Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (11): Berguru Kepada Yang Tulus

Kajian Serat Wedatama karya KGPAA Mangkunegara IV, kali ini sampai pada bait ke-11, masih termasuk dalam Bab Pangkur.  Jika bait terdahulu memberi arahan agar kita berguru secara pantas sesuai kemampuan, bait ini berisi anjuran untuk berguru pada orang-orang yang mampu mengendalikan diri, berhati tulus dan kuat menahan hawa nafsu. Guru yang demikian adalah pemilik ilmu sejati. Ada kalanya bisa ditemui di mana saja, tidak harus berusia tua, bahkan bisa dari kalangan anak muda dan orang biasa.

Selengkapnya bait ke-11 adalah sebagai berikut:

Iku kaki takokena,

Marang para sarjana kang martapi,

Mring tapaking tepas tulus,

Kawawa nahen hawa,

Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu,

Tan mesthi neng jamna wredha,

Tuwin mudha sudra kaki.


Terjemahan secara tekstual ke dalam Bahasa Indonesia.

Begitulah nak, bertanyalah,

Kepada para sarjana yang bertapa,

Yang mampu menerapkan tulus,

Kuat  menahan hawa nafsu,

Ketahuhilah bahwa ilmu sejati,

Tak selalu berada pada orang lanjut usia,

Bisa pada orang mudha atau orang biasa nak!


Ini adalah wejangan untuk anak muda yang hendak berguru. Marilah kita kupas secara rinci dengan melihat kata per kata.

Gatra 1,2: Iku kaki takokena, marang para sarjana kang martapi.

Iku (begitulah) kaki (nak) takokena (bertanyalah), marang (kepada) para (para) sarjana (sarjana, orang pintar) kang (yang) martapi (bertapa).

Berguru hendaknya tidak kepada sembarang orang tetapi kepada yang benar-benar pantas digurui. Gatra ini menunjukkan ciri orang tersebut, yakni para orang panda yang gemar bertapa. Kalau dalam konteks jaman dahulu berarti mengasingkan diri dari keramaian, dalam konteks jaman modern bertapa adalah menjauhkan diri dari kepentingan diri sendiri, semisal keinginan untuk berkuasa, untuk mengeruk keuntungan, dll.

Gatra 3,4: Mring tapaking tepas tulus, kawawa nahen hawa.

Mring (kepada) tapaking (jejaknya, berkesan mampu) tepa (menerapkan) tulus (hati tulus), Kawawa (Kuat) nahen (menahan) hawa (hawa nafsu).

Yang telah mampu menerapkan dalam dirinya sifat tulus, kuat menahan godaan hawa nafsu. Orang yang telah berlatih menahan diri akan berkesan sifat-sifatnya itu dalam perilaku sehari-hari, nah lihatlah itu. Orang tersebut telah mampu menahan godaan syahwat nafsu duniawi. jika dia berkuasa pasti mampu menahan godaan untuk berlaku zhalim, jika sedang berada dalam posisi sebagai guru pasti akan mampu menghindari nafsu mengeruk keuntungan. Nah, kepada orang seperti inilah hendaknya kita berguru.

Gatra 5,67: Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu, tan mesthi neng jamna wredha, tuwin mudha sudra kaki.

Wruhanira (ketahuilah) mungguh (bahwa) sanyataning (sejatinya) ngelmu (ilmu), tan (tak) mesthi (selalu) neng (ada) jamna (orang) wredha (tua), tuwin (dan adakalanya) mudha (pada orang muda) sudra (orang remeh, orang biasa) kaki (nak).

Ketahuilah, bahwa orang-orang pintar dengan kemampuan seperti di atas tidak selalu harus berusia tua, adakalanya masih muda, dari kalangan orang yang kelihatan remeh. Ketahuilah Nak!

Jadi di sini ditegaskan bahwa ilmu yang sejati adalah milik mereka yang mampu menjalani apa yang menjadi pantangan dari berbagai godaan duniawi. Usia tua bukan jaminan seseorang lebih menguasai lmu sejati, yakni ilmu rasa yang sudah sering disinggung pada bait-bait awal. Berkedudukan tinggi, terhormat dalam masyarakat juga bukan jaminan seseorang lebih berilmu. Malah adakalanya ilmu sejati justru dikuasai mereka yang dalam keseharian kita anggap remeh. Maka bagi yang hendak berguru harus teliti dan cermat mengenali orang-orang tersebut.



https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/07/kajian-wedatama-11-berguru-kepada-yang-tulus/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...