Translate

Senin, 19 Agustus 2024

Kajian Wedatama (7): Ngendelaken Yayah Wibi

Kajian Serat Wedatama karya KGPAA Mangkunegara IV, kali ini sampai pada bait ke-6, masih termasuk dalam Bab Pangkur. Bait ini masih menerangkan keadaan orang bodoh yang perilakunya masih seperti anak muda. Belum mampu hidup mandiri selayaknya seorang yang sudah harus memikul tanggung jawab. Selengkapnya bait ke-6 adalah sebagai berikut:

Kikisane mung sapala,

Palayune ngendelaken yayah wibi,

Bangkit tur bangsane luhur,

Lha iya ingkang rama,

Balik sira sasrawungan bae durung,

Mring atining tatakrama,

Nggon anggon agama suci.


Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Tekadnya remeh sekali,

Bila menghadapi masalah berlindung di balik orang tuanya,

Yang terpandang dan bangsawan,

Itu kan ayahnya,

Sedangkan kamu belum lagi mengenal,

Dengan intisari sopan santun,

Yang merupakan ajaran agama suci.


Untuk lebih mendalami maknanya mari kita kupas secara per kata agar didapat satu pengertian yang lebih jelas dan terang benderang.

Gatra 1,2,3 : Kikisane mung sapala, Palayune ngendelaken yayah wibi, Bangkit tur bangsane luhur

Kikisane (batas tekadnya) mung (hanya) sapala (sedikit, lemah sekali, remeh). Palayune (larinya) ngendelaken (mengandalkan) yayah (ayah) wibi (ibu). Bangkit (berdiri, kiasan untuk orang terpandang) tur (dan) bangsane luhur (berkedudukan tinggi).

Inilah gambaran orang yang tidak dewasa, seperti anak kecil. Tekadnya sangat terbatas, jika ada masalah langsung lari mengandalkan orang tuanya, yang mempunyai jabatan dan pangkat yang tinggi. Perilaku seperti ini masih sering kita jumpai di masa kini, dan juga sudah ada di jaman dulu. Seorang anak muda (atau pun sudah tua) yang masih mengandalkan orang tuanya walaupun seharusnya dia sudah hidup mandiri karena sudah dewasa.

Gatra 4,5: Lha iya ingkang rama,Balik sira sasrawungan bae durung

Lha iya (itukan) ingkang rama (ayahnya), Balik (sedangkan) sira (kamu) sasrawungan (mengenal) bae (saja) durung (belum).

Gatra ini mempertanyakan, itukan ayahmu, lha kamu? Sedangkan kamu mengenal saja belum. Kenal apa? Jawabannya di gatra selanjutnya.

Gatra 6,7: Mring atining tatakrama, Nggon anggon agama suci

Mring (terhadap) atining (intisari) tatakrama (sopan santun), Nggon (tempat) anggon (pakaian) agama suci. Anggon di sini berarti makna kiasan untuk sifat yang melekat pada seseorang.

(Sedangkan kamu saja belum mengenal) Terhadap intisari sopan santun, pakaian yang seharusnya dipakai oleh orang yang beragama.


Kesimpulan:

Gatra ini cukup jelas menerangkan sifat orang yang terlambat dewasa. Tekadnya lemah sekali. Jika ada masalah lari ke orang tuanya. Mengandalkan kedudukan, pangkat dan jabatan orang tua. Lha itu kan ayahnya? Sedangkan dia sendiri seharusnya juga mengeri sopan santun, adab yang berlaku dalam masyarakat. Itulah pakaian (sifat-sifat) yang seharusnya dipakai oleh orang beragama.



https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/08/06/kajian-wedatama-7-ngendelaken-yayah-wibi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...