Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (63): Sembah Jiwa

 Pada atau bait ke-63, Pupuh Gambuh, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Samengko kang tinutur,

Sembah katri kang sayekti katur,

Mring Hyang sukma sukmanen saari-ari,

Arahen dipun kacakup,

Sembahing jiwa sutengong.


 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Sekarang yang dibicarakan,

Sembah ke tiga yang sebenarnya diperuntukkan,

Untuk Yang Ghaib, dijalankan setiap saat,

Arahkan agar  tercakup,

Sembah jiwa ini, anakku!


 Kajian per kata:

Samengko (sekarang) kang (yang) tinutur (dibicarakan). Sekarang yang dibicarakan. Sembah (sembah, ibadah) katri (yang ketiga) kang (yang) sayekti (sebenarnya) katur (diperuntukkan), mring (kepada) Hyang (Yang) Sukma (Ruh, Ghaib). Sembah ke tiga yang sebenarnya diperuntukkan, bagi Yang Ghaib. Sukmanen (hayatilah, jiwailah) saari–ari (sehari-hari), maka jalankan setiap saat, sehari-hari.

Setelah membicarakan tentang sembah kalbu dalam bait-bait terdahulu, sekarang tibalah saatnya membicarakan sembah selanjutnya. Sembah yang ketiga ini diperuntukkan bagi Yang Ghaib, maka jiwailah, hayatilah setiap saat, sehari-hari.

Sukma adalah padanan (sinonim) dari kata ruh, maka sembah yang ketiga ini diperuntukkan bagi Yang Maha Ghaib, Pemilik alam Ruh. Ruh adalah dzat yang membuat kita hidup. Tanpa ruh kita adalah bukan manusia lagi, maka frasa sukmanen saari-ari yang secara tekstual berarti ruhilah sehari-hari, bermakna hayatilah dalam kehidupan sehari-hari.

Arahen (arahkan) dipun (agar) kacakup (tercakup), sembahing (sembahnya) jiwa (jiwa) sutengong (suta ingong, anakku). Arahkan segala sembah terdahulu agar mencakup sembah yang ini, yakni sembah jiwa, anakku.

Sembah yang ketiga inilah sembah jiwa. Dalam budaya Jawa jiwa bisa berarti hidup, menghayati, maka sembah jiwa berarti menghayati sembah sebagai sifat yang merasuk (sukmanen, merasuklah) ke dalam dzat manusia itu sendiri. Sehingga tidak perlu mengusahakan hadirnya dalam kalbu sebagaimana sembah kalbu, tetapi senantiasa menetap dalam diri manusia. Dalam redaksi yang lebih mudah dipahami sembah jiwa adalah menyembah Allah secara menjiwai, mendarah-daging, terpatri dalam sifat dan dzat manusia yang melakukan sembah itu.

Orang yang telah berhasil dalam sembah jiwa akan tetap menyembah dalam diam dan gerakan. Dalam shalat dan diluar shalat. Dalam berbagai kegiatan yang bahkan terlihat sebagai kegiatan duniawi. Dirinya sudah ikhlas dalam segala hal. Dirinya sudah fana dalam diri-nya sendiri, hingga hanya menyisakan Dia Yang Ada. Inilah ibadahnya jiwa.

Kami cukupkan sekian dulu tentang sembah jiwa ini, dalam bait-bait berikutnya akan diuraikan agar semakin jelas maknanya. Jangan sampai ketinggalan!


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/27/kajian-wedatama-63-sembah-jiwa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...