Translate

Minggu, 18 Agustus 2024

Kajian wedatama (35): Amardi Martatama

Bait ke-35, Pupuh Pucung, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Beda lamun kang wis sengsem reh ngasamun,

Semune ngaksama,

Sesamane bangsa sisip,

Sarwa sareh saking mardi martatama.


Terjemahan dalam Bahasa Inonesia:

Berbeda halnya dengan yang sudah gemar kepada hal rohaniyah,

Cenderung selalu mengampuni,

Segala kesalahan,

Bersikap sabar berusaha berbudi baik.


Kajian per kata:

Beda (berbeda) lamun (kalau) kang (yang) wis (sudah) sengsem (gemar, terpesona) reh (hal) ngasamun (sepi, ruhaniyah). Berbeda halnya dengan yang sudah gemar kepada hal rohaniyah.

Kebalikan dengan sifat-sifat diri yang dikuasai angkara sampai ke-3 alam, maka orang yang sudah gemar melakukan olah rasa dengan menyepi akan bersikap berbeda dalam menghadapi persoalan hidup.

Semune (cenderung) ngaksama (mengampuni). Cenderung selalu mengampuni. Sesamane (segala) bangsa (sejenisnya) sisip (kekurangan, kesalahan). Segala sesuatu kesalahan orang lain.

Sesungguhnya segala tindak angkara berasal dari nafsu yang dimanjakan (diumbar), tidak dikekang, tidak ditahan dan senantiasa dipenuhi. Bagi yang kayungyun heninging tyas, terpesona ketenangan hati, maka menahan nafsu bukanlah pekerjaan sulit. Selain lebih mudah, lebih hemat, juga lebih bermanfaat dalam hidup. Bonus lain adalah hadirnya sikap terpuji dalam perilaku sehari-hari. Salah satunya adalah kecenderungan untuk mengampuni setiap kesalahan orang lain, memakluminya dan bukan malah membesar-besarkannya.

Sarwa (serba) sareh (sabar) saking (dari) mardi (berusaha) martatama (berbudi baik). Bersikap sabar dan berusaha bersikap baik.

Sareh adalah sikap hati-hati, tidak tergesa-gesa, mendahulukan pertimbangan sebelum mengambil tindakan. Sikap ini hanya muncul dari hati yang tenang yang dicapai dengan latihan kontemplasi yang rutin, senantiasa mahas ing ngasepi.

Catatan tambahan:

Dalam serat Wedatama ini berulang kali ditekankan tentang pentinya menyendiri di dalam sepi. Ini bukan kiasan tetapi memang sering dilakukan secara fisik. Tujuan dari menyepi adalah menyusutkan nafsu sampai ke tingkat minimum yang sekedar diperlukan untuk hidup, karena bagaimanapun selama hayat dikandung badan nafsu tetap diperlukan.

Mengapa ini penting? Karena suara hati nurani hanya dapat terdengar di kala orang sendirian, tidak bergerombol bersama golongannya. Dalam kesunyian orang lebih jujur menilai diri sendiri, sudah benarkah perilakuku sehari-hari, sudah tepatkah pemikiran yang kuyakini, sudah luruskah jalan yang kuambil, dsb.

Mengenai menyepi ini juga banyak diajarkan oleh aliran keyakinan dan agama-agama. Bentuk paling sederhana adalah mengheningkan cipta, seperti yang sering kita lakukan pada upacara bendera ketika sekolah dulu. Ada juga yang berbentuk samadhi, yakni berdiam diri dalam waktu yang lama dengan posisi tertentu. Dalam agama Islam ada ritual shalat tahajud, shalat yang dikerjakan sendirian di kala malam hari, ketika tak terlihat orang lain.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/16/kajian-wedatama-35-amardi-martatama/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...