Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (78): Widadaning Budi Sadu

 Bait ke-78, Pupuh Gambuh Lanjutan, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Ing batin tan kaliru,

Kedhap kilap liniling ing kalbu.

Kang minangka colok celaking Hyang Widhi.

Widadaning budi sadu,

pandak panduking liru nggon


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Dalam batin tak keliru,

kebyar kilat cahaya terlihat jelas dalam hati.

Yang merupakan obor untuk penerang jalan mendekat kepaa Yang Maha Kuasa. Langgengnya budi utama,

tetap tertuju pada pergantian tempat (wujud).


 Kajian per kata:

Ing (dalam) batin (batin) tan (tak) kaliru (keliru), Kedhap (gebyar) kilap (kilat) liniling (terlihat dengan jelas) ing (dalam) kalbu (hati). Dalam batin tak keliru,  kebyar kilat cahaya terlihat jelas dalam hati.

Dalam batin tidak akan keliru lagi dalam mengenali kebyar kilatan cahaya yang sekarang jelas terlihat dalam hati. Sesudah berhasil mencapai tahap sembah rasa maka tak lagi silau dengan aneka kilat cahaya yang berkerlip seperti bintang.

Kang (yang) minangka (merupakan) colok (obor) celaking (dekat) Hyang Widhi (Yang Mahas Kuasa). Yang merupakan obor untuk penerang jalan mendekat kepaa Yang Maha Kuasa.

Justru cahaya apapun akan menjadi penerang hati, laksana obor yang menerangi jalan mendekat kepada Yang Maha Kuasa. Dalam kajian bait ke-73, Weruh wekasing dumados, telah kami singgung bahwa orang yang mencapai tahap ini tidak akan sulap terhadap cahaya apapun yang terlihat, karena sudah mampu membedakan cahaya sejati dan cahaya pantulan, antara Wujud dan wujud. Orang ini hatinya tetap dalam pandangan yang stabil, tidak tolah-toleh (tengak-tengok kiri kanan) karena sudah tahu pasti ke mana akan menuju.

Widadaning (langgengnya) budi (budi) sadu (utama), pandak (tetap) panduking (tertuju) liru (pergantian) nggon (tempat). Langgengnya budi utama, tetap tertuju pada pergantian tempat (wujud).

Sifat yang sudah mapan ini disebut sebagai sadu budi, yakni tahap pencapaian tertinggi yang hanya dicapai oleh para pertapa yang tulus dan telah mengekang hawa nafsunya. Sadu budi sering diartikan sebagai watak pinandita, karena watak sadu adalah watak yang umumnya dipunyai para pandita di jaman dahulu kala. Pandita adalah orang yang sudah meninggalkan hiruk-pikuk duniawi, dan telah membaktikan hidupnya untuk menolong sesama.

Dalam hal ini watak sadu harus dijaga kelanggengannya agar perhatiannya tetap tertuju pada pergantian tempat (wujud) yang akan sering kita jumpai di alam ini. Ini penting agar manusia tidak tekecoh dengan fenomena-fenomena pergantian yang akan banyak terjadi.

Sekian dahulu kajian bait ini, jika masih ada tanda tanya dalam pikiran janganlah bosan mengikuti kajian ini. Pada bait-bait selanjutnya semuanya akan semakin terang. Penggubah serat ini memang senang memakai bahasa yang berbelit-belit, saya pun kesusahan dalam menterjemahkannya, dan lebih susah lagi menjelaskannya. Tetapi dengan usaha keras tak kenal tidur, Insya Allah semua akan indah pada waktunya.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/23/kajian-wedatama-78-widadaning-budi-sadu/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...