Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (26): Tan Tutug Maguru Kaselak Ngabdi

Bait ke-26, Bab Sinom, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Saking duk maksih taruna,

Sedhela wus anglakoni,

Aberag marang agama,

Maguru anggering kaji,

Sawadine tyas mami,

Banget wedine ing mbesuk,

Pranatan akhir jaman,

Tan tutug kaselak ngabdi,

Nora kober sembahyang gya tinimbalan.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Dari  waktu masih muda,

Sebentar pernah menjalani,

Bersemangat kepada ilmu agama,

Berguru sembarang haji,

Dalam relung hati saya,

Sangat takut kepada hari esok,

Ketika akhir jaman,

Belum selesai berguru terhenti karena harus mengabdi,

Tidak sempat sembahyang lalu dipanggil menghadap.


Kajian per kata:

Saking (dari)duk (sejak) maksih (masih) taruna (muda). Dari riwayat di waktu masih muda. Sedhela (sebentar) wus (sudah) anglakoni (menjalani). Sebentar saja pernah menjalani. Aberag (bersemangat) marang (kepada) agama (ilmu agama). Bersemangat dalam mempelajari ilmu agama.

Bait ini menceritakan kisah masa muda KGPAA Mangkunegara IV yang pada waktu itu, walau hanya sebentar, pernah bersemangat mempelajari ilmu agama.

Maguru (berguru) anggering (peraturan, tatacara) kaji (haji, naik haji). Berguru berbagai rukun agama termasuk berhaji.

Dalam waktu yang sebentar itu beliau telah berguru tentang rukun-rukun agama sampai bab haji, artinya sebenarnya sudah tuntas pelajarannya, walau belum terpuaskan dahaga akan ilmu.

Sawadine (sebenarnya dalam) tyas (hati) mami (saya), banget (sangat) wedine (takutnya) ing (kepada) mbesuk (hari esok). Pranatan )ketika) akhir (akhir) jaman (jaman, masa hidup).

Dalam relung hati yang terdalam sebenarnya saya sangat takut akan hari esok, hari ketika akhir jaman ( yang dimaksud adalah hari kematian).

Dalam relung hati yang terdalam ada ketakutan tentang kehidupan sesudah mati. Ada banyak pertanyaan seputar akhir jaman. Oleh karena itulah beliau bermaksud memperdalam ilmu agama agar tahu jalan keselamatan.

Tan (tidak) tutug (selesai) kaselak (sudah harus) ngabdi (mengabdi). Tetapi belum selesai berguru sudah harus mengabdi kepada negara.

Walau sebenarnya dirinya sangat ingin memperdalam ilmu agama lebih lanjut sampai sempurna, tetapi karena panggilan tugas terpaksa ditinggalkan.

Nora (tidak) kober (sempat) sembahyang (sembahyang) gya (cepat-cepat) tinimbalan (dipanggil). Tidak sempat sembahyang, cepat-cepat dipanggil menghadap.

Tugas sebagai pegawai kerajaan sungguh sangat menyita waktu, hingga tak sempat sembahyang secara kusyu karena tiba-tiba dipanggil menghadap.


Catatan tambahan:

Menurut riwayat sejak kecil Mangkunegara IV yang nama kecilnya adalah Sudira telah mempelajari ilmu agama Islam dari kakeknya Mangkunegara II. Ayah beliau Hadiwijaya adalah seorang mujahid yang syahid dalam pertempuran melawan Belanda di Kaliabu, oleh kerena itu biasa disebut Hadiwijaya Seda Kaliabu.

Menjadi bocah yatim Sudira diasuh oleh kakeknya dan dididik dalam ilmu-ilmu agama. Setelah berumur 10 tahun oleh kakeknya kemudian diserahkan kepada Pangeran Rio, yang kelak menjadi Mangkunegara III. Oleh Pangeran Rio Sudira dididik dalam ilmu kenegaraan, kasusatraan dan ketrampilan lainnya selayaknya seorang pangeran.

Kelak setelah dewasa Sudira diambil menantu oleh Mangkunegara III dan dijadikan pembantu untuk tugas-tugas beliau. Hal ini menjadikan Sudira seorang yang cakap dan trampil karena telah mengenal pekerjaan seorang raja sejak muda. Maka ketika ia diserahi tahta ia tak kerepotan lagi. Modal kecakapan yang dimiliki tak sia-sia. Ia menjadi seorang raja yang bijak dan cerdik. Di bawah tekanan pemerintah kolonial ia mampu membawa Mangkunegaran ke jaman keemasan, atau yang disebut sebagai kala sumbaga.

Sri Mangkunegara IV yang sebenarnya sangat bersemangat mengkaji ilmu-ilmu agama harus rela meninggalkan minatnya tersebut demi pengabdian kepada negara. Namun di sela-sela tugasnya beliau mampu menyisihkan waktu untuk menggubah serat Wedatama sebagai pesan moral atau piwulang untuk generasi yang akan datang.

Sekian catatan kecil ini, semoga dapat memberi gambaran tentang sang penulis Wedatama. Saya tak bisa memberi informasi lebih lanjut karena topik kajian kita bukan tentang sejarah, melainkan makna gramatikal Serat Wedatama saja.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/12/kajian-wedatama-26-tan-tutug-maguru-kaselak-ngabdi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...