Translate

Kamis, 22 Agustus 2024

Babad Tanah Jawi (187): Pangeran Mangkubumi merebut tanah Sukawati

Kepulangan Tuan Komisaris Prisel ke Semarang meninggalkan banyak serdadu Kumpeni di Kartasura. Mereka ditugaskan menjaga Sang Raja di bawah komando Kapten Hohendorff. Banyaknya serdadu Kumpeni di Kartasura membuat kerepotan baru, yakni persoalan jatah makan bagi para serdadu itu. Para penggarap sawah dan para saudagar di wilayah yang diperuntukkan sebagai jatah makan Kumpeni merasa diperas. Banyak dari mereka tak betah dan memilih pergi.

Di sepanjang wilayah Sendhang-Gumpang banyak orang berkumpul dan sepakat meninggalkan tanah mereka untuk bergabung ke Kajayasudirgan, tanah pangeran Mangkubumi. Sang Pangeran merasa repot menampung mereka. Karena mengembalikan juga tidak mungkin. Mereka takut ditangkap di malam hari karena perilaku para serdadu Kumpeni sangat rusuh.

Pada suatu hari Pangeran Mangkubumi bertanya kepada para bawahannya, “Bagaimana ini, situasi negeri kok sangat kacau. Apakah kalian betah mengabdi kalau situasinya seperti ini?”

Mereka yang ditanya menjawab, “Tuan, bagaimana bisa seperti ini. Kumpeni sangat rusuh ulahnya.”

Pangeran berkata, “Benar. Andai aku punya rencana apakah kalian mau ikut rencanaku?”

Mereka menjawab, “Kami tak mau ditinggalkan, apapun rencana paduka kami ikut serta.”

Pangeran Mangkubumi lalu mengirim utusan untuk menemui Raden Martapura.

Pesan Pangeran kepada utusan, “Engkau bertemulah sendiri dengan Paman Martapura. Aku tidak sampai hati melihat keadaan di Kartasura. Tanyakan tempat yang sebaiknya aku duduki.”

Utusan segera melesat menuju tempati Ki Martapura. Setelah berhasil bertemu dengan Martapura utusan menyampaikan pesan Pangeran Mangkubumi.

Berkata Raden Martapura, “Hai utusan, katakan kepada Pangeran Mangkubumi. Aku menyambut gembira langkah yang akan beliau ambil. Sebenarnya aku sangat mengharap yang seperti ini. Namun aku tak berani untuk mengirim utusan bila bukan Pangeran yang memulai. Kalau Pangeran merasa mampu, sebaiknya segera meloloskan diri dari Kartasura. Tempat yang pertama dituju adalah Butuh. Kalau sudah sampai di Butuh besok aku kirim utusan untuk menuju tempat yang baik.”

Utusan sudah kembali dari tempat Martapura. Perjalanan mereka percepat agar segera sampai di Kartasura. Setelah sampai di Kartasura si utusan menyampaikan pesan Martapura kepada Pangeran Mangkubumi. Pangeran menerima saran Martapura. Persiapan segera dilakukan. Di malam hari Pangeran lolos dari Kartasura menuju Butuh dengan membawa seratus orang, termasuk wanita dan anak-anak.

Pagi hari Patih Pringgalaya dan Patih Sindureja mendengar kabar lolosnya Pangeran Mangkubumi. Kedua patih lalu mengirim utusan untuk memeriksa kebenaran kabar itu. Setelah dipastikan kabar tersebut kedua patih tergopoh-gopoh melapor kepada Sang Raja.

Sang Raja berkata, “Memang sulit dicegah. Beda dengan orang yang dipenjara bisa diketahui setiap saat. Kalau seperti ini memang sulit dideteksi.”

Sementara itu, Raden Martapura sudah mendengar kalau Pangeran Mangkubumi telah sampai di Butuh. Martapura lalu mengirim utusan untuk menjemput Pangeran Mangkubumi. Pangeran lalu dipersilakan untuk tinggal di desa Jatitengah. Sesampai di desa itu Pangeran membuat markas. Namun Raden Martapura akan menemui Pangeran Mangkubumi. Martapura sangat berhati-hati, karena barangkali Pangeran tidak bersungguh-sungguh dan hanya menjebaknya. Martapura lalu menunjuk dua tumenggung yang dia angkat untuk menjaga dan melayani kebutuhan Pangeran Mangkubumi. Dua tumenggung itu adalah Tumenggung Suradigdaya dari Jatitengah dan Tumenggung Santareja dari Gonggang Galungan. Kedua tumenggung merasa nyaman melayani Pangeran Mangkubumi. Banyak orang merasa suka dengan Pangeran, terutama dari orang kalang atau ahli bangunan. Pangeran Mangkubumi lalu mengambil mereka semua sebagai abdi. Martapura pun menyerahkan semua orang kalang kepada Pangeran.

Ada menantu Raden Martapura yang bernama Raden Suryanagara atau nama kecilnya Mas Suwanti, anak dari Raden Anggakusuma Buminatan. Suryanagara waktu itu punya pasukan yang berbaris di Pajambean. Ketika mendengar bahwa semua orang kalang diberikan kepada Pangeran Mangkubumi, Raden Suryanagara segera menemui mertuanya untuk menyampaikan pendapat. Namun ketika bertemu belum sempat bicara Martapura mendahului bicara.

Berkata Martapura, “Hai Nak, ketahuilah. Semua orang kalang sekarang diambil Pangeran Mangkubumi.”

Suryanagara berkata, “Sangat-sangat saya meminta para orang kalang itu karena sedang saya pekerjakan. Mengapa Anda berikan kepada Pangeran?”

Martapura berkata, “Aduh Nak. Aku sudah telanjur menyerahkannya. Bagaimana caranya meminta kembali?”

Suryanagara berkata, “Anda tinggal di sini saja. Saya yang akan memintanya.”

Suryanagara lalu mohon diri dan segera menuju ke Jatitengah. tempat kediaman Pangeran Mangkubumi. Dengan membawa dua ratus prajurit Suryanagara menuju pondokan orang kalang. Tanpa banyak bicara Suryanagara langsung menjarah semua milik orang kalang dan memukuli orangnya, lalu membawanya. Pangeran Mangkubumi kaget, lalu mendekati Suryanagara dan diajak masuk pendapa. Suryanagara masuk pendapa dan bertemu Pangeran Mangkubumi.

Berkata Suryanagara, “Anda ini bagaimana, mengapa semua orang kalang Anda ambil?”

Pangeran Mangkubumi berkata, “Aku tidak mengambilnya begitu saja. Aku sudah minta kepada ayahmu si Martapura. Aku tak bermaksud seperti itu. Aku memintanya untuk memberi tempat karena aku tak bisa tinggal di Kartasura.”

Suryanagara berkata, “Anda ini belum seberapa lama keluar dari kota.”

Suryanagara segera berlalu tanpa pamit. Merasa diremehkan, Pangeran Mangkubumi sakit hati. Pangeran lalu bertanya kepada Suradigdaya dan Santareja apakah berani melawan Martapura dan menantunya.

Kedua tumenggung berkata, “Kami merasa tak kalah kalau diadu melawan Suryanagara dan Martapura.”

Pangeran Mangkubumi berkata, “Kalau demikian, semua orang kalang yang punya sakit hati yang sama karena dijarah dan dianiaya, kumpulkan segera.”

Sementara itu Suryanagara mendengar kalau Pangeran Mangkubumi telah mengumpulkan para orang kalang yang ditinggalkan. Suryanagara segera menyiapkan prajurit berkuda sejumlah lima ratus dengan berbagai senjata dan tiga ribu prajurit darat. Mereka pun berangkat menuju tempat Pangeran Mangkubumi. Tumenggung Suradigdaya dan Tumenggung Santareja memberi tahu perihal kedatangan pasukan Suryanagara.

Pangeran Mangkubumi berseru, “Bagaimana rencana kalian?”

Kedua tumenggung berkata, “Kalau paduka izinkan saya akan menghadapi mereka. Paduka saya persilakan berada di markas saja. Jangan menyertai kami.”

Pangeran Mangkubumi berkata, “Baiklah aku turuti kalian, tapi berhati-hatilah.”

Kedua tumenggung segera berangkat membawa sisa-sia orang kalangan semuanya. Mereka sudah bertekad takkan lari. Tak lama kemudian kedua pasukan sudah bertemu. Pertempuran pun pecah. Kedua kubu saling tembak dan saling tombak. Perang berlangsung sengit. Prajurit Suryanagaran banyak yang tewas. Karena terus terdesak mereka pun lari. Pasukan dua tumenggung terus mengejar sampai ke pondokan mereka. Pondok-pondok dijarah dan dibakar. Para orang kalang yang sudah merasa sakit hati lalu mengajak terus ke Sumberan, markas Raden Martapura.

Kedua tumenggung lalu membuat tipudaya. Bendera Suryanagaran yang mereka ambil dari markas Suryanagara mereka kibarkan. Dari jauh mereka tampak seperti pasukan Suryanagara sehingga prajurit Martapura tak merasa akan diserang. Namun ketika dekat tiba-tiba pasukan dua tumenggung langsung menembaki markas Martapura. Prajurit Martapura gugup dan tak sempat melakukan perlawanan. Mereka dibantai dengan leluasa. Ki Martapura dan pasukannya lari. Pondok-pondok mereka pun dibakar.

Pasukan dua tumenggung lalu kembali ke Jatitengah dan melapor kepada Pangeran Mangkubumi bahwa mereka menang perang. Pangeran Mangkubumi sangat bersukacita. Dia memuji keberanian dua tumenggung. Ada seorang kalang dari Kaseren yang bagus sepak terjangnya dalam perang. Oleh Pangeran Mangkubumi kemudian diangkat sebagai tumenggung dengan nama Brajamusthi. Tanah Sukawati telah dikuasai sepenuhnya oleh Pangeran Mangkubumi. Semua penduduk Sukawati tunduk dan patuh, tak ada lagi yang melawan.

Pangeran Mangkubumi lalu mengirim surat ke Kartasura. Utusan diperintahkan menuju kediaman Raden Adipati Pringgalaya. Sesampai di rumah Pringgalaya, surat diterima dan dibaca dengan seksama. Surat kemudian dihaturkan kepada Sang Raja. Sang Raja segera menyuruh untuk membacakan surat dari sang adik.

Isi suratnya: “Sembah hamba untuk paduka Sang Raja. Hamba haturkan hidup dan mati. Yang kedua, hamba beritahukan bahwa tanah milik paduka di Sukawati sekarang sudah saya rebut dari tangan Martapura. Si Martapura sudah lari tidak diketahui rimbanya. Sekarang saya serahkan kepada paduka. Hamba meminta perintah selanjutnya.”

Sang Raja kemudian membalas surat Pangeran Mangkubumi. Isi suratnya: “Salam untuk Dinda Pangeran. Engkau mengirim surat kepadaku, sudah aku terima dan aku pahami maksudnya. Aku sangat berterima kasih atas pekerjaanmu. Sekarang Dinda pulanglah ke Kartasura. Begitu surat ini sampai, Dinda segera berangkatlah.”

Surat sudah diberikan kepada utusan lalu disuruh segera kembali ke Sukawati. Singkat cerita surat sudah diterima oleh Pangeran Mangkubumi. Setelah membaca surat dari Sang, Raja Pangeran bertanya kepada tiga tumenggung.

Berkata Pangeran Mangkubumi, “Bagaimana pendapat kalian. Surat dari Sang Raja tidak menyebutkan status tanah Sukawati. Tidak pula menyerahkan tanah. Hanya aku dipanggil pulang ke Kartasura. Bagaimana menurut kalian?”

Ketiga tumenggung menjawab, “Kami berserah pada keputusan paduka. Kami akan patuh pada apa yang paduka kehendaki.”

Pangeran memutuskan untuk kembali ke Kartasura. Ketiga tumenggung pun patuh. Pasukan Pangeran Mangkubumi pun bersiap menghadap Sang Raja di Kartasura. Sesampai di Kartasura Pangeran diterima Arya Pringgalaya dan Hohendorff, lalu dibawa menghadap Sang Raja. Sang Raja kemudian memerintahkan Pangeran Mangkubumi untuk membuat pemukiman bagi pasukannya.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/02/04/babad-tanah-jawi-187-pangeran-mangkubumi-dapat-merebut-tanah-sukawati/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...