Translate

Minggu, 18 Agustus 2024

Kajian Wedatama (53): Tinata tan Gawe Bingung

Pada atau bait ke-53, Pupuh Gambuh, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Yen ta janma rumuhun,

Tata titi tumrah tumaruntun,

Bangsa srengat tan winor lan laku batin,

Dadi nora gawe bingung,

Kang padha nembah Hyang Manon


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kalau orang di jaman dahulu,

Diatur sebaik-baiknya dari awal hingga akhir,

Bagian syariat tidak dicampur dengan ulah batin,

Sehingga tidak membingungkan,

Bagi yang menyembah Tuhan Yang Maha Melihat.


 Kajian per kata:

Yen (kalau) ta janma (orang) rumuhun (jaman dahulu). Kalau orang di jaman dahulu.

Di jaman dahulu tidak dikenal tatacara peribadatan seperti sekarang ini, yakni mencampurkan antara amalan lahir dan amalan batin. Gatra ini masih menyoroti ulah santri Dul yang karena kedangkalan ilmunya mencampurkan amalan lahir dan amalan batin bagi orang awam. Karena pada jaman dahulu ketika para wali masih menjadi guru di tanah Jawa amalan batin hanya dikhususkan bagi mereka yang telah siap menjalani tirakat.

Tanpa persiapan mental dan kesediaan untuk mengikuti petunjuk guru amalan batin justru merusak amalan lahir. Bahkan bisa menjadikan orang awam antipati terhadap ajaran agama, disebabkan karena diajarkan secara aneh dan tidak umum. Contohnya adalah ketika Brandal Lokajaya bertobat dan menjadi murid Sunan Bonang. Oleh Sunan Bonang Lokajaya digembleng dengan laku tirakat yang sangat berat.

Hanya karena tekad yang kuat untuk menebus jalan salah yang telah ia tempuhlah yang membuat Lokajaya mampu menjalani bimbingan Sunan Bonang. Maka hasilnya Lokajaya menjadi seorang yang sangat mumpuni dalam bidang ilmu batin sekaligus sangat paham budaya Jawa, yakni Sunan Kalijaga.  Tatacara yang demikian jelas tak dapat dipakai untuk sembarang orang kebanyakan. Maka diperlukan kearifan bagi seorang guru bagaimana ia harus membagi ilmu kepada para muridnya. Inilah yang tidak diperhatikan guru-guru amatir macam santri Dul tadi.

Tata (diatur) titi (secara baik, cermat) tumrah (segalanya) tumaruntun (berkesibambungan). Diatur sebaik-baiknya dari awal hingga akhir.

Harusnya diatur antara amalan lahir dan diberlakukan untuk umum karena amalan lahir sifatnya wajib bagi siapapun. Di situ ada tingkat kewajiban dari yang wajib sampai yang dilarang. Semua itu dipelajari dalam ilmu fikih.

Untuk ilmu batin hendaknya disesuaikan dengan si pencari ilmu. Kesanggupan apa yang telah ia penuhi sehingga mampu menerima pelajaran lebih lanjut. Tentu saja bimbingan guru sangat  diperlukan agar tidak salah arah. Mereka harus mengikuti petunjuk sang guru dari awal sampai akhir dengan pengawasan yang ketat.

Bangsa (bagian, jenis) srengat (syari’at) tan (tidak) winor (dicampur) lan (dengan) laku (metode, laku) batin (batin). Bagian syariat tidak dicampur dengan ulah batin.

Dengan pengaturan yang demikian tidak akan terjadi kesalahan. Mereka yang baru bisa mengamalkan syariat secara lahir atau sembah raga tetap pada jalurnya sendiri, tidak teganggu dengan berbagai laku aneh. Sebaliknya bagi yang telah mampu mengamalkan ilmu batin dengan bimbingan guru juga bisa berkonsentrasi pada laku yang harus dijalani. Dalam amalan-amalan lahir sehari-hari keduanya tetap melakukan dalam bentuk yang sama, secara bersama-sama. Karena dengan adanya amalan batin tidak menghapus kewajiban amalan lahir, justru semakin memantapkannya.

Dadi (sehingga) nora (tidak) gawe (membuat) bingung (bingung). Sehingga tidak membingungkan.

Pemisahan dalam memberikan bimbingan tersebut membuat para murid dan masyarakat tidak kebingungan. Hal itu karena amalan-amalan agama dikerjakan sesuai dengan kemampuan dan kesiapan masing-masing.

Kang (bagi) padha (yang) nembah (menyembah, ibadah) Hyang (Tuhan) Manon (Yang Maha Melihat). Bagi yang menyembah Tuhan Yang Maha Melihat.

Dengan demikian bagi para penyembah Tuhan tidak akan timbul kerancuan. Bagi yang mencukupkan diri denan amalan lahir, yakni sembah raga dipersilakan. Namun bagi yang ingin memantapkan dengan amalan batin dapat minta petunjuk kepada guru agar dibimbing sesuai sifat, kemampuan dan arah yang ingin dicapai. Dengan demikian harmoni dalam masyarakat akan terjamin.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/23/kajian-wedatama-53-tinata-tan-gawe-bingung/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...