Translate

Minggu, 18 Agustus 2024

Kajian Wedatama (48): Sembah Catur

Bait ke-48, Pupuh Gambuh, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Samengko ingsun tutur,

Sembah catur supaya lumuntur,

Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki,

Ing kono lamun tinemu,

Tandha nugrahaning Manon.


Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Sekarang saya menasihati,

Empat sembah supaya engkau pahami,

Pertama, raga, cipta, jiwa, rasa, nak,

Di situ bila tercapai,

Itulah anugrah dari Yang Maha Melihat.


Kajian per kata:

Samengko (sekarang) ingsun (saya) tutur (berkata). Sekarang saya (berkata) menasihati.

Kata tutur dalam bahasa Jawa sering dipakai untuk menyebut perkataan orang-orang tua, mereka yang sudah pengalaman dalam mengarungi samudera kehidupan. Istilah lebda ing pitutur sering dipakai untuk menyebut orang-orang yang sudah pantas untuk memberi nasehat tersebut.

Dalam budaya Jawa orang yang sudah tua (sepuh) memang sangat dihargai, walau secara materi tidak produktif tetapi mereka dialap berkah dan nasihatnya. Diharap do’a dan restunya pada setiap ada hajat dan keperluan penting. Nah dari merekalah kearifan diturunkan (lumuntur) melalui piwulang (ajaran kebaikan), wewarah (pengertian) dan pitutur (nasihat).

Sembah (sembah, ibadah) catur (empat) supaya (supaya) lumuntur (terwarisakan, terpahamkan). Empat sembah supaya engkau pahami.

Bahwa dalam peribadatan ada empat macam sembah. Ini berkaitan dengan lapisan maujud yang ada pada manusia, dari badan wadhag (kasar, tubuh) sampai ruh yang halus. Ada empat lapis ketundukkan dalam penyembahan, keempatnya mesti sinkron agar tercipta harmoni dalam diri. Adar tidak terpecah kepribadian manusia atau split personality.

Dhihin (yang awal) raga (raga, badan), cipta (cipta, pikiran), jiwa (jiwa), rasa (hati), kaki (nak). Pertama, raga, cipta, jiwa, rasa, nak!

Yang pertama adalah sembah raga, tubuh, anggota badan. Sembahnya tubuh adalah gerakan fisik, sperti orang yang sedang melakukan shalat ada ketentuan tatacara gerakan-gerakan tersebut yang sudah baku.

Yang kedua adalah sembah cipta, yakni pikiran. Dalam melakukan sembah raga harus disertai sembah cipta, yakni pemusatan pikiran kepada Yang Disembah (Allah). Pikiran tunduk kepada keagungan dan ketuhanan Allah semata-mata.

Yang ketiga adalah sembah jiwa, jiwa adalah produsen angan-angan, maka dalam sembah jiwa harus menyertakan konsentrasi segala angan-angan hanya kepada Allah semata. Tidak elok jika sedang shalat mengingat-ingat bakul nasi di dapur, misalnya.

Keempat adalah sembah rasa, inilah puncak tertinggi dari penyembahan. Segala rasa bersumber dari hati, maka sembah rasa adalah upaya untuk mensucikan hati. Membiasakan agar hati menjadi tenang, tuma’ninah, madhep mantep menghadap Yang Mahas Melihat. Dalam bahasa agama disebut ihsan.

Itulah empat macam sembah yang harus selalu dilakukan simultan, serentak bersamaan dalam satu rangkaian gerakan.  Hal-hal itulah yang harus engkau ketahui, wahai anak muda!

Ing (di) kono (situ) lamun (kalau) tinemu (ditemukan). Di situ bila tercapai. Tandha (pertanda) nugrahaning (mendapat anugrah) Manon (Yang Maha Melihat). Itulah anugrah dari Yang Maha Melihat.

Dalam rangkaian empat sembah itu jika dapat dilakukan akan bertemu dengan rosing panembah, yakni tunduknya badan, pikiran, jiwa dan rasa ke haribaan Ilahi. Yang demikian itu manusia hanya dapat berusaha untuk mencapainya melalui serangkaian laku yang sudah ditentukan, adapun sampainya pada tujuan semata-mata adalah anugrah dari Yang Maha Melihat.

Keempat sembah tersebut di atas akan diuraikan panjang lebar dalam bait-bait selanjutnya pada Pupuh Gambuh dari serat Wedatama. Kita akan membahasnya secara rinci pada postingan mendatang. Insya’ Allah!

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/21/kajian-wedatama-48-sembah-catur/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...