkat ke Tepasaran. Sungai Progo sudah diseberangi. Mereka pun sampai di Tepasaran.

Di Tepasaran pasukan Kartasura membuat markas. Mayor kemudian memerintahkan Ki Kartadipa untuk mengejar Secanagara ke manapun perginya. Keesokan harinya Ki Kartadipa berangkat ke Selapapang. Di Selapapang Kartadipa menemukan markas Secanagara telah sepi. Lalu ada kabar yang menyebut bahwa Secanagara naik ke gunung Sumbing. Namun Kartadipa tidak dapat melacak posisi Secanagara. Ki Kartadipa lalu kembali ke Tepasaran. Sepanjang perjalanan pulang Kartadipa menjarah wilayah musuh. Dua hari sudah Kartadipa melakukan perjalanan. Dia kemudian melapor kepada Mayor Hohendorff bahwa perjalanannya tidak mendapatkan hasil.

Mayor memerintahkan kepada prajurit Kedu untuk mencari kabar keberadaan Secanagara. Jangan mereka pulang sebelum mendapat kabar posisi musuh. Adapun Ki Mangkuyuda tidak diizinkan pergi jauh dari Mayor. Dia disuruh untuk tetap tinggal di Loji saja. Kedudukannya pun belum diubah, masih menempati jabatan lamanya.

Beberapa hari kemudian para prajurit yang disuruh mencari keberadaan Secanagara telah mendapatkan kepastian. Secanagara kini berada bersama Raden Mas Guntur di gunung Kelir.

Mayor berkata, “Kalau benar beritanya, tidak menjadi soal. Kalau kelak dia kembali Ki Wiraguna, Ki Natayuda dan Ki Mangkuyuda sanggup untuk melawannya.”

Mayor lalu bertanya kepada Ki Mangkuyuda, “Hai Ki Mangkuyuda, apakah pasukan saudara sudah berkumpul semuanya?”

Ki Mangkuyuda menjawab, “Sudah tuan. Mereka telah hadir semua.”

Ki Adipati Sindureja berkata kepada Mangkuyuda, “Saudara Mangkuyuda, Tuan Mayor ingin mengadakan acara bersuka-suka. Anda siapkan segala sesuatunya. Gamelan untuk tayub dan perabotan pecah belah untuk jamuan.”

Ki Mangkuyuda menyatakan kesiapan. Segera mundur dari hadapan Ki Patih dan melaksanakan tugas. Para pekerja telah mengangkut berbagai keperluan untuk pagelaran tayub.

Sementara itu Mayor dan Ki Adipati Sindureja sedang berembug. Yang mereka bahas adalah kedudukan Raden Mangkupraja. Dia akan ditetapkan sebagai bupati di Kedu bersama Ki Mangkuyuda. Adapun Ki Sutawijaya oleh Mayor disarankan untuk diangkat juga bersama Demang Urawan. Ki Adipati Sindureja setuju. Ketiga orang tadi kemudian dipanggil menghadap ke pondokan Mayor. Mereka ditanyai kesanggupannya. Juga Ki Wiraguna sekalian ditanyai. Apakah mereka berempat sudah siap bila ditinggalkan untuk menjaga wilayah Kedu. Apakah mereka sanggup menahan bila Raden Guntur dan Secanagara kembali menyerang Kedu. Semua yang ditanya menyatakan siap sedia.

Mayor lalu berkata kepada Patih Sindureja, “Kalau semua sudah siap besok lusa saya berangkat ke Kartasura. Yang saya tinggalkan di sini Ki Puspatruna dan Ki Setradipa.”

Pagi harinya semua punggawa melakukan persiapan untuk pulang ke Kartasura. Semua punggawa kemudian diundang untuk berkumpul. Tiba-tiba Mayor memerintahkan untuk menangkap Ki Mangkuyuda. Semua barang-barangnya lalu dijarah. Ki Mangkuyuda kemudian dipenjara bersama anak istrinya.

Keesokan harinya Mayor pulang ke Kartasura. Punggawa yang ditinggal adalah Natayuda, Wiraguna dan Mangkupraja. Adapun Ki Mangkuyuda dibawa ke Kartasura beserta anak istrinya. Singkat cerita Mayor sudah sampai di Kartasura. Mayor segera menghadap kepada Sang Raja untuk melaporkan perjalanannya ke Kedu.

Berkata Mayor Hohendorff, “Hamba selamat dalam perjalanan paduka. Abdi paduka si Mangkuyuda sudah saya bawa. Semua terserah kepada keputusan paduka.”

Sang Raja berkata, “Aku tak akan mengangkatnya sebagai punggawa lagi. Kalau tetap saya abdikan seperti kurang orang saja. Sepulangmu dari Kedu Dinda, siapa yang engkau tinggalkan di sana?”

Mayor berkata, “Abdi paduka si Tumenggung Wiraguna, Tumenggung Natayuda dan Tumenggung Mangkupraja serta Demang Urawan.”

Setelah cukup laporan Mayor, Sang Raja mengizinkan Mayor keluar dari istana. Sesampai di luar Mayor menempatkan Ki Mangkuyuda. Pagi hari berikutnya Raden Adipati Pringgalaya datang dari Sala dan menemui Mayor untuk menanyakan keselamatannya. Mayor mengatakan bahwa musuh sudah lari dan bergabung dengan Raden Guntur di gunung Wilis. Wilayah Kedu sudah sepenuhnya dalam penguasaan Kartasura. Semua hal selama perjalanan sudah dituturkan oleh Mayor kepada Pringgalaya. Mayor kemudian mengutarakan keinginannya untuk meninjau bakal keraton di Sala.

Raden Pringgalaya berkata, “Baiklah, nanti saya persiapkan dulu.”

Raden Pringgalaya lalu dijamu Mayor di Loji. Setelah bersantap Raden Pringgalaya kembali ke Sala untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan ditinjau Mayor. Keesokan harinya Mayor berangkat menuju Sala. Sesampai di Sala Mayor memeriksa pembangunan Loji. Saat itu parit keliling baru dikerjakan oleh para pekerja dari Sukawati. Satu hal yang masih mengganjal di hati Mayor, batubata untuk Loji masih kurang. Mayor mengusulkan agar segera ditambah pekerja untuk mendatangkan batu bata dari Lawiyan. Namun Raden Patih Pringgalaya menyarankan untuk mencetak saja. Seberapa banyak kebutuhannya akan dicetak sendiri di Sala. Mayor setuju dan minta segera dipercepat. Setelah semua diperiksa Mayor pulang ke Kartasura. Setelah Mayor pulang Raden Adipati Pringgalaya segera memerintahkan para pekerja untuk mencetak batubata secukupnya.

Setengah bulan sudah berlalu sejak dikunjungi Mayor Hohendorff. Progres pengerjakan bangunan bakal istana baru sudah menunjukkan kemajuan pesat. Sang Raja berkenan untuk meninjau proses pembangunan bakal keraton dan Loji di Sala. Sesampai di Sala Sang Raja bertahta di bawah tenda sementara. Raden Adipati Pringgalaya dan Pangeran Mangkubumi ketika itu sedang mengawasi pembangunan bakal keraton.

Sang Raja berkata, “Hai Pringgalaya, proses pembangunan keraton baru ini segera engkau percepat. Aku ingin di tahun Dal nanti sudah bisa pindah keraton.”

Raden Adipati Pringgalaya menyembah dan menyatakan kesanggupan. Jamuan lalu dikeluarkan. Sang Raja kemudian bersantap siang. Setelah Sang Raja selesai selesai bersantap, jamuan diberikan kepada para punggawa dan seluruh pekerja. Semua sudah kebagian makan siang. Sang Raja kemudian kembali ke Kartasura. Kembalinya Sang Raja ke keraton disambut dengan tembakan meriam dari Loji.

Tahun Dal sudah menjelang. Pembangunan bakal keraton baru sudah selesai.  Sang Raja berkenan segera pindah keraton ke Sala. Perintah Sang Raja kepada para kawula untuk berpindah membuat heboh seluruh negeri. Sepanjang jalan rombongan besar penduduk Kartasura berbondong-bondong memenuhi jalan. Mereka membawa perabotan dan perlengkapan hidup sehari-hari. Kepindahan Sang Raja pada hari Rabu tanggal tujuh belas bulan Sura, tahun Dal. Peristiwa besar ini ditandai dengan sengkalan tahun: pratala arga obahe  janma[1]. Semua penduduk negeri Kartasura ikut pindah, tak ada yang mau tinggal di kota lama. Banyak dari mereka terpaksa meninggalkan rumah yang telanjur dibangun bagus. Mereka membedol dan membawanya ke kota baru. Namun beberapa dari mereka tak berpindah ke Sala. Ada yang kemudian menetap di Nglangkungan, Pajang atau Baturana.

Beberapa waktu kemudian perikehidupan kota baru di Sala sudah berjalan normal. Nama Sala kemudian diganti menjadi Surakarta Adiningrat. Negeri baru Sang Raja tenteram dan makmur. Adapun kota Kartasura setelah ditinggalkan namanya dikembalikan ke nama semula, yakni Wanakarta. Sudah masyhur ke seluruh negeri kalau Kartasura kembali bernama Wanakarta.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/02/15/babad-tanah-jawi-192-keraton-berpindah-ke-sala-dan-diberi-nama-surakarta-adiningrat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...