Translate

Minggu, 18 Agustus 2024

Kajian Wedatama (31): Wignya met Tyasing Sesami

Bait ke-31, Pupuh Sinom, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Mangkono janma utama,

Tuman tumanem ing sepi,

Ing saben rikala mangsa,

Masah amemasuh budi,

Laire anetepi,

Ing reh kasatriyanipun,

Susila anoraga,

Wignya met tyasing sesami,

Yeku aran wong barek berag agama.


Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Begitulah manusia utama,

Gemar membiasakan diri dalam sepi,

Pada tiap saat-saat tertentu,

Mempertajam dan membersihkan jiwa,

Caranya dengan bertahan,

Pada keluhuran sikap,

Bersikap sopan rendah hati,

Pandai bergaul menarik hati orang lain.

Itulah orang yang disebut baik dan bersemangat beragama.


Kajian per kata:

Mangkono (begitulah) janma (manusia) utama (utama). Begitulah manusia yang utama.

Ini merujuk bait yang lalu tentang bagaimana mengamalkan agama. Dalam kajian bait terdahulu telah disebutkan buah dari pengamalan agama kepada diri sendiri. Nah kali ini akan diuraikan buah dari pengamalan agama kepada orang lain, sesama manusia.

Tuman (gemar) tumanem (tertanam, terbiasa) ing (dalam) sepi (sepi). Gemar menanamkan diri dalam sepi.

Tuman tumanem berarti sengaja menanamkan diri, yang secara sengaja membiasakan diri. Yang dimaksud sepi di sini adalah sepi hawa nafsu, atau sepi dari kepentingan diri. Ini sudah diuraikan dalam bait-bait yang lampau.

Ing (pada) saben (tiap) rikala (saat-saat) mangsa (tertentu). Pada tiap saat-saat tertentu. Kata mangsa menandakan keterencanaan, jadi memang disengaja di tiap-tiap waktu.

Masah (menajamkan) amemasuh (membersihkan) budi (budi). Menajamkan dan membersihkan budi.

Masah adalah menajamkan alat atau senjata dengan menggosokkan secara berulang pada batu keras. Ini sebuah tindakan berulang yang memerlukan waktu dan kesabaran agar hasilnya baik. Masuh adalah membersihkan dengan air agar hilang kotoran yang menempel. Jadi tindakan menajamkan akal budi adalah tindakan berulang dan memerlukan waktu. Dalam konteks perbuatan sehari-hari ini berati membiasakan diri dengan sikap tertentu, inilah tarekat (tirakat).

Laire (secara lahir) anetepi (bertahan). Secara lahir dengan mempertahankan. Ing (pada) reh (hal) kasatriyanipun (keluhuran sikap).

Secara lahir hal di atas dilakukan dengan mempertahankan sikap luhur (ksatria), yakni sikap yang baik dan adil, tidak culas, tidak curang, fair play, sportif, sesuai aturan main.

Susila (sopan) anoraga (santun, rendah hati). Bersikap sopan dan rendah hati.

Melengkapi sikap lahir di atas, batin juga harus diasah agar membuahkan sikap sopan santun dan rendah hati. Bisa menghormati orang lain, tidak menyombongkan diri, tidak berperilaku tak patut.

Wignya (pandai) met (menarik) tyasing (hati) sesami (sesama, orang lain). Pandai bergaul menarik hati orang lain.

Buah dari latihan memasah dan memasuh budi tadi adalah pandai bergaul dan menarik hati orang lain. Ini menjadi penting karena menjadi ukuran keberhasilan seseorang dalam meningkatkan kualitas dirinya. Bagaimana mungkin kita bisa disebut berhasil memperbaiki diri jika malah orang-orang di sekitar kita menjadi tak nyaman, terganggu hati dan pikirannya akibat perbuatan kita.

Yeku (itulah) aran (yang disebut) wong (orang) barek (baik) berag (bergembira, semangat) agama (beragama). Itulah orang yang disebut baik dan bersemangat dalam beragama.

Inilah yang disebut orang yang sudah mampu menghayati dan mengamalkan agamanya. Karena buah terbaik dari pengamalan agama adalah akhlak yang mulia, maka sikap kita terhadap sesama dan respon mereka terhadap diri kita adalah tolok ukurnya.

Kita jangan berkilah bahwa orang-orang jahat pasti tak suka dengan orang beragama karena kepentingannya terganggu. Yang demikian tidak benar. Karena seperti yang terjadi pada Nabi Muhammad, orang-orang walau membenci dakwah Nabi tetapi tidak membenci akhlak Nabi. Mereka para kaum kafir rela Nabi menjadi raja, jika mau menghentikan dakwahnya. Jadi yang mereka benci bukan akhlak Nabi, melainkan gerakan dakwahnya yang mengganggu kepentingan mereka. Ini harus dibedakan.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/14/kajian-wedatama-31-wignya-met-tyasing-sesami/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...