Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (14): Mulih Mula Mulanira

Bait ini adalah akhir dari Bab Pangkur yang berjumlah 14 bait. Menarik untuk disimak bahwa Wedatama memulai piwulang tentang kehidupan justru dengan memakai tembang Pangkur. Di dalam budaya Jawa Pangkur sering diartikan sebagai mungkur saka kadonyan, memalingkan diri dari keduniawian.

Tampaknya serat Wedatama memang ditujukan bagi kalangan orang tua yang sudah separuh perjalanan menempuh kehidupan. Ini ditandai dengan kalimat, mingkar-mingkuring angkara, akarana karenan mardisiwi pada bab pertama tersebut. Kandungan pesan pada bait terakhir semakin mengukuhkan kesan itu.

Selengkapnya tembang bait ke-14:

Sejatine kang mangkana,

Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi,

Bali alaming ngasuwung,

Tan karem karameyan,

Ingkang sipat wisesa winisesa wus,

Mulih mula mulanira,

Mulane wong anom sami.


Terjemahan bait ini ke dalam Bahasa Indonesia:

Sebenarnya yang demikian itu,

Sudah mendapat anugrah Tuhan yang Maha Benar,

Kembali ke alam kosong (keakhiratan),

Tidak mabuk keramaian (keduniawian),

Yang bersifat kuasa menguasai,

Kembali ke asal mula,

Oleh karena itu wahai anak muda semua.


Kajian per kata:

Gatra 1,2: Sejatine kang mangkana, wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi.

Sejatine (sebenarnya) kang (yang) mangkana (demikian itu), Wus (sudah) kakenan (terkena, mendapat) nugrahaning (anugrah) Hyang (Yang Maha) Widhi (Benar).

Gatra ini bisa dianggap merujuk ke bait sebelumnya, yakni seseorang yang mendapat pencerahan. Yang demikian itu sebenarnya adalah karena anugerah Yang Maha Benar. Jika tidak kita pun akan sulit mencapai hakekat hidup di dunia ini.

Gatra 3,4: Bali alaming ngasuwung, tan karem karameyan.

Bali (kembali) alaming (ke alam) ngasuwung (kosong, maksudnya kosong dari hawa nafsu), tan (tidak) karem (sangat suka, mabuk) karameyan (keramaian, kiasan untuk alam dunia).

Karena anugrah Yang Maha Benar kita dapat kembali ke  alam kosong. Kosong di sini adalah kosong dari hawa nafsu. Ini adalah merujuk pada hati yang kosong dari keinginan terhadap dunia. Tan karem karameyan, adalah tidak suka lagi dengan ramainya dunia, alam materi yang banyak warna-warni dengan segala permasalahannya ini.

Gatra 5,6: Ingkang sipat wisesa winisesa wus, mulih mula mulanira.

Ingkang (yang) sipat (bersifat) wisesa (kuasa) winisesa (menguasa) wus (sudah), Mulih (pulang) mula (asal) mulanira (muasal).

Yang sudah bersifat kuasa-menguasai. Kalau kita perhatika bahwa kehidupan duniawi didominasi nafsu meraih kekuasaan. Syahwat politik yang overdosis senantiasa menjadi motif dari setiap tindakan. Ada yang kemudian membungkusnya dengan pura-pura memihak kaum lemah. Ada yang membungkus dengan tampilan religius demi menarik simpati ummat.

Yang demikian itulah kehidupan duniawi, dengan segala riuh-riak di dalamnya. Maka bait ini mengingatkan agar kembali ke asal mula, yakni makhluk Allah yang muasalnya bukan dari dunia ini tapi dari alam lain yang kelak kita semua akan kembali (mulih).

Gatra 7: Mulane wong anom sami.

Mulane (oleh karena itu) wong (wahai orang) anom (muda) sami (sekalian, semua).

Gatra ke-7 ini bisa disebut sasmita kepada lanjutan Bab berikutnya yakni Bab Sinom, maka memakai isyarat kata anom. Selain itu menjadi isyarat bahwa bait-bait berikutnya ajaran piwulang ini, nasehat ini, lebih ditujukan untuk anak muda.

Selesai sudah kajian Bab Pangkur dari Serat Wedatama. Penggubah serat ini mungkin mendahulukan Bab Pangkur sebagai penegasan bahwa mungkur dari kadonyan adalah awal dari kehidupan manusia yang sebenarnya. Kita mungkin disebut mati di alam dunia ini jika kelak umur kita habis, tetapi kita akan hidup di alam lain yang lebih elok, indah dan menyenangkan. Itulah kehidupan yang sejati.

Berulang kali kata jati ditekankan pada Bab Pangkur agar kita selalu ingat bahwa sejatinya alam kita bukan di sini. Kita masih harus berlatih untuk membuka tabir yang menutupi pandangan kita tentang alam sejati itu. Tip dan triks agar tabirnya terbuka adalah dengan meninggalkan perbuatan tercela (angkara), menahane (nahen) hawa nafsu, bermuhasab, bermujahadah di kesepian (ngasepi) agar memancar cahaya Ilahi (pamoring Suksma) kepada diri kita. Jika sudah demikian rasa jati akan sumusup ing jiwangga, ilmu rasa jati akan merasuk dalam jiwa.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/08/kajian-wedatama-14-mulih-mula-mulanira/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...