Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (16): Nggayuh Geyonganing Kayun

Bait ini masih melanjutkan bait terdahulu tentang perilaku Panembahan Senopati yang layak dijadikan tauladan bagi setiap generasi sesudahnya. Beliau adalah raja yang selalu menyebarkan kesejukan bagi setiap orang yang ditemui. Namun beliau juga tidak lalai dalam kehidupan spiritual, tetap hidup prihatin agar tercapai ketenangan jiwa. Sungguh citra seorang raja pinandita.

Selengkapnya bait ke-16 adalah sebagai berikut:

Samangsane pasamuwan,

Mamangun marta martani,

Sinambi ing saben mangsa,

Kala kalaning asepi,

Lelana teki-teki,

Nggayuh geyonganing kayun,

Kayungyun heninging tyas,

Sanityasa pinrihatin,

Puguh panggah cegah dhahar lawan guling.


Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Dalam setiap pertemuan,

Menciptakan suasana tenang dan menyejukkan,

Sambil di setiap waktu,

Di kala ada waktu luang,

Mengembara bertapa,

Menggapai kecenderungan hati,

Terpesona ketenangan hati,

Senantiasa melakukan hidup prihatin,

Berpegang teguh mencegah makan maupun tidur.


Kajian per kata:

Samangsane (dalam setiap) pasamuwan (pertemuan), mamangun (mencipta, membentuk) marta (santun, tenang) martani (menyejukkan). Dalam setiap pertemuan selalu menciptakan suasana tenang dan menyejukkan.

Ini berkaitan dengan perilaku dari raja pertama Mataram Panembahan Senopati yang selalu bersikap tenang, sareh, dan menyebarkan kesejukan dalam setiap pertemuan.

Sinambi (sambil) ing (di) saben (setiap) mangsa (waktu). Kala (di kala) kalaning ( ada waktu) asepi (luang, sepi pekerjaan). Sambil di setiap waktu, di kala ada waktu luang.

Walaupun sang Raja sangat sibuk, manakala ada waktu luang di sela-sela kesibukan, maka beliau menyempatkan melakukan hal-hal selain urusan pemerintahan.

Lelana (mengembara) teki–teki (teteki, bertapa). Mengembara untuk menyendiri, berkhalwat, uzlah.

Walau seorang raja Senopati tidak melalaikan kegemaran bertapanya. Dia melakukan itu karena memang menyukai laku prihatin, tidak suka foya-foya. Karena memang ada yang dituju dalam hidupnya selain kekuasaan.

Nggayuh (menggapai) geyonganing (kecenderungan) kayun (hati). Menggapai kecenderungan hati.

Jadi bertapanya bukan untuk meraih kekuasaan, toh itu sudah didapatkan. Melainkan karena memang kecenderungan hati, cita-cita beliau adalah hidup prihatin untuk mencapai kesejatian, kesempurnaan hidup.

Kayungyun (terpesona) heninging (ketenangan) tyas (hati). Terpesona ketenangan, keheningan hati.

Bukan semata-mata bertapa untuk mencari kekuasaan yang lebih besar, tetapi untuk ketenangan hati. Tenang dalam arti dekat dengan Yang Maha Kuasa, bukan tenang dalam artian mengasingkan diri dari dunia. Toh beliau tetap bekerja sebagai raja pada setiap harinya.

Sanityasa (senantiasa) pinrihatin (melakukan hidup prihatin). Senatiasa melakukan hidup prihatin.

Bukan karena keterpaksaan, tetapi karena tingkat pengendalian diri yang sudah paripurna. Tidak gampang kapiluyu (tergoda) dalam kemewahan dunia, meski seorang raja besar yang berkuasa.

Puguh (berpegang teguh) panggah (tetap) cegah (mengurangi) dhahar (makan) lawan (maupun) guling (tidur). Berpegang teguh dengan tetap melakukan laku prihatin dengan mengurangi makan dan tidur.

Walau bisa hidup mewah sang raja justru mengurangi makan dan tidur. Itulah kunci dari hidup prihatin. Agar mata hati tetap terbuka, tidak tertutupi hawa nafsu.


 Catatan tambahan ringkas.

Panembahan Senopati adalah penguasa Mataram pertama yang bergelar, Kanjeng Panembahan Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa.

Gelar di atas menunjukkan bahwa landasan dari kerajaan yang dibangun Senoati adalah religius. Kita tidak membahas itu sekarang, cukup informasi singkat ini sebagai gambaran ringkas tentang tokoh yang dalam serat wedatama ini disebut sebagai orang besar yang patut dijadikan tauladan.

Raja pertama Mataram ini meraih kekuasaan dengan jalan yang tidak mulus. Ketika masih bocah dia harus mengalahkan Adipati Jipang Arya Penangsang yang terkenal sakti mandraguna. Waktu itu Arya Penangsan dicurigai hendak memberontak kepada sultan Hadiwijaya di Pajang. Atas kemenangannya itu Senopati yang waktu itu masih bernama Sutawijaya diganjar Alas Mentaok, yang masih berupa hutan rimba. Kemudian dia membabat hutan itu dan mendirikan tanah perdikan.

Semakin lama semakin banyak pengikut yang bergabung. Tatkala kerajaan Pajang di bawah Sultan Hadiwijaya surut, pamor Sutawijaya meningkat, hingga dia berhasil mendirikan kerajaan baru yang dinamakan Mataram. Dia kemudian menjadi Raja dengan sebutan di atas, atau lebih dikenal sebagai Panembahan Senopati.

Sutawijaya terkenal akan kegigihannya dalam bertapa, melakukan laku prihatin. Buahnya dia menjadi raja yang waskitha, cerdik dan tangguh. Kemampuan strateginya berhasil merangkul wilayah-wilayah timur untuk bergabung ke Mataram. Menjelang akhir kekuasaannya di tahun 1601M, Senopati telah mewariskan kerajaan yang besar. Bahkan kerajaannya tetap eksis hingga kini, yakni menjadi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, atau Propinsi DIY.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/08/kajian-wedatama-16-nggayuh-geyonganing-kayun/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...