Translate

Kamis, 22 Agustus 2024

Babad Tanah Jawi (189): Martapura bersekutu dengan Pangeran Prangwadana

Alkisah di Sukawati, Raden Martapura kembali menaklukkan wilayah Sukawati yang kosong karena ditinggalkan Pangeran Mangkubumi ke Kartasura. Raden Martapura ketika itu bersekutu dengan Pangeran Prangwadana yang menggelar barisan di Nglaroh. Walau telah menjalin persekutuan Martapura juga belum menemui Pangeran Prangwadana karena kehati-hatiannya. Mereka berdua tetap menjaga jarak karena sama-sama belum saling percaya.

Pangeran Mangkubumi telah mendapat laporan dari abdinya di Sukawati kalau Martapura dan Pangeran Prangwadana sudah saling sekongkol dan mulai masuk ke Sukawati. Pangeran Mangkubumi lalu meminta izin Sang Raja untuk kembali ke Sukawati, tetapi Sang Raja tak mengizinkan bila Pangeran sendiri yang pergi. Sang Raja minta Pangeran Mangkubumi cukup mengirim utusan untuk membereskan keadaan di Sukawati. Pangeran lalu mengutus tiga tumenggung andalannya, Tumenggung Santareja, Tumenggung Suradigdaya dan Tumenggung Brajamusthi. Ketiganya segera berangkat ke Sukawati bersama pasukannya. Adapun yang mengawal Pangeran Mangkubumi di kota adalah sisa pasukan Sukawati yang disebut Kombang Ambruk. Mereka adalah mantan para durjana yang sering beraksi di waktu malam. Mereka itu dipilih dan dipelihara. Jumlahnya ada dua ratus orang.

Sementara itu Tumenggung Suradigdaya sesampai di Sukawati mendapati bahwa orang Sukawati sudah banyak yang menjadi pengikut Martapura. Di selatan mereka banyak yang ikut Pangeran Prangwadana. Ketiga tumenggung malu kalau mundur. Mereka tetap bertahan di Sukawati.

Di kubu Martapura, pada suatu pagi mereka telah bersiap menyerang pasukan tiga tumenggung. Pasukan Martapura datang bersama pasukan Prangwadana. Pangeran Prangwadana datang sendiri karena mengira kalau Pangeran Mangkubumi yang datang ke Sukawati. Ketika pasukan Martapura dan Prangwadana datang ketiga tumenggung bersiap menghadang. Ketiganya keluar dari pondokannya dan menghadapi musuh yang datang. Pertempuran pun pecah. Kedua kubu saling tembak. Banyak korban tewas berjatuhan di kedua pihak. Tumenggung Suradigdaya pun tewas. Setelah kematiannya dua tumenggung merasa ciut hatinya. Keduanya lalu membawa pasukan mundur. Markas Jatitengah kemudian dibakar oleh pasukan Martapura.

Tumenggung Santareja lalu melaporkan kekalahannya kepada Pangeran Mangkubumi. Sang Pangeran kaget. Pangeran Mangkubumi lalu melaporkan kejadian tersebut kepada Sang Raja dan dengan sedikit memaksa minta izin untuk turun sendiri ke Sukawati. Sang Raja kali ini tak menolak permintaan sang adik.

Pangeran Mangkubumi kemudian bersiap berangkat ke Sukawati. Pasukan Mangkubumi langsung menyerang markas Raden Martapura.  Terjadi pertempuran dahsyat antara kedua pasukan. Raden Martapura mundur. Pangeran Mangkubumi terus mendesak sampai ke timur bengawan. Namun malam menjelang. Pangeran lalu membuat pondok untuk bermalam.

Pagi hari berikutnya pasukan Pangeran Prangwadana gantian mendatangi pondok Pangeran Mangkubumi. Ketika melihat musuh datang Pangeran Mangkubumi lalu bersiap. Hanya pasukan Kombang Ambrok yang dimajukan. Tak lama kemudian pertempuran pun pecah kembali. Kedua pasukan sama-sama berani. Prajurit Kombang Ambrok sangat berani. Mereka mengamuk seperti orang buta, tak peduli melawan siapapun. Pasukan Nglaroh dan Matesih kewalahan menghadapi Kombang Ambrok. Setelah pasukan Prangwadana terdesak, gantian pasukan Martapura kembali maju. Prajurit Kombang Ambrok tak memberi ampun. Pasukan Prangwadana lalu maju kembali mengeroyok pasukan Kombang Ambrok. Kali ini pasukan Mangkubumi terdesak. Pangeran Mangkubumi pontang-panting menata prajurit. Namun karena musuh terlalu banyak pasukan Kombang Ambrok tak mampu melawan. Banyak prajurit Kombang Ambrok tewas. Pangeran sampai harus menceburkan diri ke bengawan karena terdesak musuh. Ketika malam menjelang Pangeran Mangkubumi hanya tinggal dikawal empat prajurit saja. Mereka berhasil selamat oleh gelapnya malam.

Pagi hari berikutnya Raden Martapura bermaksud kembali ke Sumberan. Adapun Pangeran Prangwadana kembali ke Nglaroh. Sementara itu Pangeran Mangkubumi bersembunyi di Butuh. Untuk beberapa lama Pangeran Mangkubumi tidak melapor kepada Sang Raja karena merasa malu. Sebab ketika berangkat dulu Pangeran setengah memaksa kepada Sang Raja. Di Butuh Pangeran Mangkubumi selalu hidup prihatin. Setelah beberapa lama para abdinya yang masih setia berdatangan. Dua tumenggung, Santareja dan Brajamusthi, pun sudah bergabung. Makin hari makin banyak prajurit Sukawati yang terkumpul. Sudah mencapai tiga ratus orang dengan seratus orang diantaranya prajurit berkuda.

Raden Suryanagara sudah mendengar kalau kekuatan Pangeran Mangkubumi bangkit lagi di Butuh. Suryanagara segera melapor kepada Raden Martapura. Segera Martapura dan Suryanagara bersiap menyerang ke Butuh. Tumenggung Santareja mengetahui kalau Martapura akan menyerang. Santareja segera memberi tahu Pangeran Mangkubumi.

Berkata Pangeran Mangkubumi, “Engkau Santareja dan Brajamusthi, hadapilah musuh. Semua temanmu bawalah serta. Tinggalkan saja delapan puluh orang untukku dari prajurit Kombang Ambrok. Tinggalkan mereka bersamaku. Dan pesanku untuk kalian, kalau nanti sudah terjadi pertempuan, kalau sudah dua kali kalian saling tembak segeralah berlari. Namun larinya jangan ke arah sini.”

Santareja dan Brajamusthi sudah diberi pesan strategi yang akan diterapkan. Kedua tumenggung segera berangkat. Di tengah jalan mereka bertemu dengan pasukan Martapura. Pertempuran pun pecah di tengah jalan. Ketika sudah terjadi pertempuran Santareja ingat pesan Pangeran Mangkubumi. Santareja segera membawa lari pasukannya. Pasukan Suryanagara mengira musuh takut, mereka pun mengejar.  Setelah lari beberapa jauh Santareja berbalik menyerang kembali. Pertempuran kembali pecah. Namun kali ini pasukan Martapura telah berkurang jumlahnya karena sebagian tidak ikut mengejar. Ketika pertempuran kembali terjadi, prajurit Martapura yang berada di belakang segera mengirim bantuan. Melihat musuh mendapat bantuan Santareja kembali membawa pasukannya lari. Sebagian prajurit musuh pun mengejar. Dengan cara ini Santareja telah memecah pasukan Martapura menjadi berceceran di jalan. Setelah lari agak jauh Santareja kembali berbalik melawan. Pertempuran berlangsung sampai menjelang malam.

Di belakang, Martapura tak ikut mengejar pasukan musuh. Mereka berhenti dan bermarkas di Majarata. Jumlah pasukannya sedikit karena sebagian besar masih mengejar Santareja. Tiba-tiba datang pasukan Pangeran Mangkubumi dengan prajurit Kombang Ambrok.

Ada seorang prajurit Martapura berkata, “Siapa yang datang itu, jangan-jangan pasukan musuh?”

Yang lain menjawab, “Tidak mungkin, pasukan musuh sudah lari ke depan sana. Kalau itu musuh pasti cari mati. Akan aku tembak dengan kalantaka.”

Pasukan Martapura tak mengira masih ada pasukan lain yang menyerang dari belakang. Pasukan Mangkubumi langsung menerjang. Karena gugup dan tak siap pasukan Martapura pun bubar berlarian. Kalantaka tak sempat menyalak. Ki Martapura pun lari dengan tergesa-gesa dengan naik kuda tanpa pelana.

Tempat yang semula dipakai bermarkas pasukan Martapura kemudian diduduki pasukan Mangkubumi. Hari sudah menjelang malam. Pangeran Mangkubumi lalu berpesan kepada pasukan Kombang Ambrok agar nanti kalau pasukan Martapura yang tadi mengejar Santareja kembali mereka berpura-pura menjadi pasukan Martapura. Kalau separuh pasukan sudah masuk ke markas, maka seranglah mereka.

Setelah waktu Isya’ datang pasukan Martapura yang tadi mengejar. Setelah mereka melihat sekumpulan orang di markasnya, mereka mengira sebagai teman sendiri.

Mereka bertanya, “Di mana Panembahan Martapura?”

Yang dari dalam menjawab, “Ada di dalam sini.”

Yang tadi bertanya berkata, “Lhoh mulut siapa itu yang lancang menjawab. Kok seperti pasukan si Mangkubumi?”

Yang dari dalam berkata, “Maafkan Kyai, kami orang kecil suka lupa tatakrama.”

Mereka yang baru datang kemudian masuk ke dalam. Baru saja sepertiga pasukan masuk prajurit Kombang Ambrok merebut kerisnya dan mengamuk. Mereka yang baru masuk ditikam dengan tombak. Sementara yang berada di luar tahu kalau di dalam ada musuh. Segera mereka bertolak dengan buru-buru. Mereka lari pontang-panting jatuh bangun. Pasukan Martapura dan Suryanagara sudah bubar berlarian.

Pagi harinya Ki Santareja menghadap Pangeran Mangkubumi bersama pasukan Kombang Ambrok. Mereka tertawa-tawa menceritakan peristiwa tadi malam.

Pangeran Mangkubumi berkata, “Santareja, sebaiknya aku segera mengirim kabar ke Kartasura. Dulu aku malu mengirim kabar karena kalah perang.”

Ki Santareja berkata, “Benar paduka.”

Pangeran Mangkubumi lalu melaporkan kalau tanah Sukawati sudah kembali dikuasai. Hati Sang Raja pun merasa lega.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/02/07/babad-tanah-jawi-189-martapura-bersekutu-dengan-pangeran-prangwadana/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...