Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (80): Aywa Samar Aliru Wujud

 Bait ke-80, Pupuh Gambuh Lanjutan, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Putih lan kuningipun,

lamun arsa titah tekan mangsul.

Dene nora mantra mantra yen ing lair,

bisa aliru wujud.

Kadadeyane ing kono


 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Bagian putih dan kuningnya (telur),

kalau akan menetas menjadi terbalik.

Sungguh tidak ada tanda-tanda, (sungguh tak disangka-sangka) kalau waktu lahir,

bisa berganti wujud.

(Perhatikanlah) kejadiannya seperti itu


 Kajian per kata:

Putih (bagian putih) lan (dan) kuningipun (kuningnya), lamun (kalau) arsa (akan) titah (menetas) tekan (sampai) mangsul (berbalik). Bagian putih dan kuningnya (telur) kalau akan menetas menjadi terbalik.

Bait ini menyoroti fenomena menetasnya telur ayam. Sebelum dierami induknya telur adalah bahan makanan yang lezat dan kaya gizi. Ada bagian kuning di tengah yang di selimuti bagian putih. Setelah dierami induk ayam telur menjadi semakin buram, memerah karena ada sirkulasi darah dalam serabut pembuluh yang muncul. Lama kelamaan pembuluh itu membesar dan muncul tampungan agak besar, itulah jantung ayam.

Setelah jantung terbentuklah bakal kepala, sebuah bulatan samar tampak duluan, itulah yang akan menjadi mata. Otak terbentuk dalam tiga belahan dalam bentuk yang belum terlindung tulang tengkorak. Organ lain mulai terbentuk, paruh, sayap, kaki dan mulai keluar bulu-bulu halus. Pada tahap ini bagian putih telut yang berada di luar hampir habis, sedangkan bagian kuning teluar masih tampak besar. Inilah mungkin yang dimaksud penggubah serat Wedatama ini sebagai keadaan tekan mangsul, terbalik. Dari yang tadinya berada di dalam sekarang kelihatan di luar.

Dene (Sungguh) nora (tidak) mantra mantra (tanda-tanda, menyangka) yen (kalau) ing (pada waktu) lair (menetas), bisa (bisa) aliru (berganti) wujud (wujud). Sungguh tidak ada tanda-tanda, (sungguh tak disangka-sangka) kalau waktu lahir bisa berganti wujud.

Inilah yang pada bait ke-78, Widadaning Budi Sadu, disebut sebagai liru nggon. Pada bait ini ditegaskan maksudnya sebagai aliru wujud.  Yakni bergantinya wujud yang satu menjadi wujud yang lain dalam waktu singkat, seolah bertukar tempat saja antara fenomena yang satu dengan yang lain (aliru nggon). Hal-hal sperti ini bisa membuat kita terkecoh jika belum memahami kenyataan yang sejati. Saya beberapa kali menyebut hal ini sebagai lompatan realitas. Mengapa saya sebut lompatan? Karena sesungguhnya ada ketidak runtutan peristiwa, seolah ada bagian proses panjang yang dihilangkan, dan tiba-tiba sesuatu memperoleh wujudnya yang baru.

Mari kita perhatikan kejadian menetasnya telur tadi. Sebelum dierami jika kita membelah telur itu hanya akan kita dapati segumpal kuning yang diselaputi cairan kental berwarna putih. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Tetapi setelah dierami hanya dalam waktu 21 hari telur sudah menjadi seekor anak ayam yang bisa berlarian ke sana ke mari mencari makan sendiri. Sebuah makhluk hidup tingkat tinggi lahir dalam waktu singkat sekali. Bandingkan dengan proses tumbuhnya rumput di halaman. Sangat jauh kan? Ini tidak akan terjadi tanpa campur tangan Sang Pencipta yang memendekkan prosesnya. Oleh karena itu saya sebut sebagai lompatan realitas.

Kadadeyane (kejadiannya) ing (di) kono (situ). (Perhatikanlah) kejadiannya seperti itu.

Perhatikanlah kejadian seperti itu adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Orang jaman dahulu akan menganggap fenomena ajaib ini sebagai wilayah kekuasaan Tuhan semata. Ketika ilmu pengetahuan menyingkap rahasianya serta merta mereka menyingkirkan Tuhan dan berkata, “Oh Cuma gitu aja!”

Tetapi bagi seorang yang sudah terbuka baginya tabir Hijabullah, terbukanya rahasia alam adalah penegas keagungan Allah, Sang Pengatur alam sakalir.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/24/kajian-wedatama-80-aywa-samar-aliru-wujud/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...