Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (5): Ngelmu Kang Nyata

Kita lanjutkan kajian tentang Serat Wedatama karya KGPAA Mangkunegara IV, kali imi sampai pada bait ke-5, yang masih termasuk dalam Bab Pangkur. Bait ini masih menerangkan sifat-sifat orang yang telah menguasai ilmu rasa, perilakunya sehari-hari dan perbedaannya dengan orang bodoh. Selengkapnya bait ke-5 adalah sebagai berikut:

Mangkono ngelmu kang nyata,

Sanyatane mung weh reseping ati,

Bungah ingaranan cubluk,

Sukeng tyas yen denina,

Nora kaya si punggung anggung gumrunggung,

Ugungan sadina-dina,

Aja mangkono wong urip.


Terjemahan tekstual ke dalam Bahasa Indeonesia:

Demikianlah ilmu yang sejati,

Sebenarnya hanya menyenangkan hati,

Suka bila dianggap bodoh,

Senang hati bila dihina,

Tidak seperti si dungu yang sombong dan banyang suara,

Ingin dipuja setiap hari,

Jangan demikianlah hidup dalam pergaulan.


Kajian kata perkata secara mendalam, agar diperoleh makna apa yang dimaksud dalam bait ke-5 Serat Wedatama ini.

Gatra 1,2: Mangkono ngelmu kang nyata,Sanyatane mung weh reseping ati

Mangkono (demikianlah) ngelmu (ilmu) kang nyata (sejati), sanyatane (sejatinya) mung (hanya) weh (memberi) reseping (menyenangkan) ati (hati).

Demikianlah ilmu sejati seperti yang diuraikan pada bait-bait ke-1 sampai ke 4 terdahulu. Ilmu sejati ini hanya memberi rasa menyenangkan hati, hati menjadi tenang, tanpa bergolak, tanpa berbolak-balik, pertanda hati sudah mantap dalam keyakinan. Tidak mudah larut dalam arus (ombyaking swasana). Ini adalah gambaran dari kesempurnaan hati seperti yang sering kita minta dalam do’a setiap hari, tsabit qalbii ‘alaa diinika!

Gatra 3,4: Bungah ingaranan cubluk, Sukeng tyas yen denina

Bungah (suka) ingaranan (bila dianggap) cubluk (bodoh), sukeng (senang) tyas (hati) yen (jika) denina (dihina).

Hati yang telah mantap tadi tidak akan jika ada pendapat orang lain. Dia takkan menjadi sedih bila dianggap bodoh. Kalimat “suka bila dianggap bodoh, senang hati jika dihina” tidak berarti bahwa dia sengaja mencari penghinaan, tetapi sesuai konteks kalimat di atas lebih bermakna anggapan bodoh dan penghinaan tidak akan membuat hati menjadi sedih. Justru dia akan gembira karena kesempatan memperbaiki diri lebih mudah, lebih termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.

Sifat-sifat tersebut di atas hanya mungkin menjadi milik orang-orang yang telah mikani rasa, mengetahu rahasia hati, orang yang telah melatih ilmu dengan praktik amalan untuk memantapkan hati pada satu keyakinan. Sehingga tidak mudah goyah oleh pendapat atau bujuk rayu orang lain.

Gatra 5,6: Nora kaya si punggung anggung gumrunggung, Ugungan sadina-dina

Nora (tidak) kaya (seperti) si punggung (si bodoh) anggung gumrunggung (hanya banyak bersuara saja), ugungan (mencari pujian) sadina-dina (sehari-hari). Aja (jangan) mangkono (begitu) wong (orang) urip (hidup).

Pada gatra ini kembali digambarkan watak orang bodoh yang suka banyak berbicara. Gumrunggung secara harfiah berarti banyak bersuara tak jelas, seperti suara tawon besar berdengung tak karuan, maknanya si bodoh walau banyak bicara namun tidak ada pengertian (ilmu) yang di sampaikan karena memang orang bodoh tidak mempunyai ilmu yang cukup, hanya bicara ngalor-ngidul berulang-ulang saja.

Watak ini sangat tercela dalam pergaulan. Oleh karena dalam tembang ini dilarang dalam gatra terakhir, aja mangkono wong urip (jangan begitu orang hidup bergaul).

 

Catatan tambahan:

Keseluruhan bait ke-5 ini mengandung anjuran untuk bersikap moderat dalam pergaulan. Tidak menonjolkan diri dan tidak gampang tersinggung oleh cacian, hinaan orang lain. Juga tidak gampang terseret dalam gaya bicara orang lain. Menahan diri dan tetap istiwomah dalam keyakinan yang mantap. Inilah ilmu rasa sejati yang lebih menenteramkan hati.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/05/kajian-wedatama-5-ngelmu-kang-nyata/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...