Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (22): Manulad Nabi Ginawe Umbag

Bait ke-22, Bab Sinom, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Lowung kalamun tinimbang,

Ngaurip tanpa prihatin,

Nanging ta ing jaman mangkya,

Pra mudha kang den karemi,

Manulad nelad Nabi,

Nayakengrat Gusti Rasul,

Anggung ginawe umbag,

Saben seba mampir masjid,

Ngajab-ajab mukjijad tibaning drajad.


Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Masih lumayan dibanding,

Orang hidup tanpa prihatin,

Namun di masa kini,

Para muda yang digemari,

Meniru-niru Nabi,

Utusan Allah Gusti Rasul,

Yang hanya dipakai sombong-sombongan,

Setiap akan kerja singgah dulu ke masjid,

Mengharap mukjijat agar naik pangkat.


 Kajian per kata:

Lowung (masih lumayan) kalamun (jika) tinimbang (dibandingkan), ngaurip (hidup) tanpa, (tanpa) prihatin (prihatin). Masih lumayan dibanding orang yang hidup tanpa prihatin.

Bahwa sebisa-bisa, sekuat-kuatnya, kita berusaha meniru para pendahulu kita dalam bersusah payah meningkatkan nilai diri melalui tapabrata, menahan nafsu dan bermuhasabah dalam kesunyian. Mungkin kita takkan mampu menyamai kegigihan mereka dalam usaha itu, tetapi jangan lantas putus asa dan tidak berbuat apa-apa. Apapun hasilnya apa yang kita usahakan akan lebih baik daripada orang yang hidupnya tidak pernah prihatin sama sekali.

Nanging ta (namun demikian) ing ( di ) jaman (jaman) mangkya (sekarang), Pra (para) mudha (muda) kang (yang) den (di) karemi (sukai), Manulad (meniru) nelad (perbuatan) Nabi (Nabi), Nayakengrat (nayaka ing rat, utusan jagad, Allah) Gusti (tuan, kanjeng) Rasul (utusan).

Namun demikian pada jaman sekarang, yang digemari anak muda adalah meniru-niru Nabi, utusan Allah, Gusti Rasul.

Anak-anak muda mulai meninggalkan laku prihatin ini, yang sekarang digemari adalah meniru-niru Nabi Muhammad utusan Allah.Tampaknya gejala meniru-niru Nabi ini sudah lama ada sejak jaman dulu. Meniru pakaian, gaya dan perilaku nabi tapi hanya kulit luarnya saja, tidak disertai meniru semangat moral yang menjadi landasan perilaku seseorang.

Anggung (yang hanya) ginawe (dipakai buat) umbag (sombong-sombongan). Meniru-niru Nabi namun hanya dipakai sombong-sombongan, riya’, mengesankan diri sebagai sholeh.

Apalagi kalau peniruan itu hanya dipakai untuk menyombongkan diri, agar berkesan paling suci, paling islami, paling “sunnah” daripada yang lain. Ini tentu menjadi tidak baik, dan justru bertentangan dengan pesan moral Nabi agar kita senantiasa tawadlu, tidak menyombongkan diri, tidak merasa lebih baik dari yang lain.

Saben (setiap) seba (sowan ke kraton, kerja di kraton) mampir (mampir ke) masjid (masjid). Setiap hari masuk kerja di kraton mampir ke masjid. Ngajab–ajab (mengharap) mukjijad (mukjizt, keajaiban) tibaning (agar diberi) drajad (pangkat). Berdoa mengharap mukjizat agar naik pangkat.

Terlebih-lebih tidak elok apabila muara dari segala sikap religius tadi hanyalah demi kepentingan pribadi, ingin dilihat sebagai orang alim, ingin dinilai orang sholeh, ingin diberi kelebihan oleh Allah sehingga mudah naik pangkat, maupun keinginan sangat pribadi seperti ingin menggaet anak gadis sang tumenggung, dll. Yang demikian tentu tidak baik.


Catatan tambahan:

Apa yang diceritakan dalam bait ke-22 ini adalah fenomena kehidupan pada jaman itu, pada masa kolonialisme dulu. Namun demikian, watak manusia sejak Nabi Adam sampai hari kiamat tidak akan pernah berubah. Walau teknologi, kedokteran, pertanian, sudah berkembang pesat hingga mengubah gaya hidup manusia, watak ruhaniyah manusia tetap sama. Karena itulah kita patut waspada agar hal-hal kurang baik yang terjadi pada masa lalu tidak terulang di masa depan.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/11/kajian-wedatama-22-manulad-nabi-ginawe-umbag/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...