Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (61): Ilanging Rasa Tumlawung

 Pada atau bait ke-61, Pupuh Gambuh, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Yen wis kambah kadyeku,

Sarat sareh saniskareng laku,

Kalakone saka eneng ening eling,

Ilanging rasa tumlawung,

Kono adiling Hyang Manon.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Bila sudah mencapai keadaan itu,

Saratnya sabar segala tindak tanduk,

Terlaksananya dengan cara tenang syahdu ingat,

Bila rasa haru campur bahagia hilang,

Itulah Maha adilnya Tuhan Yang Maha Melihat.


 Kajian per kata:

Yen (Bila) wis (sudah) kambah (mencapai) kadyeku (keadaan itu). Bila sudah mencapai keadaan itu. Sarat (syarat) sareh (sabar) saniskareng (saniskara ing, segala) laku (tindak-tanduk). Saratnya sabar segala tindak tanduk.

Bila sudah mencapai keadaan itu, yakni terbukanya alam lain yang lebih tinggi (bait ke-60), maka harus dijaga agar keadaan itu secara terus menerus hadir dalam kalbu.

Apapun pencapaian spiritual manusia apabila tak dijaga bisa hilang sewaktu-waktu, maka harus selalu dipertahankan agar tidak kembali melorot derajatnya. Dalam sembah kalbu yang selalu harus dijaga adalah sabar dalam segala tindak-tanduk, sehari-hari, selama-lamanya.

Kalakone (terlaksananya) saka (dengan cara) eneng (tenang) ening (syahdu) eling (ingat). Terlaksananya dengan cara tenang syahdu ingat.

Terlaksananya kontinuitas sembah kalbu adalah dengan cara eneng, ening dan eling. Eneng adalah keadaan diam, yang dimaksud adalah diamnya pikiran dari segala gerak-gerik keinginan. Dalam eneng pikiran-pikiran kotor akan mengendap, sehingga pikiran menjadi jernih, khidmat dan dipenuhi keagungan (syahdu).

Ening adalah jernihnya pikiran karena kotorannya telah mengendap. Karena telah mengendap, maka pikiran yang telah jernih tadi akan mampu mengingat (eling) akan diri pra-kreasi. Ini adalah proses mengingat fitrah manusia pada masa sebelum penciptaan, ketika kita pernah berkata: “Aku bersaksi!” terhadap keagungan Allah. Jadi eling adalah mengingat (zikir) akan posisi azali kita di hadapan Allah SWT.

Eneng, ening, eling adalah proses kesadaran yang selalu harus dijaga agar selalu menjadi watak sehari-hari, karena apabila hilang sungguh akan merugikan sendiri.  Mengapa?

Ilanging (hilangnya) rasa (perasaan) tumlawung (haru campur bahagia). Bila rasa haru campur bahagia hilang.

Hilangnya eneng, ening, eling karena lalai tidak mengupayakannya terus-menerus akan berakibat hilangnya perasaan haru bercampur bahagia (tumlawung) yang selalau dirasakan manakala sedang shalat. Ini adalah kemunduran karena shalatnya kemudian menjadi semata-mata sembah raga saja.

Kono (di situ) adiling (adilnya) Hyang (Yang) Manon (Maha Melihat).

Di situlah keadilan Allah Yang Maha Melihat. Dia senantiasa memantau keadaan hamba-hambanya, tak mengabaikan walau hanya sebentar. Kepada yang telah bersungguh-sungguh berusaha dia akan memberikan rahmatNya, kepada yang lalai Dia akan mencabutnya kembali. Dia menangani segala urusan, dan tak pernah tidur. Gusti Allah ora sare, kata orang Jawa.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/26/kajian-wedatama-61-ilanging-rasa-tumlawung/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...