Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (15): Karyenak Tyasing Sasama

Alhamdulillah, kajian kita sudah sampai pada bait ke-15, sudah masuk Bab Sinom. Seperti yang sudah saya singgung di akhir Bab Pangkur pada postingan terdahulu, Bab Sinom ini ditujukan untuk kalangan muda yang masih bergairah tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.

Namun demikian gelora muda tidak sepantasnya disalurkan untuk foya-foya. Bahkan juga harus mulai berlatih mengendalikan hawa nafsu, kalau tidak akan menjadi kebiasaan buruk di masa tua. Sebagaimana orang bijak mengatakan, orang tua akan menjalani kehidupan tuanya sebagaimana ia menjalani masa mudanya.

Selengkapnya bait ke-15 adalah sebagai berikut:

Nuladha laku utama,

Tumrape wong Tanah Jawi,

Wong agung ing Ngeksiganda,

Panembahan Senopati,

Kepati amarsudi,

Sudane hawa lan nepsu,

Pinesu tapa brata,

Tanapi ing siyang ratri,

Amamangun karyenak tyasing sasama.


Terjemahan dalam Bahasa Indonesia.

Contohlah perilaku utama,

Untuk kalangan Orang Jawa,

Orang besar dari Mataram,

Panembahan Senopati,

Yang tekun berlatih,

Mengurangi hawa nafsu,

Dengan jalan prihatin (tirakat),

Dengan cara siang malam,

Berbuat  menyenangkan hati sesama.


Kajian per kata:

Nuladha laku utama. Nuladha (contohlah) laku (perilaku) utama (utama). Contohlah perilaku utama. Mencontoh adalah berbuat sebagaimana contoh sesuai dengan konteks yang dihadapi. Ini tidak sama dengan meniru. Meniru adalah menjiplak persis. Jadi dalam mencontoh ada konteks dari perbuatan sesuai tantangan yang dihadapi oleh pelaku yang mencontoh. Laku bisa diartikan perilaku atau kelakukan, juga bisa diartikan cara menjalani sesuatu. Nanti kita akan bertemu istilah laku sebagai ilmu praktis atau kalau meminjam istilah sufisme disebut suluk. Utama adalah yang terbaik, yang lebih baik dari yang lain.

Jadi gatra ini lebih tepat kalau dimaknai: contohlah cara menjalani hidup yang utama.

Tumrape wong Tanah Jawi. Tumrape (bagi) wong (orang) Tanah (wilayah) Jawi (Jawa). Artinya cukup jelas, bagi orang yang tinggal di wilayah Jawa. Pembatasan ini tentu bukan bermaksud sektarian atau rasis, tetapi lebih karena pendekatan budaya saja. Mungkin bagi orang Jawa nasehat dalam serat ini baik jika diterapkan, tetapi bagi orang luar Jawa belum tentu baik. Semua itu karena perbedaan budaya semata.

Wong agung ing Ngeksiganda. Wong (orang) agung (besar) ing (di) Ngeksiganda (Mataram). Orang besar dari negeri Mataram.

Kata Mataram di atas diturunkan dari kata, ngeksi yang artinya melihat, melihat jelas pakai mata, maka diambil kata Mata. Kemudian kata ganda berarti bau, yang dimaksud adalah bau harum, maka diambil suku kata terakhir rum, disamarkan menjadi ram. Gabungan dua kata itu menjadi Mataram, nama kerajaan tempat orang besar tadi. Permainan kata seperti di atas lazim dilakukan dalam bahasa Jawa dan biasa disebut wangsalan.

Panembahan Senopati, Nama raja pertama Mataram, orang yang akan kita tiru perilakunya.

Kepati amarsudi. Kepati artinya sangat-sangat, contoh pada kata gething kepati-pati, sangat-sangat benci. Amarsudi berarti berusaha, berlatih dengan tekun. Contoh pada kata marsudi raga, tekun berolah raga. Jadi arti yang sesuai: sangat keras berusaha.

Sudane hawa lan nepsu. Sudane (berkurangnya) hawa lan nepsu (hawa nafsu). Meski seringkali dijadikan kata majemuk, hawa nafsu sebenarnya dua kata yang punya arti sendiri. hawa adalah rangsangan dari luar, nafsu adalah keinginan dari dalam. Untuk lebih jelasnya silakan merujuk artikel tentang babahan hawa sanga. Jadi gatra ini lebih maknyuss kalau dimaknai, berkurangnya hawa dan nafsu.

Pinesu tapa brata. Pinesu (dipaksa, diusahakan dengan keras) tapa brata (bertapa, tirakat). Berkurangnya hawa dan nafsu tadi dilakukan dengan usaha keras untuk bertapa. Di sini bertapa berarti tirakat, laku prihatin, mencegah atau berpantang dari sesuatu agar mendapat pencerahan. Yang umum dilakukan oleh orang jawa tempo dulu adalah mengurangi makan dan tidur (cegah dhahar lan guling), sambil berdzikir. Juga biasa dilakukan dengan berkhalwat, menyendiri (mahas ing asepi). Arti yang sesuai: memaksa diri menjalani laku prihatin atau tirakat.

Tanapi ing siyang ratri. Tanapi (sambil) ing (di) siyang (siang) ratri (malam), amamangun (mematut diri) karyenak (membuat enak) tyasing (hati) sasama (sesama, orang lain).

Karena Panembahan Senopati adalah seorang raja yang terkenal suka laku tirakat, maka sangat mungkin yang dimaksud dengan gatra ini adalah: Sambil berlatih terus untuk mengekang hawa dan nafsu beliau juga berusaha di siang dan malam, membuat kebijakan, memerintah, mengarahkan (itu semua disebut amamangun) agar rakyat merasa nyaman hidupnya dan (enak hati) tanpa rasa takut dan khawatir.


Kesimpulan

Bagi orang Jawa contohlah tauladan dari orang besar di Mataram, Panembahan Senopati. Yang sangat keras berusaha mengurangi hawa dan nafsu dengan memaksa diri menjalai laku prihatin. Sambil di siang dan malam, berbuat kebijakan agar rakyatnya hidup nyaman tanpa rasa takut.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/08/kajian-wedatama-15-karyenak-tyasing-sasama/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...