Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (67): Katone Sang Dhiri

 Bait ke-67, Pupuh Gambuh, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Pamete saka luyut.

Sarwa sareh saliring panganyut.

Lamun yitna kayitnan kang miyatani.

Tarlen mung pribadinipun,

Kang katon tinonton kono.


 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Sarananya dari luyut (batas lahir dan batin).

Serba sabar dalam mengikuti alam yang menghanyutkan.

Asal waspada dengan kewaspadaan yang andal.

Itu tak lain hanya pribadinya,

Yang tampak terlihat di situ.


 Kajian per kata:

Pamete (sarananya) saka (dari) luyut (batas lahir dan batin). Sarananya dari luyut (batas lahir dan batin).

Sembah jiwa membuat kita mampu menjangkau sampai batas kesadaran di alam ruh. Kita hampir menapak ke alam sana, sementara kita masih tetap berada di alam sini. Di tapal batas dua alam ini kita mengalami resonansi kenyataan yang disebut ngalamat.

Ngalamat memberi kita potongan-potongan kebenaran dari alam sana yang sebenarnya walau tersembunyi adalah kenyataan yang sejati.

Sarwa (serba) sareh (sabar) saliring (semua hal) panganyut (yang menghanyutkan). Serba sabar dalam mengikuti alam yang menghanyutkan.

Hendaknya kita sabar dalam mengikuti alam kanyut tersebut. Karena di sanalah kebenaran sejati, kenyataan yang sebenarnya, berada. Semakin sering kita berdzikir kita  akan mencapai keadaan emut, yakni terbukanya kenyataan primordial atau fitrah kita sebagai hamba Allah.

Lamun (asal, jika) yitna (waspada) kayitnan (kewaspadaan) kang (yang) miyatani (mitayani, diandalkan). Asal waspada dengan kewaspadaan yang andal.

Apabila kita selalu waspada menjaga keadaan ini secara terus menerus dengan kewaspadaan yang andal, bersungguh-sungguh dalam dzikir, Insya Allah kita akan menemukan kebenaran sejati.

Tarlen (tak lain) mung (hanya) pribadinipun (pribadinya), kang (yang) katon (tampak) tinonton (terlihat) kono (di situ). Itu tak lain hanya pribadinya,yang tampak terlihat di situ.

Puncak dari pencapaian sembah jiwa melalui apa yang disebut dzikir, mengingat fitrah kita, menelusuri kesejatian, adalah menemukan diri sendiri. Ini selaras dengan sabda Nabi, “Barangsiapa mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya.”

Dalam kazanah budaya Jawa ada kisah pewayangan tentang pencarian diri ini yakni dalam cerita Bima Suci. Dalam cerita ini Bima dikisahkan mencari tirta amreta atau air keabadian. Oleh sang guru Begawan Drona Bima disuruh mencari di dasar samudera. Karena patuh dan percaya pada sang guru Bima tidak berpikir panjang, dia menceburkan diri ke dalam lautan. Dia hanyut dalam pusaran air di kegelapan samudera.

Di dalam keadaan antara hidup dan mati, di batas dua alam inilah Bima justru menemukan kebenaran sejati. Dalam cerita itu dia ditemui sosok yang disebut Dewa Ruci, personifikasi Dewa Ruci adalah sosok yang mirip dengan Bima tetapi kecil, oleh karena sering disebut Bima Kunthing. Yang sesungguhnya Dewa Ruci adalah diri Bima sendiri dalam pencapaian puncak kesadaran manusiawi. Dewa Ruci adalah saripati dari Bima sendiri yang muncul dalam keadaan kepasrahan total kepada Sang Penguasa Jagad Raya.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/11/kajian-wedatama-67-katone-sang-dhiri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...