Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (82): Kajantaka Tumekeng Saumur

 Bait ke-82, Pupuh Gambuh Lanjutan, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Karana yen kebanjur,

kajantaka tumekeng saumur.

Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi.

Dadi wong ina tan weruh.

Dheweke den anggep dhayoh.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Karena kalau sudah terlanjur,

akan sengsara sampai di akhir usia.

Tanpa pahala kalau kelak sudah mati sebagai sifat dari semua yang makhluk.

Menjadi orang hina yang tak tahu.

Dirinya dianggap tamu.


Kajian per kata:

Karana (karena) yen (kalau) kebanjur (telanjur), kajantaka (akan sengsara) tumekeng (sampai) saumur (akhir hayat). Karena kalau sudah terlanjur, akan sengsara sampai di akhir usia.

Kabanjur yang dimaksud adalah lalai dalam mengamati tanda-tanda alam, seperti yang  telah diuraikan dalam bait ke-81, Aja kongsi kabasturon. Jika lalai dalam mengamati tanda-tanda alam akan menjadi orang yang sengsara sampai akhir hayat. Akan menjadi orang yang tidak tanggap terhadap tanda-tanda jaman, tidak akan mendapat hikmat dari setiap kejadian. Akibatnya dia gagal memahami Sang Pencipta. Kesengsaraan apa lagi yang lebih dahsyat dari itu?

Tanpa (tanpa) tuwas (pahala, buah) yen (kalau) tiwasa (mati) ing (ketika) dumadi (makhluk). Tanpa pahala kalau kelak sudah mati sebagai sifat dari semua yang makhluk.

Tuwas menurut kamus Jawa Poerwadarminta berarti bêbungah minangka wohing kangelan, pahala sebagai buah dari jerih payah melakukan suatu perbuatan. Jadi orang yang tidak memahami atau lalai dari ayat-ayat Allah di alam laksana orang yang gabug (kosong) amalnya. Kelak di akhirat dia akan mendapati semua jerih payahnya sia-sia.

Sama halnya dengan orang-orang yang mengingkari ayat Allah yang berupa wahyu (al Quran) akan menjadi kafir dan tertolak amalnya, orang yang lalai dari ayat Allah di alam akan mendapati dirinya dalam kerugian karena amalnya kosong.

Dadi (menjadi) wong (orang) ina (hina) tan (tak) weruh (tahu). Menjadi orang hina yang tak tahu.

Dia menjadi orang yang tak tahu apa-apa, bingung dengan apa yang dilihat. Bertanya-tanya mengapa menjadi begini? Mengapa menjadi begitu? Dia menjadi asing karena apa yang diyakininya dahulu tenyata berbeda dengan kenyataan yang dihadapi kini.

Dheweke (dirinya) den (di) anggep (anggap) dhayoh (tamu). Dirinya dianggap tamu.

Karena terasing dengan alam akhirat itulah, dia merasa menjadi seperti tamu. Kematian yang seharusnya berarti pulang ke rumah sejati yang dirindukannya, tempat dia akan merasa damai selamanya, tempat yang selalu diimpikan selama pengembaraannya di dunia ini, tetapi yang didapati adalah tempat yang asing. Sungguh dia telah berada dalam kerugian yang nyata. Wallahu a’lam.

Bait ini adalah akhir dari Pupuh Gambuh Lanjutan, selanjutnya akan masuk ke Pupuh Kinanthi yang merupakan pupuh terakhir dari serat Wedatama. Semoga kita diberi kekuatan untuk menyelesaikan kajian sampai akhir.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/24/kajian-wedatama-82-kajantaka-tumekeng-saumur/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...