Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (12): Bangkit Mangukut Jiwangga

Kajian Serat Wedatama karya KGPAA Mangkunegara IV, sampai pada bait ke-12, masih termasuk dalam Bab Pangkur.  Bait ini berisi wejangan bagaimana seharusnya bertindak jika menerima wahyu Ilahi. Menerima wahyu di sini bisa diartikan mendapat pencerahan, ilham atau belajar memperdalam Al Quran sehingga benar-benar paham akan kandungannya. Ini bait yang agak berat dan saya berharap mendapat hidayah dalam menguraikannya. Semoga tidak salah tafsir.

Selengkapnya bait ke-12 adalah sebagai berikut:

Sapantuk wahyuning Allah,

Gya dumilah mangulah ilmu bangkit,

Bangkit mikat reh mangukut,

Kukutaning jiwangga,

Yen mangkono kena sinebut wong sepuh,

Lire sepuh sepi hawa,

Awas roroning atunggil.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia secara tekstual:

Siapa yang mendapat wahyu Ilahi,

Lalu dapat mencerna dan menguasai ilmu,

Mampu menguasai ilmu kasampurnan,

Kasampurnan diri pribadi,

Orang yang demikian yang pantas disebut orang tua,

Orang yang tidak dikuasai nafsu,

Memahami dwi tunggal.


Kajian makna secara rinci kata per kata:

Gatra 1,2: Sapantuk wahyuning Allah, gya dumilah mangulah ilmu bangkit.

Sapantuk (dari kata sapa antuk, siapa mendapat) wahyuning (ilham atau pencerahan) Allah, gya (bersegeralah) dumilah (bercahaya, bersinar) mangulah (menguasai, melakukan) ilmu bangkit (mampu).

Siapa yang mendapat pencerahan, maka serta-merta bersinarlah ia sehingga mampu menguasai ilmu. Ini berkenaan dengan petunjuk Allah kepada manusia. Barang siapa Dia kehendaki untuk suatu perkara maka akan dimudahkanNya caranya. Serta-merta, bersegera seseorang menjadi semangat dalam menuntut ilmu sehingga menjadi mudahlah ilmu itu meresap dalam jiwanya.

Gatra 3,4: Bangkit mikat reh mangukut, kukutaning jiwangga.

Bangkit (dapat, mampu, bersemangat) mikat (memikat) reh (segala hal) mangukut (mengemasi), kukuting (mengemasi) jiwangga (jiwa, kedirian).

Dalam hal ini saya melihat bahwa yang dimaksud oleh dua gatra ini adalah seseorang yang menjadi bersemangat untuk meniadakan diri, dalam arti memutus ego, kedirian. Sudah kita ketahui bersama bahwa penghalang manusia dan hakekat adalah nafsu yang egosentris. Ego ini menjadi pangkal dari segala sifat buruk, sombong, takabur, ujub, dan pongah. Jika seseorang bisa mretheli, melepas, mencopot (mangukut) egonya maka terbukalah kesempurnaan ilmunya. Dia kemudian dapat melihat segala sesuatu sebagai ayat-ayat Allah, tanda-tanda kebesaranNya.

Gatra 5,6: Yen mangkono kena sinebut wong sepuh, lire sepuh sepi hawa.

Yen (jika) mangkono (demikian) kena (bisa) sinebut (disebut) wong (orang) sepuh (tua), lire (arti) sepuh (tua) sepi (jauh dari) hawa (hawa nafsu).

Jika demikian bisa disebut sebagai orang tua. Arti tua di sini adalah sudah mampu menyingkirkan hawa nafsu. Sepi hawa adalah ungkapan untuk orang yang sudah tidak banyak keinginan lagi.

Dalam budaya Jawa tua memang tidak selalu berkaitan dengan umur. Sering kali ungkapan wong tuwa dipakai untuk menyebut orang pintar dalam olah kebatinan, tempat para warga bertanya dan minta nasehat. Bahkan dukun juga sering dipanggil wong tuwa, semata-mata karena dianggap tahu tentang hal-hal ghaib.

Gatra 7: Awas roroning atunggil.

Awas (tajam penglihatan, kiasan untuk pengertian yang sempurna) roroning (duanya) atunggil (menjadi satu).

Makna gatra ini sesuai konteks adalah merujuk kepada orang yang sudah menguasai tentang konsep dualisme dalam penciptaan. Kata awas sering dipakai untuk menyebut orang yang pandangannya tajam, ini adalah kiasan bagi orang yang telah menguasai ilmu sejati, yakni yang telah memahami kesatuan wujud.

Antara yang lahir dan yang batin sebenarnya adalah satu wujud, hanya beda penampakan laksana dua sisi mata uang. Siang dan malam adalah putaran waktu, keduanya tak beda. Pria dan wanita adalah sama-sama manifestasi nama-nama ilahi dalam kadar yang parsial, pernikahan menyatukan keduanya. Demikian dualisme dalam ciptaan, yang sebenarnya adalah satu.

Yang diciptakan adalah manifestasi dari Yang Menciptakan, jadi hanya ada satu wujud sejati. Ini adalah konsep Satunggaling Kawula-Gusti. Saya cukupkan dulu, karena pokok bahasan kita bukan tentang ini.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/07/kajian-wedatama-12-bangkit-mangukut-jiwangga/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...