Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (4): Si Wasis Waskitha Ngalah

Kita lanjutkan kajian tentang Serat Wedatama karya KGPAA Mangkunegara IV, kali ini sampai pada bait ke-4, bab Pangkur. Bait ini masih menerangkan tentang perbedaan sifat-sifat seorang yang tak berilmu rasa dan orang yang sempurna ilmunya. Selengkapnya bait ke-3 adalah sebagai berikut:

Si pengung nora nglegewa,

Sansayarda denira cacariwis,

Angandhar-andhar angendhukur,

Kandhane nora kaprah,

Saya elok alangka longkanganipun,

Si wasis waskhita ngalah,

Ngalingi marang si pingging.


Terjemahan secara tekstual ke dalam Bahasa Indonesia:

Si Dungu tidak menyadari,

Bualannya semakin menjadi-jadi,

Melantur tidak karuan,

Bicaranya yang hebat-hebat,

Makin aneh dan tak masuk akal,

Si pandai maklum dan mengalah,

Menutupi ulah si bodoh.


Marilah kita lihat makna di balik bait ini dengan cara mengkaji kata per kata secara mendalam tembang Pangkur ini:

Gatra 1,2: Si pengung nora nglegewa, Sansayarda denira cacariwis

Si pengung (si bodoh) nora (tidak) nglegewa (menyadari), Sansayarda (bertambah-tambah) denira (dia lakukan) cacariwis (kata majemuk ceriwis-ceriwis, banyak omong)

Bait ini merupakan sambungan dari bait ke-3, ketika si pintar bersikap ngemong dan menanggapi dengan ramah semua bualannya si bodoh justru semakin menjadi-jadi. Ini berarti si bodoh tak peka terhadap sikap orang lain kepadanya. Dikiranya sikap yang ramah tersebut sebagai pembenaran atas ulahnya, maka dia semakin menjadi-jadi.

Gatra 3,4: Angandhar-andhar angendhukur, Kandhane nora kaprah, Saya elok alangka longkangipun.

Angandhar-andhar (panjang lebar kemana-kemana) angendhukur (angan yang tinggi-tinggi, serba wah), Kandhane (bicaranya) nora (tidak) kaprah (logis, masuk akal). Saya elok (makin bicara hal yang mengagumkan) alangka (tidak ada) longkangipun (selanya).

Si bodoh semakin lama semakin panjang bicaranya, angan-angannya yang tinggi semakin tumpah, mengatakan yang serba wah. Bicaranya tidak masuk akal, yang sebenarnya lawan bicaranya pun mengetahui, namun dia tetap nekad bicara melantur. Semakin bicara tentang hal yang mengagumkan dan makin intens, tidak ada jeda, bicara terus. Dalam bahasa jawa disebut ngethuprus.

Gatra 5,7 Si wasis waskhita ngalah, Nalingi marang si pingging.

Si wasis (si pintar, maksudnya lawan bicara si bodoh tadi) waskhita (mumpuni, lebih pintar lagi) ngalah (mengalah), Ngalingi (menutupi) marang (terhadap) si pingging (si pengung, si bodoh).

Gatra ini menggambarkan sikap orang pintar yang berhadapan dengan orang bodoh yang cerewet tadi. Si pintar tidak lantas mendebat karena juga tak ada gunanya. Tidak hanya ngemong dengan sikap ramah tetapi juga sebisa-bisanya menutupi aib lawan bicaranya. Jika mungkin membelokkan bicara agar si bodoh tidak semakin menjadi-jadi bualannya sehingga mempermalukan dirinya sendiri. Si pintar tidak ikut terpancing pameran ilmu, sebuah tindakan yang justru mendegradasi kepintarannya.

Inilah watak yang utama dari orang-orang yang sudah pintar dalam ilmu rasa, jika mendapati seseorang bicara melantur harus menutupi dengan berbagai upaya, tidak malah menyebarkan kebodohan orang lain atau justru menviralkan di medsos.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/05/kajian-wedatama-4-si-wasis-waskitha-ngalah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...