Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (84): Bengkas Kahardaning Driya

 Bait ke-84, Pupuh Kinanthi, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Marma den taberi kulub,

angulah lantiping ati.

Rinda wengi den anedya,

pandak panduking pambudi.

Bengkas kahardaning driya,

supaya dadya utami.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Oleh karena itu, anakku,

berlatihlah menajamkan perasaan.

Siang dan malam berusahalah,

tetap tertuju pada olah pemuliaan diri.

Menghancurkan hasrat angkara di dalam hati,

agar menjadi (manusia) utama.


 Kajian per kata:

Marma (oleh karena itu) den taberi (rajinlah) kulub (anankku), angulah (berlatih) lantiping (menajamkan) ati (hati, perasaan). Oleh karena itu, anakku, berlatihlah menajamkan perasaan.

Sesudah kita tahu bahwa hanya Awas dan Eling yang membuat kita selamat di dunia sampai akhir hayat, maka hendaknya kita rajin (taberi) mengolah ketajaman rasa. Agar segala tanda-tanda atau sasmitaning alam dapat kita tangkap dengan mata batin yang jernih, melok sehingga dapat kita puluk dengan haqul yakin. Melok artinya kelihatan cetha wela-wela, tampak jelas sekali. Puluk artinya dapat kita genggam dengan seyakin-yakinnya, laksana gumpalan nasi di piring waktu kita makan dengan tangan.

Rina (siang) wengi (malam) den anedya (berusahalah), Pandak (tetap) panduking (tertuju) pambudi (meningkatkan budi). Siang dan malam berusahalah tetap tertuju pada olah pemuliaan diri.

Agar kita mencapai penglihatan yang awas tadi, kita mesti berusaha keras dengan memantapkan kehendak (anedya), segala asa mesti tetap tertuju pada pemuliaan akal budi. Atau dalam istilah yang keren, memasah mingising budi. Mingis-mingis adalah kondisi senjata yang amat tajam, berkilauan ujungnya tanda baru saja diasah. Inilah keadaan yang mesti menjadi tujuan kita setiap saat, hati yang setajam….silet!

Bengkas (menghancurkan) kahardaning (hasrat angkara) driya (dalam hati), supaya (agar) dadya (menjadi) utami (utama). Menghancurkan hasrat angkara di dalam hati, agar menjadi (manusia) utama.

Mengapa hati kita harus tajam? Karena diperlukan untuk membedah hasrat angkara (kahardaning driya) yang bersemayam dalam hati. Seperti yang telah kami sampaikan dalam bait yang lalu, bahwa orang yang mampu mencapai derajat keluhuran hanyalah orang yang selalu awas dan eling.

Kata awas di sini lebih banyak justru ditujukan pada diri sendiri, kepada hasrat yang melebihi takaran yang tertanam dalam di hati. Harda adalah hasrat yang meluap-luap untuk segera disalurkan, dan ini berlebihan. Jika kita sedikit saja lalai dan memberi angin segar, harda bangkit menjadi angkara gung dan menguasai nurani, sebelum akhirnya membelenggu tangan dan kaki, serta mengarahkannya ke tindak tercela.

Oleh karena itu ketajaman hati diperlukan agar dapat menghancurkan hasrat rendah di dalam hati, agar supaya hidup kita menjadi utama. Selama hayat masih dikandung badan, tak ada orang yang terbebas dari nafsu angkara, karena memang itu piranti hidup yang sangat vital. Tanpa itu kita pun tak dapat hidup, namun kita hanya memerlukan dalam kadar secukupnya, seperti kadar api di dapur sebagai alat memasak. Kita tak memerlukan api sebesar tobong, kalau hanya untuk memasak, seperti halnya kita tak memerlukan nafsu sebesar gunung hanya untuk tetap hidup sehat di dunia ini. Kuncinya adalah jangan melampaui batas.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/24/kajian-wedatama-84-bengkas-kahardaning-driya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...