Translate

Minggu, 18 Agustus 2024

Kajian Wedatama (52): Akale Kaliru Enggon

Pada atau bait ke-52, Pupuh Gambuh, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Kasusu arsa weruh,

Cahyaning Hyang kinira yen karuh,

Ngarep arep urub arsa den kurebi,

Tan wruh kang mangkono iku,

Akale kaliru enggon.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Tergesa-gesa ingin segera tahu,

Mengira kenal dengan cahaya Tuhan,

Mengharap cahaya kan ditelungkupi,

Tidak tahu yang begitu itu,

Pandangannya salah tempat.


Kajian per kata:

Kasusu (tergesa-gesa, tak sabar) arsa (hendak, ingin) weruh (melihat, mengetahui). Tergesa-gesa ingin segera tahu.

Bait ini masih melanjutkan penjelasan tentang keadaan santri Dul yang pada bait ke-51 mengajarkan ilmu yang belum dikuasai benar, sehingga ajarannya asal-asalan, angger nyalemong. Yang demikian itu karena dia tergesa-gesa dalam mempraktikkan ilmu. Mengira bahwa belajar tentang ilmu batin itu mudah sehingga baru belajar sedikit saja (belum tuntas) sudah merasa mengerti tentang ketuhanan. Sudah merasa bahwa apa yang dilakukan telah mencapai tujuan akhir dari perjalanan spiritual, padahal baru memulai. Masih ada banyak tahapan yang perlu dilatih dengan usaha yang sungguh-sungguh.

Kalau dalam bahasa yang sederhana, santri Dul in mengira bahwa apa yang dilakukan sudah akan menghantar ke surga, padahal dia baru merasakan sedikit manisnya dari mengamalkan agama. Orang yang demikian ini juga banyak ditemui di setiap jaman, termasuk di jaman ini (sekarang).

Cahyaning (cahaya) Hyang (Tuhan) kinira (dikira) yen (kalau) karuh (kaeruh, dikenali). Mengira kenal dengan cahaya Tuhan.

Baru mengetahui ilmu yang sedikit, dan juga baru mengamalkan yang sedikit sudah tak sabar hendak mengetahui Cahaya Tuhan. Mengira sudah sampai di tujuan, padahal jalannya pun baru saja ditapaki. Masih banyak stasiun pemberhentian yang mesti disinggahi dalam perjalanan menuju Tuhan itu.

Dia baru saja melihat secercah cahaya penerang jalan, tetapi sudah mengira itu sebagai Cahaya Suci Yang Maha Agung. Fenomena inilah yang disebut terhijab cahaya atau silau. Mendekat ke sumber cahaya tetapi justru pandangannya kabur karena terlalu banyak cahaya masuk ke mata. Ini bisa berbahaya karena mengira diri sudah sampai, padahal baru mulai jalan.

Sesungguhnya bagi seorang pejalan (salik). Tujuan akhir tempat segala kenikmatan spiritual berada akan sukar dicapai, panjang jalannya, banyak rintangannya dan takkan selalu mudah dicapai. Maka hendaklah setiap salik menguji diri, apakah sudah melalui rintangan yang berat, jalan terjal dan berliku, karena kalau belum bisa dipastikan bahwa kenikmatan apapun yang diraih adalah capaian semu. Karena kesempurnaan sejati takkan mudah didapat begitu saja.

Ngarep (mengharap) arep (harap) urub (cahaya) arsa (hendalk) den (di) kurebi (telungkupi, dipeluk).

Dapat dimaklumi apabila seseorang yang telah bertekad untuk menempuh perjalanan pastilah sangat merindukan sampainya pada tujuan, untuk bertemu Dzat Agung yang kepadanya kita semua menuju. Kerinduan ini memuncak laksana seorang kekasih yang merindukan pujaan hatinya, selalu terpikirkan siang dan malam. Ketika di jalan melihat sosok yang mirip kekasihnya dikiranya ialah orangnya, dan hendak dipeluklah segera.

Orang-orang yang mencari Tuhan (salik) dengan menempuh perjalanan (suluk) jika terlalu dikuasai hasrat bisa jadi akan mengalami hal yang seperti itu. Ketika melihat tanda-tanda kekuasaanNya maka dia mengira sudah sampai padaNya, dan bersegera memeluknya (den kurepi, ditelungkupi). Yang demikian itu karena belum berpengalaman dan tak sabaran, sehingga hilanglah kewaspadaan.

Tan (tak) wruh (tahu, melihat) kang (yang) mangkono (demikian) iku (itu). Tidak tahu yang begitu itu (karena belum mengenali Tuhan Yang Sejati).

Karena hasrat kerinduan yang membara untuk segera bertemu Tuhan itulah kadang menjadi salah mengenaliNya. Salah dalam membaca tanda-tanda (ayat-ayat) Nya. Salah dalam menafsirkan kehendakNya. Salah dalam bertindak mencari keridhaanNya.

Akale (pandangannya, pemikirannya)kaliru (salah) enggon (tempat). Pandangannya salah tempat.

Karena salah mengenali maka salahlah tindakannya. Sehingga memunculkan perilaku yang tak sewajarnya, aneh-aneh dan kadang mengherankan yang melihat. Ini sering terjadi pada para pencari jalan yang karena takjub dan terpesona dengan kebesaran Allah SWT menjadi meracau, ekstatik, mabuk kepayang kepada keagungan Tuhan, dan yang terparah kadang mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang diluar nalar. Salah satu contoh yang terkenal adalah sufi besar Al Hallaj yang sering mengeluarkan pernyataan kontroversial itu. Yang seperti itu juga banyak ditemukan di Jawa dalam kadar yang lebih kecil. Dalam serat Wedatama ini dicontohkan seperti santri Dul tadi.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/23/kajian-wedatama-52-akale-kaliru-enggon/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...