Translate

Kamis, 22 Agustus 2024

Babad Tanah Jawi (191): Adipati Cakraningrat membantu Pangeran Prangwadana

Alkisah, Pangeran dari Sampang bergelar Adipati Cakraningrat ketika itu merasa diingkari janji oleh Kumpeni. Cakraningrat pernah membuat perjanjian secara lisan dengan pejabat Kumpeni bernama Nicholas Hartingh. Saat itu Hartingh menjadi juru bahasa di Surabaya. Si Hartingh ini berkedok mewakili pembesar Kumpeni di Betawi. Maka Cakraningrat mau membuat perjanjian yang menjadi syarat kesanggupannya menyerang pasukan Cina di pesisir timur sepanjang Gresik, Sidayu dan Lamongan. Sebagai upah jika berhasil mengusir pasukan Cina Kumpeni menjanjikan tiga hal. Yang pertama, Sumenep akan digabungkan kembali dengan Sampang. Kedua, Jepara dan Pasuruan diberikan. Dan ketiga, Jipang dan Lamongan disuruh memilih salah satunya.

Pangeran Cakraningrat menyanggupi, lalu segera melaksanakan kesanggupannya. Cakraningrat segera menyerang Badholeng. Pasukan Cina pun kalah. Malah bupati Jipang yang diangkat Cina berhasil dibunuh dan dipenggal kepalanya. Tidak lama kemudian Tuban pun takluk oleh pasukan Sampang. Tidak lama berselang Sang Raja Pakubuwana berdamai dengan Kumpeni dan terjadi peristiwa berdirinya Prabu Kuning sebagai raja di Pati. Kemudian mereka berhasil menaklukkan Kartasura. Raja Pakubuwana kemudian lari ke Ponorogo. Lalu di tahun yang sama Sang Raja berhasil merebut kembali Kartasura dengan mengandalkan pasukan Madura dan mancanagara. Semua itu atas jasa pasukan Madura yang menjadi andalan dalam perang.

Pada saat itu Raja Pakubuwana tidak segera masuk ke istana dan masih bermarkas di Gumpang. Sampai akhirnya pasukan Kumpeni datang ke Kartasura dibawah pimpinan Kumendur Semarang. Kumendur kemudian mengantar Sang Raja masuk istana. Setelah Sang Raja masuk istana pasukan Madura kembali pulang ke Sampang. Pasukan Kumpeni yang kemudian bertugas menjaga keamanan di Kartasura dengan komandan Kapten Hohendorff.

Adapun pasukan Madura, setelah mereka pulang ke Sampang segera melapor kepada tuannya Adipati Cakraningrat. Sang Adipati merasa bahwa jerih payahnya mengusir pasukan Cina tidak dihargai. Kumpeni mengusir begitu saja pasukan Madura dari Kartasura. Cakraningrat lalu ingat kepada perjanjian yang telah dia sepakati bersama Nicholas Hartingh. Cakraningrat segera mengutus seorang punggawanya yang bernama Tumenggung Mangundara untuk menemui Kumendur Semarang yang ketika itu berada di Sitinggil keraton Kartasura. Setelah diizinkan menemui Kumendur, Mangundara mengatakan kedatangannya diutus oleh Pangeran Cakraningrat untuk menagih perjanjian yang telah disepakati bersama Nicholas Hartingh dahulu.

Setelah itu Pangeran Cakraningrat menunjuk ketiga putranya untuk bersiap. Juga telah membagi para punggawa untuk mengikuti ketiga putranya. Raden Kartareja diperintahkan menggelar barisan di Lamongan. Lalu putra Pangeran Cakraningrat yagn bernama Wiradiningrat diperintahkan menggelar pasukan di perbatasan Gresik dan Lamongan. Tepatnya di desa Tumapel. Barisan Raden Wiradiningrat dijaga oleh Raden Kartareja dari Lamongan. Juga diperintahkan Ki Jiwaraga dari Tandes untuk turut menjaga barisan Raden Wiradiningrat. Adapun putra yang bernama Raden Sasradiningrat telah membawa serta Raden Wangsengsari, Raden Jayaprameya dan Ki Jayasudira serta pasukan orang Bali. Mereka kemudian diperintahkan menyerang Sumenep. Patih Raden Mangundara kemudian diperintahkan untuk menyerang Lasem. Pasukannya sudah berangkat dan berhadapan dengan pasukan Lasem.

Tidak lama setelah Pangeran Madura menggelar barisan, datang utusan dari Pangeran Prangwadana di Tumapel. Pangeran Prangwadana meminta bantuan pasukan. Setelah mendengar permintaan sang keponakan Pangeran Cakraningrat sangat bersukacita. Segera dikirim bantuan pasukan kepada Pangeran Prangwadana. Sejumlah lima ratus lima puluh prajurit dikirim dengan empat pemimpin mereka, Wirajaya, Surabinangun, Kebolawung dan Bangsatiarsa. Pasukan Madura langsung disuruh berangkat bersama si utusan. Perjalanan mereka kemudian berhenti untuk istirahat di Sangkul. Utusan segera mengirim kabar ke markas Pangeran Prangwadana. Separuh utusan disuruh pulang mendahului rombongan. Pangeran pun bersiap menyambut datangnya pasukan bantuan. Mereka lalu ditempatkan di pondokan masing-masing. Pangeran Prangwadana kini merasa tenang karena mendapat bantuan pasukan dari Madura.

Sementara itu, pasukan Kartasura yang dipimpin Rangga dari Baki atau namanya Rangga Supatra berisi orang-orang yang dikumpulkan dari wilayah sekitar Baki. Rangga Supatra telah diangkat sebagai tumenggung dengan nama Tumenggung Ranawijaya. Tumenggung Ranawijaya melaporkan bahwa Pangeran Prangwadana telah mendapat bantuan pasukan dari Madura. Prajurit sandi Ranawijaya yang mendapat informasi ini. Komandan Hohendorff yang menerima laporan ini menyangsikan. Walau demikian Mayor Hohendorff tetap melaporkan berita ini kepada Sang Raja.

Sang Raja berkata, “Bagaimana rencanamu Dinda?”

Hohendorff berkata, “Sebaiknya segera diperiksa. Bila memang demikian jangan tanggung, diselesaikan sekalian.”

Sang Raja berkata, “Aku serahkan kepadamu Dinda.”

Mayor lalu berpamitan dan segera melakukan persiapan. Paginya pasukan Mayor sudah bersiap melakukan penyerangan. Pasukan yang dibawa hanya dragonder Kumpeni dan pasukan Kumpeni Bali dibawah pimpinan Kapitan Barak. Pagi hari pasukan Hohendorff segera berangkat. Tak lama mereka sampai di desa Tangkisan.

Pangeran Prangwadana sudah mendengar kalau pasukan Kumpeni datang dibawah pimpinan Mayor Hohendorff sendiri. Pangeran Prangwadana pun bersiap menyambut kedatangan musuh. Pasukan Prangwadana ditempatkan di depan. Adapun pasukan Madura berbaris sembunyi-sembunyi di belakang.

Sementara itu Mayor Hohendorff sudah sampai di Tangkisan, sebelah barat barisan Tumenggung Ranawijaya Baki yang berada di garis depan. Pasukan Ranawijaya melihat ada sepasukan berkuda sejumlah tujuh puluh orang dipimpin Pangeran Prangwadana. Mereka pun segera melapor kepada Mayor bahwa musuh telah terlihat. Mayor segera menata barisan. Setelah siap Mayor segera menerjang musuh.

Pangeran Prangwadana bersama pasukan berkuda mencoba menahan serangan pasukan dragonder Kumpeni. Terjadi saling tembak yang sengit. Namun karena kalah jumlah pasukan Prangwadana terdesak. Pangeran membawa pasukannya mundur. Mayor memerintahkan pasukan Kumpeni untuk mengejar. Prangwadana sengaja mundur hanya untuk menjebak lawan. Di belakang orang Madura sedang menunggu dengan bersembunyi. Ketika pasukan Kumpeni telah masuk ke jebakan, pasukan Madura segera menerjang dari kanan-kiri dan belakang. Pasukan Kumpeni kaget, tetapi segera melakukan perlawanan dengan gigih. Mayor sudah turun dari kuda karena tempatnya sungguh tak menguntungkan. Kuda Mayor kemudian dipegangi juru kunci. Medan perang becek sehingga sulit bergerak. Pasukan Madura leluasa menembak.

Seorang punggawa Madura bernama Wirajaya menerjang seorang letnan dragonder. Dengan cepat si letnan mendahului menembak dengan pistol. Seketika Wirajaya terjungkal dan tewas. Namun si letnan mengira Wirajaya belum tewas. Dia lalu turun bermaksud menyelesaikan serangannya. Dengan menghunus pedang si letnan mengangkangi tubuh Wirajaya dan bersiap menghujamkan pedangnya. Tiba-tiba dari belakang seorang prajurit Madura menikam dengan tombak. Si letnan terjungkal ke jatuh depan menimpa tubuh Wirajaya. Keduanya tewas di tempat.

Punggawa Madura si Kebolawung dan Bangsatiarsa menyerang Mayor Hohendorff bersamaan. Si juru kunci terkena tombak dan tewas. Lalu Kebolawung menombak Mayor, terkena di bagian belakang telinga, tetapi tidak mempan. Mayor lalu membalas menembak dengan pistol. Kebolawung terkena pahanya dan jatuh. Mayor segera meloncat ke atas kuda. Kebolawung bangkit dan kembali menyerang Mayor dengan tombak. Tombakan Kebolawung mengenai paha Mayor, tetapi lagi-lagi tak mempan. Mayor lalu menghindar. Seorang ajudan Mayor berhasil ditikam dan tewas. Mayor lalu membawa pasukan Kumpeni mundur. Empat letnan Kumpeni telah tewas oleh serangan pasukan Madura.

Pasukan Kumpeni Bugis-Bali yang dipimpin Kapitan Barak masih terus bertempur. Banyak serdadu Kumpeni Bugis-Bali telah tewas, tetapi Kapitan Barak tak mau mundur. Mayor Hohendorff kembali ke depan dan mengajak Kapitan Barak mundur. Mereka kemudian kembali ke Kartasura. Sesampai di Kartasura orang-orang heboh karena mendengar Mayor kalah perang.

Sementara itu Pangeran Prangwadana yang baru saja menang perang memerintahkan agar mayat serdadu Kumpeni dan bangkai kuda-kuda dibuang ke bengawan. Mayat dan bangkai kuda dari pasukan Kumpeni yang hanyut terlihat oleh para pekerja yang sedang menggarap keraton baru di Sala. Seketika mereka geger. Mereka segera melapor kepada Arya Pringgalaya yang sedang mengawasi pekerjaan. Raden Arya Pringgalaya memerintahkan untuk mengambil mayat-mayat itu. Ada dua orang sersan serdadu Kumpeni yang berada di situ, namanya Karahu dan Slompret. Ketika keduanya melihat mayat-mayat teman sebangsanya hanyut, hatinya sangat bersedih.

Tidak lama kemudian datang utusan dari Kartasura memanggil Patih Pringgalaya. Sesampai di Kartasura Patih Pringgalaya bertemu dengan Mayor Hohendoff. Kepada Patih Pringgalaya, Mayor menceritakan apa yang terjadi ketika perang di Tangkisan.

Berita kekalahan pasukan Hohendorff membuat para penduduk menjadi was-was. Pangeran Prangwadana hendak memanfaatkan momen ini untuk menyerang Kartasura. Pasukan Prangwadana pun segera berangkat. Namun perjalanannya kemalaman. Pasukan Prangwadana kemudian bermalam di Biru. Penduduk Kartasura sudah mendengar kedatangan pasukan Prangwadana. Mereka menjadi amat takut. Banyak yang kemudian mengungsi ke Terantang atau Sima. Pasukan Kumpeni hanya ngumpet di dalam benteng saja.

Pagi hari pasukan Prangwadana bergerak maju. Pasukan telah sampai di wisma Dipanagaran. Pangeran Adiwijaya yang melihat gerakan pasukan Prangwadana segera melapor ke istana. Sang Raja kemudian memerintahkan Ki Anggawangsa dan Ki Cakrajaya untuk menghadang musuh. Namun pasukan Anggawangsa dan Cakrajaya tak mampu menahan serang pasukan Prangwadana. Segera Ki Anggawangsa meminta bantuan. Adipati Sindureja dan Kartanagara yang dikirim untuk membantu. Pangeran Prangwadana yang melihat ada bantuan datang memilih membawa pasukannya mundur ke selatan keraton. Dia mencoba menerapkan tipudaya seperti kemarin dengan pura-pura mundur. Di belakang, pasukan Madura telah menunggu dengan berbaris sembunyi-sembunyi.

Pasukan Adipati Sindureja terpancing untuk mengejar. Ketika sudah masuk jebakan pasukan Madura segera menerjang. Pasukan Sindureja dan Kartanagara terdesak. Salah seorang abdi Sindureja tewas tertikam tombak. Ketika hendak dipenggal kepalanya tiba-tiba datang pasukan bantuan dari Kumpeni yang dipimpin Alperes Tolong. Alperes Tolong mengamuk bersama pasukannya menerjang pasukan Madura. Gantian pasukan Madura yang terdesak. Mereka kemudian mundur ke seberang sungai. Alperes Tolong terus mendesak, tapi tidak sampai menyeberang sungai. Tolong tak mau menyeberang karena medannya sulit, terjepit di antara perumahan penduduk. Musuh pun leluasa pergi menjauh sampai ke Jamur. Alperes Tolong dan Ki Sindureja kemudian mundur ke alun-alun. Sesampai di alun-alun Tolong menyerahkan dua kalantaka dari hasil jarahan. Mayor menerima dengan suka hati. Mayor pun memuji dalam hati keberanian Alperes Tolong.

Keesokan harinya Mayor kembali menyiapkan pasukan. Raden Adipati Pringgalaya dan Adipati Sindureja sudah bersiap. Juga para mantri telah berkumpul di Pancaniti. Para prajurit magang juga telah hadir. Pasukan Mayor Hohendorff berangkat melalui sebelah timur istana. Namun ekor barisan belum beranjak dari alun-alun pasukan garis depan telah diserang musuh. Pasukan Prangwadana pagi-pagi telah mendahului menyerang kota Kartasura dengan membawa pasukan Madura. Pasukan garis depan yang berisi prajurit magang telah bertempur dengan pasukan Madura. Pasukan Madura mengetahui kalau musuh jumlahnya banyak, lalu perlahan mundur ke selatan. Prajurit magang terus mengejar sampai ke Segaran. Karena yang mengejar sedikit pasukan Madura berbalik melawan. Kali ini gantian prajurit magang yang lari pontang-panting dikejar pasukan Madura. Dari arah belakang pasukan Kumpeni datang memberi bantuan. Prajurit Madura diberondong dengan tembakan. Namun mereka menembak dengan ngawur. Banyak peluru malah menyasar prajurit magang yang sedang lari. Beruntung tidak ada yang tewas. Pasukan Madura kemudian mundur ke induk pasukan.

Pasukan Madura telah bergabung dengan induk pasukan Prangwadana di selatan Jawinatan. Mereka kemudian menata barisan. Pasukan Madura menempati bagian dada. Bagian sayap ditempati pasukan berkuda. Pasukan Kartasura pun mengimbangi dengan gelar yang serupa. Adipati Pringgalaya menempati sayap kiri. Adipati Sindureja menempati sayap kanan. Pasukan Kumpeni menempati bagian dada. Kedua pasukan saling mendekat dan pertempuran kembali pecah. Kali ini kedua kubu sama-sama mengerahkan kekuatan penuh. Suara tembakan seperti halilintar yang memenuhi langit. Pasukan Madura tangguh bertahan, pasukan Kumpeni pun tak reda memuntahkan peluru. Malah semakin lama semakin deras peluru menerjang pasukan Madura. Sudah seperti hujan layaknya. Pasukan Madura tak kuat menahan, mereka pun mundur. Namun mereka masih mempertahankan formasi serangan. Sambil mundur mereka tetap bertahan, pasukan Kumpeni terus mendesak. Ada seorang Madura yang tercecer. Oleh pasukan Kumpeni dikeroyok dan ditembaki. Si Madura tak dapat bergerak, akhirnya tewas dan dipenggal kepalanya. Pasukan Kumpeni terus mendesak musuh ke arah selatan. Ketika musuh sudah mundur semua serdadu Kumpeni kemudian berhenti mengejar. Para prajurit Jawa yang kemudian melanjutkan pengejaran.

Pasukan Jawa mengejar sampai di markas Jamur. Mereka menemukan dua orang prajurit Madura yang sedang menderita sakit di markasnya. Keduanya lalu ditangkap dan diserahkan kepada Patih Pringgalaya. Oleh Ki Patih kemudian disuruh meneruskan kepada Mayor sebagai komandan perang. Mayor sangat bersukacita. Dua orang Madura lalu dibawa menyingkir untuk ditanyai. Raden Pringgalaya dan Sindureja kemudian menginterogasi si tawanan Madura. Ada berapa temannya. Mereka menjawab bahwa temannya yang berada di markas ini ada tiga ratus. Mayor kemudian menjamin keselamatan kedua tawanan asalkan mau memberikan informasi. Bahkan bersedia memulangkan ke Madura. Kedua tawanan kemudian dilaporkan kepada Sang Raja.

Sang Raja berkata, “Bagaimana mereka sampai bergabung dengan Prangwadana?”

Mayor berkata, “Saya belum selesai memeriksa, paduka.”

Sang Raja berkata, “Lanjutkan engkau menggali informasi.”

Mayor kemudian keluar dari istana dan kembali menanyai si tawanan Madura. Bagaimana pesan Panembahan Madura kepada para pembesar pasukan Madura dulu ketika mengirim mereka ke pasukan Prangwadana. Si tawanan mengatakan kalau mereka dulu dipesan untuk berperang melawan Kumpeni. Juga diberi pesan agar mencari Ratu Maduretna.

Mayor kembali bertanya, “Apa sebab tuanmu ingin melawan Kumpeni?”

Si tawanan menjawab, “Kumpeni disebut Panembahan telah mengingkari perjanjian. Tiga hal yang dijanjikan tak satupun yang ditepati. Oleh karena itu tuanku Panembahan Madura berani melawan Kumpeni.”

Mayor terdiam tak bicara. Dalam hati teringat sudah beberapa kali berkirim surat ke Semarang dan Betawi untuk mengabarkan bahwa Panembahan Madura kecewa hatinya, tapi suratnya selalu diabaikan. Mayor lalu mengirim laporan ke Semarang untuk memberi tahu kalau telah menangkap dua tawanan Madura. Semua yang dikatakan oleh si tawanan telah dilaporkan dalam surat tersebut. Mayor telah selesai memeriksa dua tawanan Madura. Keduanya lalu diberi pakaian baru serta diberi jatah makan yang cukup.

Sementara itu prajurit sandi Raden Pringgalaya yang memata-matai perjalanan pasukan Pangeran Prangwadana telah kembali. Dia mengabarkan kalau Pangeran Prangwadana sekarang berada di desa Batur, sebelah selatan Waladana. Pangeran masih dikawal banyak prajurit berkuda. Ki Patih Arya Pringgalaya lalu membawa prajurit sandi menemui Mayor Hohendorff. Semua informasi yang didapat telah dilaporkan kepada Mayor. Oleh Mayor kemudian dilaporkan kepada Sang Raja. Mayor juga meminta izin untuk segera menyerang pasukan Prangwadana. Sang Raja pun mengizinkan bila Mayor akan mengejar pasukan Prangwadana.

Mayor telah keluar dari istana dan menemui kedua patih. Raden Arya Pringgalaya dan Raden Sindureja segera diberi tahu untuk menyiapkan pasukan. Semua punggawa dan mantri di Surakarta telah dikerahkan. Hanya empat wadana dalam yang ditinggal untuk menjaga Sang Raja. Adapun formasi pasukan Hohendorff tidak berubah dari kemarin ketika perang di Prajamukti.

Di markas Pangeran Prangwadana, sang Pangeran sudah mendengar kalau pasukan Kartasura akan menyerang. Pangeran segera menggerakkan pasukan dari Batur menuju Pule. Setelah semalam menginap di Pule, paginya berangkat menuju Wera.

Sementara itu pasukan Hohendorff telah berangkat dari Kartasura. Perjalanan pasukan Hohendorff sudah sampai di Kedhungjambal. Namun mereka tak mengendus keberadaan pasukan Prangwadana di sekitar wilayah itu. Malah sekarang posisi Pangeran Prangwadana tidak bisa dipastikan. Empat malam sudah pasukan Hohendorff menginap di Kedhungjambal, tetap tidak mendapat kepastian posisi Pangeran Prangwadana. Mayor lalu membawa pasukannya bergerak ke Panambangan.

Sesampai di Panambangan Mayor tetap tidak mendapat kepastian letak musuh. Mayor menjadi uring-uringan karena jengkel.  Pasukan Kartasura lalu dibawa menyeberang bengawan menuju Uter. Sesampai di Uter tetap tak mendapat posisi Pangeran Prangwadana. Lama tak kunjung bertemu musuh membuat pasukan kehabisan cadangan pangan. Para prajurit sudah jarang mendapat cukup makanan. Pasukan Hohendorff lalu bergerak menuju Segawe. Sampai tiga hari di Segawe pasukan Hohendorff tidak mendapat kemajuan yang berarti. Mayor Hohendorff memarahi Adipati Pringgalaya dan Adipati Sindureja karena tak kunjung mampu melacak keberadaan musuh. Prajurit sandi yang mereka kirim tak kunjung membawa laporan.

Berkata Mayor Hohendorff, “Kalau seperti ini kalian berdua ikut saya tidak ada gunanya. Tugas kalian adalah melacak keberadaan Prangwadana. Sekarang segera kirim prajurit sandi lagi untuk melacak Prangwadana. Jangan diizinkan kembali kalau belum menemukan Prangwadana.”

Pringgalaya dan Sindureja lalu mengirim prajurit sandi lagi. Dua hari kemudian mereka telah kembali. Namun tetap tidak ada kabar keberadaan Prangwadana. Mayor menjadi jengkel dan sangat bersedih. Kedua patih lalu disuruh mengemas barang.

Berkata Hohendorff sambil menahan marah, “Tidak ada guna aku di sini Raden. Besok aku pulang ke Kartasura. Kalian berdua umumkan kita semua pulang besok pagi.”

Pagi hari, pukul lima mereka sudah berangkat dari Segawe. Sesampai di Kartasura Mayor segera melapor kepada Sang Raja sambil menyatakan penyesalan yang sangat karena letak musuh tak dapat dilacak.

Sang Raja berkata, “Kalau demikian Dinda, Si Pringgalaya dan Sindureja segera suruh mengirim prajurit sandi lagi untuk melacak keberadaan Prangwadana.”

Mayor segera keluar dan menyampaikan perintah Sang Raja kepada Pringgalaya dan Sindureja. Utusan pun dikirim dengan pesan dari Sang Raja; jangan pulang sebelum mendapat kepastian letak musuh berada.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/02/14/babad-tanah-jawi-191-adipati-cakraningrat-membantu-pangeran-prangwadana/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...