Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (8): Katungkul Reh Kaprawiran

Kajian Serat Wedatama karya KGPAA Mangkunegara IV, kali ini sampai pada bait ke-8, masih termasuk dalam Bab Pangkur. Bait ini menerangkan keadaan orang yang terlena mengejar kehebatan dalam hal keperwiraan. Jika dilihat konteks ketika kitab ini ditulis sangat mungkin yang dimaksud adalah orang yang terlena mengejar kedudukan, karena pada jaman itu keperwiraan erat kaitannya dengan kekuasaan atau pengikut yang banyak.

Selengkapnya bait ke-8 adalah sebagai berikut:

Socaning jiwangganira,

Jer katara lamun pocapan pasthi,

Lumuh asor kudu unggul,

Semengah sesongaran,

Yen mangkono kena ingaranan katungkul,

Karem ing reh kaprawiran,

Nora enak iku kaki.


Terjemahan tekstual dalam Bahasa Indonesia:

Sifat-sifat pribadimu,

Pasti akan tampak ketika bertutur kata,

Tak mau kalah harus menang,

Sombong dan membanggakan diri,

Yang demikian itu bisa disebut terlena,

Tergila-gila pada kehebatan (diri),

Tidak baik itu nak!


Untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya dari bait ini, marilah kita kupas setiap kata satu persatu secara rinci.

Gatra 1,2: Socaning jiwangganira, jer katara lamun pocapan pasthi

Socaning (mata, intisari) jiwangganira (pribadi, sifat-sfat pribadimu), Jer katara (akan kelihatan) lamun (ketika) pocapan (berucap) pasthi (pasti).

Gatra ini menyatakan bahwa kepribadian seseorang pasti akan tampak dari cara ia bertutur kata. Orang yang bertutur kata dengan santun dan sabar pastilah pribadinya telah terlatih dalam olah ilmu rasa. Sedangkan tutur kata yang kasar, memaki, nyinyir dan tak pernah menghargai sesama pastilah muncul dari pribadi yang penuh kedengkian.

Gatra 3,4:  Lumuh asor kudu unggul, semengah sesongaran

Lumuh (tak mau) asor (kalah) kudu (harus) unggul (menang), Semengah (sombong) sesongaran (membanggakan diri di depan orang banyak).

Di sini digambarkan sifat orang yang tak mau kalah, selalu harus menang. Senantiasa menyombongkan diri di depan orang banyak. Orang ini menganggap bahwa mengalahkan orang lain itu penting, sehingga harus selalu menang. Orang berwatak seperti ini masih suka memamerkan kelebihan diri agar tampak eksis dalam pergaulan luas.

Gatra 5,6,7: Yen mangkono kena ingaranan katungkul, Karem ing reh kaprawiran, nora enak iku kaki.

Yen (kalau) mangkono (demikian itu) kena (bisa) ingaranan (disebut) katungkul (terlena), Karem (sangat suka, tergila-gila) ing (pada) reh (segala hal) kaprawiran (tentang keperwiraan), Nora (tidak) enak (nyaman, tak baik) iku (itu) kaki (nak).

Gatra terakhir ini menggambarkan orang yang terlena dengan keperwiraan, kemenangan dan kehebatan diri. Padahal seharusnya dia sudah harus mulai ngudi kasampurnaning urip, mencari kesempurnaan hidup. Kata katungkul menandakan bahwa hal-hal yang dilakukan itu sudah melebihi porsi yang seharusnya. Yang demikian itu tidak baik nak!


Kesimpulan:

Bait ini memberi petuah bahwa kepribadian kita akan terpancar dalam tutur kata kita sehari-hari. Seharusnya semakin usia bertambah tutur kata semakin santun dan sabar. Perilaku juga harus mulai tampak lebih bijaksana. Jika masih suka bertengkar dan tak mau kalah, masih mengunggul-unggulkan kehebatan diri, berlaku sombong dan berbangga diri, pertanda bahwa yang bersangkutan terlena dalam mencari keperwiraan. Yang demikian itu adalah sifat yang tidak terpuji, tanda bahwa pribadinya belum dewasa.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/06/kajian-wedatama-8-katungkul-reh-kaprawiran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...