Translate

Minggu, 18 Agustus 2024

Kajian Wedatama (60): Wenganing Alam Kinaot

 Pada atau bait ke-60, Pupuh Gambuh, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Mring jatining pandulu,

Panduk ing ndom dedalan satuhu,

Lamun lugu legutaning reh maligi,

Lageyane tumalawung,

Wenganing alam kinaot.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Pada pandangan yang sebenarnya,

Mencapai pedoman jalan yang benar,

Jika sungguh-sungguh biasannya (ada pertanda) khusus,

Ciri khasnya keadaan haru bercampur bahagia,

Terbukanya alam yang lain.


 

Kajian per kata:

Mring (kepada) jatining (sejatinya) pandulu (pandangan). Pada pandangan yang sebenarnya.

Orang yang berhasil dalam sembah kalbu akan terbuka kepada pandangan yang sebenarnya, tentang hakekat kehidupan. Yang demikian karena sembah kalbu membuat seseorang mampu berpikir jernih akibat tidak terkontaminasi hawa nafsu. Karena sudah dibiasakan untuk sekedar memenuhi kebutuhan saja, tanpa mengumbar keinginan yang tak perlu.

Sering terjadi dan acapkali kita lihat bahwa meskipun seseorang terdidik dan pandai tetapi sering blawur (rabun) dalam melihat kenyataan. Boleh jadi hal tersebut karena yang bersangkutan menyimpan pamrih dalam hati. Cobalah perhatikan hari-hari ketika menjelang pilkada, pasti ada satu-dua orang pintar yang berpendapat minor, tak masuk akal, dan kadang terlalu vulgar sikap ngawurnya, hanya karena dia mendukung salah satu cakada.

Dalam kazanah budaya Jawa ada ungkapan melik nggendhong lali, artinya ketika seseorang menyimpan hasrat memiliki (entah apapun) dalam hatinya, pikirannya menjadi khilaf. Oleh karena itu amat sangat penting membersihkan diri dari hasrat-hasrat dalam hati.

Panduk (terkena, menerima, mencapai) ing (pada) ndom (pandom, pedoman) dedalan (jalan) satuhu (yang benar). Mencapai pedoman jalan yang benar.

Karena pandangannya lebih awas dalam melihat hakekat kehidupan, maka akan tercapai pedoman perikehidupan yang sebenarnya. Ibarat orang yang berjalan dan mampu melihat rambu-rambu di sepanjang jalan, maka dia pasti mengetahui arah yang benar dan takkan tersesat.

Lamun (jika) lugu (sungguh-sungguh) legutaning (biasanya) reh (hal) maligi (khusus). Jika benar biasanya (ada pertanda) khusus.

Jika bersungguh-sungguh dalam melakukan sembah kalbu maka akan ada pertanda khusus sebagai isyarat bahwa jalan yang ditempuh sudah benar.

Manusia ketika hidup di dunia ini memang hanya mampu melihat tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.  Tanda-tanda itu bisa kuat bisa lemah, tergantung pada kemampuan spiritual yang bersangkutan. Oleh karena itu sudah seharusnya manusia selalu berusaha mempertajam kepekaan dalam mengenali tanda-tanda tersebut melalui latihan-latihan. Dalam budaya Jawa ada istilah memasah mingising budi, mengasah ketajaman akal-budi. Sembah kalbu adalah salah satunya.

Lageyane (ciri khasnya, sifatnya) tumalawung (haru bercampur bahagia, seperti melihat kebesaran Tuhan). Ciri khasnya keadaan haru bercampur bahagia.

Ciri khasnya adalah munculnya perasaan haru campur bahagia. Ini biasa terjadi jika kita sedang kusyu’ berdoa, mendekatkan diri kepada Tuhan (biasanya pada saat shalat), ada rasa haru di hati, ada rasa lega, plong seperti beban yang hilang diangkat. Ada rasa tunduk dan khidmat seolah sudah menghadap  Allah Yang Maha Besar, mengadukan segala masalah, memohon pertolongan, memohon kekuatan, dan rasanya plong, lega sekali.

Wenganing (terbukanya) alam (alam) kinaot (terpaut, yang lain). Terbukanya alam yang lain.

Ketika sampai pada keadaan yang demikian itu maka terbukalah alam lain, alam yang lebih tinggi dari alam materi yang didalamnya kita juga hidup sekarang ini. Karena sesungguhnya kita sekarang tidak hidup di satu alam saja, melainkan berlapis-lapis. Hal itu sudah kami jelaskan pada saat membahas triloka pada bait ke–34, Aywa Kongsi Mbabar Angkara.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/25/kajian-wedatama-60-wenganing-alam-kinaot/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...